Problem Mendasar Persoalan Sampah di Indonesia, Pemilahan Hingga Tempat Pembuangan
Sampah telah dipisah sejak dari rumah sehingga tidak muncul biaya untuk pemilahan
Editor: Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengelolaan sampah yang buruk memicu terjadinya problem pelik mengenai sampah plastik kemasan pascakonsumsi di Indonesia.
Kondisi itu diperburuk dengan rendahnya kesadaran masyarakat untuk memilah bermacam jenis sampah.
Ketua Asosiasi Daur Ulang Indonesia (ADUPI), Christine Halim mengatakan, di luar negeri sampah plastik memiliki nilai ekonomi tinggi karena bisa langsung di daur ulang.
Sampah telah dipisah sejak dari rumah sehingga tidak muncul biaya untuk pemilahan.
"Sedangkan di Indonesia, tambah Christine, industri daur ulang harus mengeluarkan biaya untuk pemisahan sampah, yang umumnya dilakukan oleh pemulung," kata Cristine di Jakarta, 13 Mei 2019.
Cristine menyebut, Industri daur ulang di di Eropa, misalnya, sudah sangat maju.
Baca: Sampah Buatan Manusia Ditemukan di Dasar Laut Terdalam
Bahkan kini ada teknologi yang bisa mengembalikan plastik daur ulang hingga menyerupai produk asalnya.
Pendapat Christine dikuatkan oleh pengamat kebijakan publik yang juga anggota Dewan Sampah, Agus Pambagio.
Menurut Agus, problem mendasar sampah di Indonesia adalah TPS (Tempat Pembuangan Sampah) dan budaya pemilhan sampah sejak dari rumah.
“Padahal sampah memiliki nilai ekonomi, baik diolah menjadi energi atau di daur ulang seperti sampah plastik”, ujar Agus.
Sementara ahli keamanan pangan Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof Ahmad Sulaeman, menuturkan, banyak manfaat dan keunggulan daur ulang plastik antara lain mengurangi pencemaran lingkungan.
Bakkan, tambah Ahmad, sekarang para aktivis lingkungan sedang mengupayakan plastik daur ulang bisa digunakan sebagai kemasan olahan pangan.
Baca: Suka Wisata Kuliner, Dian Sastro Tergerak Bantu Kurangi Sampah Plastik
"Di Uni Eropa 25-35 persen plastik daur ulang digunakan untuk kemasan olahan pangan. Di Indonesia contohnya adalah plastik kemasan galon Aqua yang telah menggunakan 25 persen plastik daur ulang," katanya.
Perihal penggunaan plastik daur ulang untuk kemasan pangan, Badan Pengawas Makanan dan Obat (BPOM) telah menerbitkan Peraturan BPOM Tentang Pengawasan Kemasan Pangan, pada 2011.
Pasal 10 peraturan tersebut mengatur, kemasan pangan dari bahan daur ulang plastik harus melalui proses yang menjamin produknya berkualitas dan aman .
“Kemasan daur ulang tidak boleh membuat masalah baru dipangannya. Karena pangannya sendiri sudah diproses dengan prinsip-prinsip yang benar. Artinya semua kemasan plastik yang daur ulang harus sesuai standar BPOM,” kata Plt Deputy Pengawasan Pangan Olahan BPOM, Tetty Sihombing.