Polisi Tangguhkan Penahanan Ketua GNPF-U Bogor Terkait Dugaan Penyebaran Berita Bohong
Kepolisian Resor Bogor Kota menangguhkan penahanan Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Ulama (GNPF-U) Bogor, Jawa Barat, Ustaz Iyus Khaerunnas.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, BOGOR - Kepolisian Resor Bogor Kota menangguhkan penahanan Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Ulama (GNPF-U) Bogor, Jawa Barat, Ustaz Iyus Khaerunnas, yang sebelumnya ditangkap karena dugaan penyebaran berita bohong.
Melalui keterangan tertulis, Sabtu (18/5/2019), Kapolresta Bogor Kota, Kombes Pol Hendri Fiuser, mengatakan permohonan penangguhan penahanan dilayangkan oleh pihak keluarga dan kuasa hukum.
Penangguhan penahanan diberikan karena alasan kemanusiaan dan subjektif penyidik.
"Dengan alasan kemanusiaan dan dengan pertimbangan yang bersangkutan tidak akan melarikan diri, dan tidak akan menghilangkan barang bukti, Kapolresta Bogor Kota memberikan penangguhan penahanan kepada yang bersangkutan," ujar Kombes Pol Hendri Fiuser.
Meski penahanan ditangguhkan, proses penyidikan kasus Iyus Khaerunnas tetap berjalan.
Iyus Khaerunnas selaku tersangka juga diwajibkan lapor diri dua kali seminggu ke Satuan Reskrim Polresta Bogor Kota.
Kepastian ditangguhkannya penahanan Iyus Khaerunnas disampaikan langsung Kapolresta Bogor Kota, Kombes Pol Hendri Fiuser, saat menerima massa pengunjuk rasa dari Forum Kedaulatan Rakyat RI (FKR-RI) di Tugu Kujang, Kota Bogor, Sabtu pagi.
Massa yang berunjuk rasa terkait Pemilu 2019 sempat menuntut kejelasan nasib Iyus Khaerunnas yang juga koordinator lapangan unjuk rasa tersebut.
Iyus Khaerunnas absen dalam unjuk rasa itu karena ditangkap dan diperiksa penyidik di Mapolresta Bogor Kota.
Kombes Pol Hendri Fiuser dari atas mobil komando pengunjuk rasa mengatakan proses pemeriksaan Iyus Khaerunnas selesai dan akan dikembalikan kepada keluarga.
"Berkaitan dengan Ustaz Iyus kemarin, sudah kita lakukan pemeriksaan, pemeriksaan sudah cukup, dan saya sudah koordinasi dengan bapak-bapak kiai, ustaz, dan pengacaranya, Insya Allah kita kembalikan," kata Kapolresta dari atas mobil komando.
Sebelumnya, tim dari Satuan Reskrim Polresta Bogor Kota menangkap Ketua GNPF Ulama Bogor, Iyus Khaerunnas, di Perum Griya Soka, Sukaraja, Kabupaten Bogor, pada Jumat (17/5/2019) pukul 14.00 WIB.
Iyus ditangkap karena sangkaan melakukan penyebaran berita bohong mengenai ajakan perlawanan jihad nasional dan komunisme masif di Indonesia.
Hal itu disampaikan Iyus Khaerunnas dalam video yang beredar di media sosial pada 14 Mei 2019.
Iyus disangkakan melanggar Pasal 45 A ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahaan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi elektronik (ITE) dan atau Pasal 14 dan atau Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang penyebaran berita bohong dan atau Pasal 160 KUH-Pidana.
Kuasa hukum Iyus, Beni Mahyudin, membenarkan kliennya ditangkap atas dugaan seruan jihad dan berbicara soal komunisme dan jihad nasional yang viral di media sosial.
Beni menuturkan, dalam video yang beredar, kliennya berbicara soal jihad. Namun, kata Beni, kata jihad yang dimaksud itu bukan dalam arti perang, melainkan jihad konstitusi.
Berdasarkan keterangan kliennya, terdapat video yang terpenggal ketika Iyus menjelaskan masalah jihad.
Namun, pihaknya pun belum mengetahui siapa yang memenggal bagian video dan memviralkan video tersebut.
Baca: Terduga Teroris yang Ditangkap Ternyata Sudah Merencanakan Menyerang Kerumunan Massa 22 Mei
Jangan Ngomong Sembarangan
Pihak kepolisian menetapkan tersangka dan penangkapan sejumlah tokoh dan warga karena dugaan melakukan penyebaran berita bohong dan dugaan makar jelang penetapan rekapitulasi penghitungan suara Pemiu 2019 pada 22 Mei mendatang.
Hal itu terjadi seiring banyaknya pernyataan seruan aksi 'people power' dari para tokoh dan warga karena merasa ada kecurangan dalam Pemilu 2019.
Namun, tuduhan kecurangan pemilu tersebut belum dapat dibuktikan.
Sebelumnya, Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko mengingatkan para tokoh masyarakat agar tak sembarangan berbicara.
Ia mengatakan, jika masih berbicara sembarangan, ancaman penangkapan menanti.
"Jangan ngomong sembarangan. Anda ngomong sembarangan ada risiko. Jadi sebenarnya sekarang itu sudah saya katakan dua bulan yang lalu. Tapi masih sembarangan, tangkepin aja. Itu konsekuensi," kata Moeldoko di Posko Cemara, Menteng, Jakarta, Jumat (17/5/2019).
Moeldoko menyebutkan, Indonesia merupakan negara hukum. Oleh karena itu, setiap warga negara harus mempertanggungjawabkan segala perbuatannya di depan hukum.
Baca: Kesaksian Istri Terduga Teroris di Gresik: Pulang dari Musala Bapak Diambil
Jika perbuatan seorang warga negara terbukti melanggar hukum, proses hukum harus dijalankan.
Mantan Panglima TNI itu merasa heran lantaran masih saja ada tokoh yang berbicara sembarangan.
Ia mengaku telah mengingatkan semua pihak sejak dua bulan lalu untuk berhati-hati berbicara jika tak ingin berurusan dengan hukum.
"Dari awal saya sudah jelaskan, hati-hati. Negara yang demokratis itu selalu harus ditegakkan, law enforcement. Kan sudah saya katakan beberapa lalu. Hati-hati, jangan ngomong sembarangan," ujar Moeldoko.
"Masih sembarangan tangkepin aja. Itu konsekuensi. Enggak ada urusannya sama menggembosi. Dia sendiri yang menggembosi dirinya sendiri," lanjut dia. (tribun network/fah/tribunnewsbogor/kcm/coz)