Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pemohon Uji Materi UU Tipikor Perbaiki Permohonan

Dia meminta agar pejabat BUMN tidak dapat dikenakan sanksi pidana jika melakukan tindakan merugikan keuangan negara.

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Eko Sutriyanto
zoom-in Pemohon Uji Materi UU Tipikor Perbaiki Permohonan
KOMPAS.COM/Sandro Gatra
Gedung Mahkamah Konstitusi, KOMPAS.COM/Sandro Gatra 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang lanjutan uji Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pada Selasa (14/5/2019) ini, sidang beragenda perbaikan permohonan. Pemohon melalui penasihat hukum melakukan perbaikan terhadap permohonan dalam Perkara Nomor 32/PUU-XVII/2019.

Janses E Sihaloho selaku penasihat hukum pemohon mengaku sudah mempelajari putusan MK terdahulu. Pihaknya mengelaborasi serta menegaskan perbedaan permohonan dengan perkara terdahulu.

"Di bagian petitum kami mengubah frasa Pertamina menjadi frasa Badan Usaha Milik Negara (BUMN,-red). Ini untuk memenuhi syarat erga omnes (terhadap semua,-red),” kata Janses, seperti dilansir laman MK, Selasa (14/5/2019).

Baca: Prabowo Buat Wasiat Malam Ini, Ahli Hukum Dikumpulkan

Selain itu, dia meminta agar pejabat BUMN tidak dapat dikenakan sanksi pidana jika melakukan tindakan merugikan keuangan negara.

Di sidang sebelumnya, para Pemohon menyampaikan Pasal 21 UU Tipikor tidak memberikan jaminan kepastian hukum dan multitafsir sepanjang frasa “secara langsung dan tidak langsung” dan bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

Berita Rekomendasi

Pemohon mendalilkan penegak hukum seperti penyidik kepolisian, kejaksaan, dan KPK menjadi bebas tafsir karena tidak ada kesepahaman dan standar yang pasti mengenai waktu seorang advokat dalam hal jenis perbuatan hukum dapat diartikan sebagai perbuatan yang dimaksud sebagai perbuatan secara “langsung atau tidak langsung” dalam melakukan pembelaan kepada kliennya.

Selain itu, para pemohon menyatakan penerapan ketentuan dan pengertian “setiap orang” dalam pasal a quo telah menimbulkan ketidakpastian hukum karena tidak memandang siapa orang perorangan yang dimaksud, apakah termasuk seseorang yang berprofesi sebagai advokat sehingga seakan membungkam advokat agar melakukan pembelaan kepada kliennya secara pasif.

Dengan kata lain, ketentuan tersebut telah menimbulkan ketidakpastian hukum dikarenakan seorang advokat seseungguhnya diberikan kebebasan untuk melakukan pembelaan terhadap kliennya dengan itikad baik, tetapi kemudian dibatasi oleh Pasal 21 UU Tipikor tersebut.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas