Said Didu: Nanti Saya Ngomongnya Lebih Kencang
Berbeda halnya saat masa Presiden Soeharto, di mana PNS bebas berpendapat terkait kebijakan publik.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Said Didu mengundurkan diri sebagai sekretaris utama Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) sekaligus Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau Aparatur Sipil Negara (ASN) di badan tersebut.
Ditemui di kantor BPPT, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Senin (13/5), mantan Staf Khusus Menteri ESDM tersebut mengaku ingin bebas atau merdeka menyampaikan kritik kebijakan pemerintah, terutama berkaitan BUMN.
Said Didu telah mengabdi selama 32 tahun, 11 bulan, 24 hari sebagai PNS.
Baca: Mundur dari Aparatur Sipil Negara, Said Didu: Saya Ingin Merdeka
Namun, ia tak mendapatkan kebebasan menyampaikan pendapat semasa kepemimpinan Presiden Joko Widodo dan justru PNS terbawa oleh arus politik.
Berbeda halnya saat masa Presiden Soeharto, di mana PNS bebas berpendapat terkait kebijakan publik.
Said Didu mengatakan pengunduran dirinya tak terkait situasi politik saat ini.
Dan kehadirannya sebagai pembicara di acara capres-cawapres nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno tak tidak melanggar aturan PNS BPPT.
Di antara acara yang diikuti oleh Said Didu itu adalah pertemuan cawapres Sandiaga Uno dengan kelompok pendukung capres-cawapres nomor urut 02, Prabowo-Sandi, di rumah makan Batik Kuring, Kawasan SCBD Sudirman, Jakarta, pada 8 Mei 2019.
Saat itu Sandiaga Uno memberikan kritik ke pemerintah dan motivasi kepada para pendukungnya seperti aktivis Lieus Sungkarisma yang ditetapkan sebagai tersangka oleh kepolisian.
Said mengakui mendapat tawaran dari sejumlah sejawat politisi untuk masuk ke dalam struktur partai politik pasca-menanggalkan status PNS. Namun, ia belum terarik untuk terjun ke politik maupun menjadi politikus.
Menurutnya, dirinya akan lebih bebas dan lebih tajam memberikan kritik dan masukan jika dirinya tak bertatus sebagai PNS maupun orang partai politik.
Berikut petikan wawancara khusus Tribun dengan Said Didu:
Menarik, Anda bilang alasan mengundurkan diri sebagai PNS karena ingin merdeka? Bisa Anda ulas lagi?
Ya memang, satu Merdeka, itu aturan-aturan yang mengekang ini terlalu ini.
Saya mengalami, dulu saya masuk BPPT sejak (masa Presiden) Pak Soeharto, waktu itu kita bebas berperdapat, sebagai pegawai negeri bebas berpendapat apapun.
Sekarang ini tidak bisa sama sekali dan semua diarahkan seakan-akan ke politik, semua ke politik.
Jadi, orang presentasi pun arahnya politik. Jadi memang, birokrat itu pegawai negeri atau pegawai negara, bukan pegawai pemerintah.
Nah, yang kedua adalah bahwa semua sekarang dipolitisir. Jadi, ya sudah lah, dengan titik ini saya menyatakan saya harus berhenti. Saya harus berhenti sebagai pegawai negeri.
Apakah tidak ada desakan atau tekanan kepada Anda atas pengunduran diri ini?
Engga ada sih, engga ada desakan, ini inisiatif saya ingin berhenti.
Jadi, Anda merasa sekarang waktu yang tepat untuk mengundurkan diri dari PNS?
Sudah waktu yang tepat untuk menyatakan saya berhenti, selesai.
Selain itu, apakah sebelum ini ada ada tawaran di politik?
Engga, saya engga ada.
Mungkin Anda ditawari masuk parpol?
Engga, saya engga menarik.
Jadi, sejauh ini belum ada tawaran masuk ke parpol?
Banyak sih temen-temen mengajak, tapi saya belum tertarik.
Siapa yang ajak?
Belum..belum, kan berteman saja, semua berteman.
Mungkin dari parpol siapa pak?
Enggak.., saya engga boleh dibuka.
Mungkin dari BPN?
Engga juga.
Berarti tawarannya dari kubunya capers-cawapres 01?
Enggak juga, enggak ada. Engga ada kaitannya sama sekali. Saya inisiatif saja mundur.
Apa Anda mendapat tawaran posisi dari kubu BPN atau 02?
Enggak ada. Engga, politisi teman saya semua banyak, tapi saya kan enggak tertarik masuk politik.
Saya engga menarik masuk politik, sekarang kan moralitas diabaikan.
Selanjutnya, apakah Anda akan tetap mengkritisi kebijakan pemerintah di ruang publik ?
Saya akan spesialisasikan diri untuk mengawasi kebijakan publik.
Bisa lebih spesifik, terkait hal apa yang akan dikritisi?
Saya pasti (kritisi) kebijakan publik.
Yang kedua ini BUMN pasti saya kritisi terus. Ilmu saya pertanian saya paham, kemudian energi sumber daya mineral pasti saya tahu, kemudian fiskal moneter itu pasti saya kritisi.
Mungkin nanti BUMN-nya juga dikritisi?
BUMN itu sudah pasti, karena saya tahu persis kondisi BUMN sekarang benar-benar lagi nyungsep dalam segala hal.
Walaupun berhasil, berusaha ditutup-tutupi muncul kaya Garuda sampai sekarang Pertamina.
Laporan keuangan Pertamina belum keluar, laporan keuangan PLN belum keluar. Itu pasti karena saya, makanya kalau goyang itu, goyang semua.
Enggak mau terjun politik?
Biar saya bebas. Justru, nanti ngomongnya lebih kencang. Hehehe...
(Tribun network/adiyuda)