Mahkamah Agung Berhentikan Hakim Kayat, Tersangka Penerima Suap Rp 500 Juta
Kayat diberhentikan setelah KPK menetapkan status tersangka kasus dugaan suap senilai Rp 500 juta untuk membebaskan terdakwa kasus pemalsuan surat.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Agung mengganjar pemberhentian sementara Kayat alias KYT, hakim pada Pengadilan Negeri (PN) Balikpapan, Kalimantan Timur.
Kayat diberhentikan setelah KPK menetapkan status tersangka kasus dugaan suap senilai Rp 500 juta untuk membebaskan terdakwa kasus pemalsuan surat, Sudarman.
"Jadi karena sudah ditetapkan oleh KPK jadi akan diusulkan diproses untuk pemberhentian sementara kepada Ketua Mahkamah Agung. Sambil KPK menangani proses hukumnya," kata Juru Bicara MA, Andi Samsan Nganro.
Jika status hukum Kayat inkrah, yang bersangkutan langsung dihentikan tetap dari profesi sebagai hakim. Kini MA menyerahkan sepenuhnya proses hukum kasus tersebut ke KPK. "Kita percayakan dan serahkan pada KPK untuk proses hukumnya lebih lanjut," ujar Andi.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya menetapkan hakim Pengadilan Negeri Balikpapan, Kayat, sebagai tersangka kasus suap pemulusan perkara penipuan.
Penetapan tersangka ini dilakukan setelah penyidik KPK melakukan gelar perkara.
Selain Hakim Kayat, KPK juga menjerat dua orang lainnya sebagai tersangka dalam kasus ini, yakni Advokat Jhonson Siburian, dan pihak swasta bernama Sudarman alias SDM dalam kasus pemalsuan surat.
Kayat meminta uang jasa sebesar Rp 500 juta untuk membebaskan Sudarman.
"KPK meningkatkan status penanganan perkara ke tingkat penyidikan dan menetapkan tiga orang tersangka," ucap Wakil Ketua KPK Laode M Syarif, di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta, Sabtu (4/5/2019) sore.
Kayat disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau huruf c atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Baca: Dianggap Meresahkan, Anak Punk di Kabupaten Pekalongan Dirazia Satpol PP
Sedangkan Sudarman dan Johnson disangkakan melanggar pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Terkait konstruksi perkara, pada 2018 Sudarman dan dua terdakwa lainnya disidang di Pengadilan Negeri Balikpapan dalam kasus pemalsuan surat.
Setelah sidang, Kayat bertemu dengan Jhonson Siburian, pengacara Sudarman, untuk menawarkan bantuan apabila Sudarman ingin bebas.
Syaratnya, Sudarman menyetor uang Rp 500 juta.
Sudarman belum bisa memenuhi permintaan Kayat, namun berjanji memberikan Rp 500 juta jika tanahnya di Balikpapan laku terjual.
"Untuk memberikan keyakinan pada KYT (Kayat), SDM (Sudarman) sampai menawarkan agar KYT memegang sertifikat tanahnya. Uang suap baru diberikan setelah tanahnya laku terjual. Namun KYT menolak dan meminta fee diserahkan dalam bentuk tunai saja," tutur Laode M Syarif.
Menurut Laode M Syarif, pada Desember 2018 jaksa penuntut umum mengajukan tuntutan pidana terhadap Sudarman berupa pidana 5 tahun penjara.
Beberapa hari kemudian masih di Desember 2018, Sudarman divonis bebas Hakim Kayat.
Sekitar satu bulan setelah pembacaan putusan, uang belum diserahkan Sudarman.
Kayat menagih janji melalui Jhonson.
Kemudian, pada 2 Mei 2019, Jhonson bertemu Kayat di Pengadilan Negeri Balikpapan.
Saat itu Kayat menyampaikan akan dipindahtugaskan ke Sukoharjo, Jawa Tengah.
Baca: UPDATE HASIL Real Count KPU Pilpres 2019 Jokowi vs Prabowo Data Masuk 67%, Hari Senin
"KYT (Kayat) menagih janji fee dan bertanya oleh-olehnya mana?" kata Laode M Syarif.
Kemudian pada 3 Mei 2019, karena sudah mendapatkan uang muka dari pihak pembeli tanahnya, Sudarman mengambil uang sebesar Rp 250 juta di sebuah bank di Balikpapan.
Dari jumlah tersebut, Rp 200 juta ia masukkan ke dalam kantong plastik hitam, dan Rp 50 juta ia masukan ke dalam tasnya.
Kemudian ia menyerahkan uang Rp 200 juta kepada Jhonson dan stafnya untuk diberikan pada Kayat di sebuah restoran makanan di Balikpapan.
Pada 4 Mei 2019, Jhonson menyerahkan uang sebesar Rp 100 juta kepada Kayat di Pengadilan Negeri Balikpapan, sedangkan Rp 100 juta lainnya ditemukan di kantor Jhonson.
"KPK menyampaikan terima kasih pada pelapor yang telah memberikan informasi valid tentang dugaan terjadinya tindak pidana korupsi dalam perkara ini. Kami juga sampaikan terima kasih pada Polda Kalimantan Timur yang telah membantu dan memfasilitasi proses pengamanan dan pemeriksaan awal setrlah OTT (operasi tangkap tangan)," ujar Laode M Syarif.
Kerja Sama KPK-MA
Laode M Syarif mengatakan KPK sebenarnya sudah menjalin kerja sama dengan Mahkamah Agung (MA) terkai pembinaan hakim.
Laode mengatakan ada dua program kerja sama yang dijalin KPK dan MA.
"Karena banyak yang mempertanyakan tentang kerja sama KPK dengan MA, maka saya ingin sampaikan yang ada sekarang ini ada dua (bentuk kerja sama)," kata Laode M Syarif.
Kerja sama pertama, dijalin dengan Badan Pengawas (Bawas) MA. Laode mengatakan KPK melakukan pelatihan terhadap petugas Bawas untuk melakukan pengawasan kinerja hakim.
"Mungkin teman-teman dulu pernah melihat saat masih ada Pak Tijo (mantan hakim agung Artidjo Alkostar) ada misteri shopping seperti itu mereka pura-pura mengunjungi beberapa pengadilan dan itu pelayanan pengadilannya itu seperti apa itu salah satu kerja sama dengan KPK," ungkap Laode.
Selain itu, KPK kini tengah kerja sama dengan MA terkait peningkatan kualitas tata kelola adminstrasi dan keuangan.
KPK ingin ke depan kerja sama ini harus ditingkatkan.
"Ini kerja sama dengan tiga pihak MA, KPK dan BPKP. Terus terang ini masih baru di setahun terakhir ini dan capaiannya belum banyak tapi kami pikir ini penting untuk KPK lalukan," ujarnya.
Laode juga berharap ke depan sistem peradilan pidana di Indonesia terus semakin baik.
Sebab, baik atau tidaknya sistem peradilan indonesia sangat mempengaruhi persentase corruption percetion index (CPI).
"Karena sistem peradilan pidana kita ini menjadi yang betul-betul menarik ke bawa nilai CPI indonesia, corupption preseption index," katanya.
Minta MA Serius
Ada lima orang yang diamankan dalam OTT di Balikpapan, Jumat. Ketika tiba di kantor KPK, Jakarta, sekitar pukul 08.40 WIB, Sabtu, Kayat mengenakan baju batik warna putih.
Selain Kayat, KPK juga mengamankan seorang panitera di Pengadilan Negeri Balikpapan, dua orang pengacara, dan satu orang unsur swasta.
"Sebanyak lima orang yang diamankan di Balikpapan telah dibawa ke KPK. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan intensif," ucap Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Sabtu.
Dalam kasus itu penyidik menyita sejumlah uang tunai.
"Ada uang yang diamankan dalam perkara ini, diduga merupakan bagian dari permintaan sebelumnya jika dapat membebaskan terdakwa dari ancaman pidana dalam dakwaan kasus penipuan terkait dokumen tanah," kata Febri Diansyah.
KPK meminta Mahkamah Agung (MA) serius menindak tegas setiap pelanggaran.
"Berulangnya hakim yang dijerat korupsi, KPK meminta keseriusan Mahkamah Agung melakukan perbaikan ke dalam dan bertindak tegas terhadap pelanggaran sekecil apa pun," kata Laode.
KPK menyatakan siap membantu Mahkamah Agung RI untuk melakukan perbaikan sebagai bagian ikhtiar bersama untuk menjaga institusi peradilan.
KPK menyesalkan para penegak hukum yang terjerat kasus korupsi dan suap.
"Jika korupsi saja merupakan kejahatan luar biasa, maka korupsi dilakukan oleh penegak hukum kami pandang merupakan bentuk korupsi yang jauh lebih buruk," ujarnya. (tribun network/thf)