Permohonan Uji Materi Robert Tantular Ditolak Mahkamah Konstitusi
Permohonan Robert Tantular, mengajukan uji materi Pasal 272 KUHAP, Pasal 63 KUHP, Pasal 64 KUHP, dan Pasal 65 KUHP ditolak Mahkamah Konstitusi (MK).
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Permohonan terpidana kasus korupsi Bank Century, Robert Tantular, mengajukan uji materi Pasal 272 KUHAP, Pasal 63 KUHP, Pasal 64 KUHP, dan Pasal 65 KUHP ditolak Mahkamah Konstitusi (MK).
Uji materi terkait penjatuhan pidana dalam tidak pidana berkaitan dengan perbuatan pidana perbarengan, berlanjut, dan penggabungan.
Ketua Majelis Hakim Konstitusi, Anwar Usman, menjelaskan Pasal 272 KUHAP maupun Pasal 63, Pasal 64, dan Pasal 65 KUHP tidak terdapat persoalan konstitusionalitas norma terhadap UUD 1945 dan karenanya dalil Pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya.
Baca: Ketua PBNU: Jangan Provokasi Rakyat dengan Hoaks, Terima Hasil Pemilu dengan Legowo
"Amar putusan, mengadili, menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya," kata Anwar Usman saat membacakan amar putusan di Gedung MK, Senin (15/4/2019).
Pada permohonannya, pemohon mengajukan uji materi terhadap Pasal 272 KUHAP, karena menilai pasal tersebut berpotensi menimbulkan ketidakpastian dan ketidakadilan jika diterapkan pada kasus-kasus yang tergolong perbarengan atau concursus, baik berupa concursus idealis maupun perbuatan berlanjut dan concursus realis.
Baca: Kisah WNI di Singapura, Berjuang Keras Mencoblos di Pemilu 2019 Meski Masih Diinfus di Atas Ambulans
Sedangkan, Pasal 63, Pasal 64, dan Pasal 65 KUHP tersebut di atas, menimbulkan kerugian hak konstitusional Pemohon yang bersifat spesifik (khusus) dan aktual karena pasal-pasal tersebut hanya dijatuhkan atau dikenakan dari beberapa aturan atau perbuatan pidana yang diancam dengan pidana pokok dalam satu putusan saja.
Pada pertimbangannya, hakim konstitusi menyebutkan, norma Pasal 272 KUHAP adalah norma yang mengatur mengenai pelaksanaan putusan pengadilan.
Dia menjelaskan, ketika seorang dipidana dengan pidana penjara atau pidana kurungan dan belum menjalani pidana akan tetapi kemudian dijatuhi pidana lagi, maka terpidana menjalani pidana secara berturut-turut dimulai dengan pidana yang terlebih dahulu telah dijatuhkan.
Baca: Delapan Besar Piala Indonesia Hingga Final Gunakan Sistem Home and Away kata Ratu Tisha
"Artinya, terpidana di dalam menjalani masa pidana harus dijalani secara berurutan sesuai dengan urutan putusan pengadilan yang dijatuhkan terhadapnya. Dengan kata lain terpidana tidak boleh menjalani pidana dengan mendahulukan putusan pengadilan yang dijatuhkan kepadanya setelah putusan pengadilan yang lebih terdahulu," kata hakim konstitusi.
Selain itu, semangat dari Pasal 272 KUHAP adalah untuk memberikan pesan bahwa seorang terpidana yang melakukan tindak pidana lebih dari satu kali maka dalam menjalani masa pidana harus dilakukan secara berturut-turut dimulai dari putusan pengadilan yang terdahulu kemudian secara berturut-turut diikuti putusan pengadilan yang dijatuhkan setelahnya.
Baca: Delapan Besar Piala Indonesia Hingga Final Gunakan Sistem Home and Away kata Ratu Tisha
Hakikat tindak pidana perbarengan yang diatur dalam Pasal 63 KUHP adalah adanya satu peristiwa tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku, tetapi tindakan itu melanggar beberapa ketentuan pidana sekaligus.
"Meskipun penuntutan oleh jaksa penuntut umum dan penjatuhan pidana oleh hakim dalam tindak pidana berlanjut (voortgezette handeling) dan gabungan tindak pidana (concursus realis) tidak diajukan secara serentak atau diajukan secara terpisah (splitsing) tidak berakibat penuntutan dan penjatuhan pidana menjadi batal demi hukum," kata hakim konstitusi Aswanto.
Atas dasar itu, Mahkamah menilai dalil pemohon yang menyatakan norma pasal-pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945 adalah dalil yang tidak berdasar.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.