Masuknya Aktivis 98 Dalam Pemerintahan Bisa Jadi Kunci Menyelesaikan Kasus Pelanggaran HAM
Direktur LIMA, Ray Rangkuti meyakini masuknya para aktivis 98 dalam pemerintahan bisa jadi kunci untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM 98.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Lingkar Madani Indonesia (LIMA), Ray Rangkuti meyakini masuknya para aktivis 98 dalam pemerintahan bisa jadi kunci untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM 98.
Sebab, Ray Rangkuti menilai, para aktivis 98 yang masuk pemerintahan punya tanggung jawab yang besar.
Hal itu disampaikan Ray Rangkuti saat diskusi 'Sudah Siapkah 98 Menjaga Pemerintahan dan Demokrasi Dari Dalam' di Kopi Bang Pred, Gedung Graha Pena 98, Kemang, Jakarta Selatan, Jumat (3/5/2019).
"Ada tanggung jawab lebih terhadap kawan-kawan 98 ini, bukan hanya tanggung jawab bahwa kejahatan kemanusiaan, tapi salah satunya adalah yang menjadi konsen anak 98 adalah mereka di depan mereka, teman mereka korban-korban dari peristiwa 98 itu," ucap Ray Rangkuti.
Ray Rangkuti juga mengatakan, aktivis 98 merupakan saksi sejarah peristiwa berdarah yang terjadi pada masa reformasi 98.
Baca: Pasangan Bukan Suami Istri Kepergok Petugas Berada Dalam Satu Kamar
Untuk itu, mereka disebut Ray Rangkuti, punya pandangan segar soal bagaimana menyelesaikan kasus HAM.
"itu menjadi beban moral mereka yang lebih tinggi dibandingkan mereka yang tak pernah tahu sejarah reformasi 98," kata Ray Rangkuti.
Selain itu, masuknya aktivis 98 dalam pemerintahan bisa jadi memecahkan mitos bahwa politik moral bisa berbuat untuk rakyat.
Diketahui, selama ini aktivis 98 tak ada yang terjun ke pemerintahan karena terbentur politik moral dimana para aktivis yang mengkritisi pemerintah ujung-ujungnya untuk minta kekuasaan.
"Saya kira pengertian politik moral itu perlu di revisi ulang, bahwa yang dinamakan politik moral itu adalah seluruh aktivis dengan menggunakan kekuasaan sebesar besarnya bagi kepentingan publik," kata Ray Rangkuti.