Kemenristek Dikti Luncurkan Perangkat Lunak Bagi Tuna Netra yang Ikut Tes Perguruan Tinggi
Kemenristek Dikti meluncurkan screen reader bagi tuna netra yang ikut pelaksanaan ujian tulis berbasis komputer (UTBK) untuk masuk perguruan tinggi.
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews, Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek Dikti) meluncurkan screen reader bagi tuna netra dalam mengikuti pelaksanaan ujian tulis berbasis komputer (UTBK) untuk masuk perguruan tinggi.
Screen reader tersebut merupakan perangkat lunak yang diadopsi oleh tim Lembaga Tes Masuk Perguruan Tinggi (LTMPT) untuk memberikan aksebilitas bagi peserta tunanetra.
"Melalui perangkat lunak tersebut peserta UTBK yang mengalami disabilitas tunanetra dapat membaca tulisan dilayar komputer," ujar ketua LTMPT, Ravik Karsidi, di Kantor Kemenristekdikti, Senayan, Jakarta, Jumat, (3/5/2019).
Baca: Maruf Amin dan Sandiaga Uno Akan Bertemu Pada Bulan Ramadhan Sambil Buka Puasa dan Tarawih Bersama
Dengan perangkat lunak tersebut materi ujian tulis bebasis komputer masuk perguruan tinggi dinarasikan dalam bentuk audio dengan bahasa Indonesia.
Tingkat kesukaran soalnya sama dengan peserta lain, hanya saja jumlah soal bagi tunanetra dikurangi 20 persen.
Baca: Fadli Zon Sebut Situng KPU Penuh Masalah dan Layak Dihentikan
"Selain itu, teks bacaan tidak lebih dari 3 paragraf dan menghindari kata kata visual. Kemudian, gambar atau tabel atau grafik dinarasikan atai dimodifikasi dan sistem operasinya menggunakan keyboard tanpa mouse," katanya.
Sementara itu, Menteri Ristekdikti Mohamad Nasir mengatakan bahwa peluncuran perangkat lunak UTBK masuk perguruan tinggi tersebut agar semua orang memiliki kesempatan yang sama.
"Kebijakan yang sangat ramah pada difabel kali ini kita lakukan sehingga semua orang mempunyai kesempatan sama masuk perguruan tinggi," katanya.
Panggil rektor yang diskriminatif
Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Mensristek Dikti) Mohamad Nasir akan memanggil rektor yang bersikap diskrimintaif terhadap penyandang disabilitas.
Pernyataan Nasir tersebut menjawab pertanyaan wartawan masih adanya kampus yang belum inklusif terhadap kaum difabel.
"Kalau ada perguruan tinggi diskriminasi, akan saya panggil,apalagi kalau itu perguruan tinggi negeri, kami akan panggil rektornya," ujar Nasir, di Kantor Kemenristekdikti, Senayan, Jakarta, Jumat, (3/5/2019).
Menurut Nasir istilah diskriminasi itu harus dibersihkan dari kampus.
Baca: Prestasi-Prestasi Mentereng Robert Rene Alberts yang Potensial Bawa Persib Juara
Karena menurutnya setiap warga negara memiliki hak yang sama.
Karena itu pemerintah terus berupaya memfasilitasi kaum difabel, salah satunya yang terakhir yakni meluncurkan perangkat lunak screen reader bagi penyandang tuna netra yang akan mengikuti Ujian Terbuka Berbasis Komputer (UTBK) masuk perguruan tinggi.
Baca: Undang 500 Tamu Termasuk Sang Mantan, Reino Barack Akan Duet dengan Syahrini
Menurut Nasir tidak ada alasan kampus diskriminatif terhadap penyandang disabilitas.
Penyediaan fasilitas menurutnya ditanggung negara dan kampus hanya menyiapkan.
"Misalnya kalau fisik, tangganya disediakan,kalau (kampus) belum punya lift, perkuliahan digelar di bawahan" katanya.