Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ratusan Petugas KPPS Meninggal, Perludem : Pemilu Borongan Lima Surat Suara Tak Kompatibel

Pasalnya, masyarakat lebih fokus pada pelaksanaan Pemilihan Presiden (Pilpres) ketimbang Pemilihan Legislatif (Pileg)

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
zoom-in Ratusan Petugas KPPS Meninggal, Perludem : Pemilu Borongan Lima Surat Suara Tak Kompatibel
Reza Deni/Tribunnews.com
Titi Anggraini 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menilai sistem penyelenggaran Pemilu 2019 secara serentak perlu dievaluasi.

Titi Anggraini mengatakan pelaksanaan pemilu tahun 2019 ini terlalu membebani penyelenggara pemilu terutama Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).

Baca: Mulan Jameela Tanggapi Soal Kematian 500 Lebih Petugas KPPS, Pakai Tagar #Bukanperkara0102lagi

"Setidaknya ada beberapa hal yang harus kita evaluasi, yang pertama pemilu borongan lima surat suara dari sisi beban penyelenggaraan sangat tidak kompatibel bagi kapasitas penyelenggara pemilu kita untuk bisa bekerja secara baik dan proporsional," ucap Titi Anggraini ditemui di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (11/5/2019).

Selain itu, Titi Anggraini menilai Pemilu 2019 tidak berjalan secara adil.

Pasalnya, masyarakat lebih fokus pada pelaksanaan Pemilihan Presiden (Pilpres) ketimbang Pemilihan Legislatif (Pileg).

Sehingga, kata Titi Anggraini, masyarakat tak fokus untuk memilih calon wakil rakyat terbaik.

Berita Rekomendasi

"Kemudian juga membuat pemilu legislatif menjadi di bawah bayang-bayang penyelenggaraan pemilu presiden," katanya.

"Akhirnya caleg pun mestinya ditelusuri rekam jejaknya, ditelusuri apa programnya tidak dinilai secara proporsional dan baik oleh para pemilih," imbuhnya.

Untuk itu, Titi berharap format pemilihan serentak tidak lagi digunakan pada pemilu mendatang.

"Jadi kami mengusulkan legislator produk pemilu langsung bekerja merumuskan Undang-Undang Pemilu sebagai evaluasi dari penyelenggaraan pemilu 2019 hingga 2024, paling lambat tahun 2021 kita sudah punya Undang-Undang pemilu yang betul-betul merefleksikan hasil evaluasi kita," pungkasnya.

Untuk diketahui, Pemilu serentak 2019 mendapat sorotan dari berbagai pihak.

Hal itu lantaran ratusan petugas KPPS meninggal dunia dan ribuan lainnya jatuh sakit karena kelelahan menjalani tahapan Pemilu yang panjang.

Jumlah petugas penyelenggara Pemilu, dalam hal ini Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang tertimpa musibah sudah mencapai 4.766 jiwa.

Data ini dihimpun per 7 Mei 2019, pukul 08.00 WIB, dengan rincian 456 petugas KPPS meninggal dunia, dan 4.310 lainnya jatuh sakit.

Baca: Bakal Ada Menteri Perempuan Muda dan Cantik Pilihan Jokowi

"Menyampaikan, update data per 7 Mei 2019 pukul 08.00 WIB. (Petugas KPPS) Wafat 456, Sakit 4.310. Total, 4.766," kata Komisioner KPU RI Viryan Azis saat dikonfirmasi, Rabu (8/5/2019).

Sebagian besar, mereka meninggal dunia karena faktor kelelahan fisik, ditambah kurangnya waktu istirahat. 

Wafatnya Ratusan Petugas KPPS Tak Sebanding dengan Uang

Elza Syarief sebagai pengacara dari komunitas kesehatan peduli bangsa, mengatakan bahwa nyawa Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) tak sebanding dengan uang.

"Bukan semudah itu nyawa manusia. Karena nyawa manusia itu yang tertinggi," kata Elza Syarief, di Jalan Latuharhari, Jakarta Pusat, Kamis (9/5/2019).

Baca: Ratusan Petugas KPPS Meninggal, Fadli Zon Ungkit Kasus Kopi Mirna

Suasana di rumah duka Ketua KPPS TPS 33 yang meninggal akibat penyakit yang dideritanya, Sabtu (11/5/2019)
Suasana di rumah duka Ketua KPPS TPS 33 yang meninggal akibat penyakit yang dideritanya, Sabtu (11/5/2019) (Tribunjakarta.com/Nur Indah Farrah Audina)

"Kalian coba misalnya ada saudara yang meninggal, dikasih Rp 36 juta sudah oke? Enggak kan? Karena bisa berhari-hari, bisa berbulan-bulan ingat masa hidupnya," lanjut Elza Syarief.

"Kan enggak begitu nyawa manusia. Bukan begitu perlakuannya. Mereka harusnya lebih peduli dengan perkara ini," sambungnya.

Elza, sapaannya, berharap agar pihak Komisi Pemilihan Umum (KPU) bisa mencari solusi dari perkara tersebut.

"Saya bilang kalau untuk kemanusiaan ya harusnya persiapan ini bisa tidak mereka (KPU) persiapkan untuk dengan baik dan tidak ada korban lagi," tanya Elza.

"Kalau tidak bisa ya KPU harus mengorbankan tanggal 22 itu. Iya, harus diperpanjang lagi," lanjut Elza yang mengenakan kacamata.

Menyoal rekapitulasi suara di kawasan Jakarta Pusat, dia pun berharap agar pahlawan demokrasi tersebut tak ada lagi yang tumbang.

Maka itu, Elza mengimbau KPU agar tak berfokus dengan target semata.

Namun harus berfokus juga dengan kesehatan para KPPS di wilayah Jakarta.

"Ya KPU jangan hanya mau mengejar target tanggal dua-dua (22) sukses. Itu kan jadi merasa pekerjaan ini ya berarti dia kan tidak peduli. Nanti yang meninggal dikasih santunan lagi? Jangan sampai dan jangan begitu," tegasnya.

"Itu enggak bisa saya terima soal itu. Karena ini soal nyawa manusia," sambungnya.

Dia menegaskan, jangan sampai mengorbankan nyawa manusia yang tak bayarannya tak seberapa.

"Jangan mengorbankan nyawa manusia. Sudah, itu saja yang saya pikirkan," tegasnya.

 Artinya, lanjut Elza, sistem penghitungan yang terkesan memaksakan ini harus diperbaiki.

"Bukan dihentikan. Ya dihentikan sementara untuk perbaiki manajemen ini," ujae Elza sambil berdiri.

"Habis itu lanjut lagi tidak apa-apa. Kan itu semuanya tercatat. Bukan oral. Semuanya ada C1, ada catatan-catatan, ada di IT. Kan enggak mungkin hilang kan. Tapi kalau manusia, bisahilangkan nyawanya," jelas Elza.

Dia pun berkeinginan untuk melakukan investigasi dengan bekerja sama dengan pihak-pihak terkait.

"Pertama, kita ingin melakukan investigasi dengan tim pencari fakta. Apa sebabnya, kita melakukan otopsi, forensik, dengan kerja sama pihak kepolisian," ujarnya.

"Kan kita bisa lihat beban pekerjaannya KPPS yang besar. Yang katanya kelelahan saja itu bisa membuktikan pelanggaran hukum. Karena beban kita sehari kan normalnya 8 jam kerja," pungkasnya.

Jumlah petugas penyelenggara Pemilu 2019 yang meninggal dunia terus bertambah. Data sementara secara keseluruhan petugas yang tewas mencapai 554 orang, baik dari pihak Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) maupun personel Polri.

Kakor Binmas Baharkam Polri Irjen Pol Herry Wibowo mengunjungi keluarga Sukrani, anggota Kelompok Panitia Pemungutan Suara (KPPS) yang meninggal dunia di Desa Legok Sukamaju Kecamatan Kemiri, Kabupaten Tangerang, Jumat (10/5/2019).
Kakor Binmas Baharkam Polri Irjen Pol Herry Wibowo mengunjungi keluarga Sukrani, anggota Kelompok Panitia Pemungutan Suara (KPPS) yang meninggal dunia di Desa Legok Sukamaju Kecamatan Kemiri, Kabupaten Tangerang, Jumat (10/5/2019). (Tribun Jakarta)

Baca: Banyak Petugas KPPS Meninggal, KNPI Wajibkan Seluruh Pengurus Pasang Bendera Setengah Tiang

Berdasarkan data KPU per Sabtu (4/5) pukul 16.00 WIB, jumlah petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang meninggal sebanyak 440 orang. Sementara petugas yang sakit 3.788 orang.

Jumlah itu bertambah dari hari sebelumnya yaitu 424 orang. Begitu pula dengan petugas yang sakit juga bertambah dari hari sebelumnya yang mencapai 3.668 orang.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas