Tim Asistensi Hukum Dikritik, Wiranto : Ini Bentuk Kehati-hatian Supaya Tak Dicap Sewenang-wenang
Oleh karena itu, Wiranto meminta keberadaan tim asistensi hukum bentukannya tak dipermasalahkan lagi
Penulis: Rizal Bomantama
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Wiranto Sebut Pembentukan Tim Asistensi Sebagai Bentuk Kehati-hatian Pemerintah Ambil Langkah Hukum
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rizal Bomantama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menko Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Wiranto membantah tim asistensi hukum yang dibentuknya digunakan untuk membelenggu kebebasan berdemokrasi.
Justru menurutnya, tim asistensi hukum itu sebagai bentuk kehati-hatian pemerintah dalam mengambil langkah hukum supaya tidak dicap sewenang-wenang dalam mengambil tindakan.
Baca: Pengamat HAM Berkeberatan Atas Tim Asistensi Wiranto
“Ketika aparat mendapati suatu kasus yang memang harus diselesaikan baru tim asistensi hukum tersebut diminta pertimbangan hukum karena di sana ada ahli hukum tata negara, ahli hukum pidana, dan sebagainya. Justru adanya tim ini menunjukkan aparat sangat hati-hati dalam mengambil langkah hukum supaya tidak keliru dan tidak dicap sewenang-wenang,” kata Wiranto saat ditemui awak media di Kantor Kemenko Polhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (21/5/2019).
Oleh karena itu, Wiranto meminta keberadaan tim asistensi hukum bentukannya tak dipermasalahkan lagi.
“Mereka bertugas sesuai permintaan kami, itu pun kalau kami butuh pertimbangan hukum,” ucap Wiranto.
Baca: Wiranto: Mayjen S dan Praka BP Ditangkap Terkait Penyelundupan Senjata dari Aceh
Wiranto pun menegaskan tim asistensi hukum bukanlah tim intelijen untuk mengawasi perbincangan tokoh-tokoh tertentu.
“Tim asistensi hukum itu bukan tim intelijen, bukan tim untuk saingi tugas kepolisiandan tugas kejaksaan, dan juga bukan untuk gantikan tugas Badan Intelijen Negara,” kata Wiranto.
Disebut Berpotensi Maladministrasi
Pembentukan tim asistensi hukum oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto dinilai berpotensi maladministrasi.
Wakil Ketua Ombudsman RI, Lely Pelitasari menjelaskan hal tersebut karena tim yang harusnya terdiri dari pakar independen tersebut justru strukturnya diisi oleh orang-orang di pemerintahan, termasuk Wiranto, Kapolri Jenderal Tito Karnavian dan Jaksa Agung M Prasetyo.
Baca: Wiranto : Kalau Sudah Ada Rencana Awal, Sudah Dapat Dikatakan Makar - AIMAN
"Tim asistensi hukum ini, kami akan melihat ada maladministrasi. Karena kalau kita lihat pembuatan tim ini di dalamnya ada unsur struktural dari Polhukam dan kepolisian, padahal yang ditekankan adalah independensi tim ini dalam konteks hasil-hasil kajiannya. Ini jadinya ada bias persepsi," kata Lely saat dihubungi, Jumat (17/5/2019).
Lely mengatakan, secara aturan memang tim yang bertugas mengkaji aktivitas para tokoh pasca pemilu ini legal dan sah dibentuk oleh pemerintah.
Namun, ia menilai ada sejumlah aspek yang membuat tim ini tidak proper.
"Kita meyakini independensi para ahli. Tetapi, ketika di dalamnya kemudian ada struktural kementerian hingga kepolisian, maka bisa menjadikan bias persepsi. Padahal, semangatnya tim ini harusnya tim yang independen," ujarnya.
Lebih jauh Lely menilai Wiranto sudah melampaui dan menyalahgunakan kewenangannya dalam pembentukan tim ini.
Ia menegaskan fungsi Kemenko Polhukam itu untuk menjaga kultur hukum dan kultur demokrasi, bukan untuk mengawasi langsung warga negara yang melawan hukum.
"Kesimpulannya, pembentukan tim asistensi hukum berpotensi maladministrasi. Tim asistensi hukum perlu ditinjau kembali dan tugas-tugas dikembalikan pada organ yang sudah dimandatkan undang-undang," ujarnya.
Sebelumnya, Wiranto menyatakan pembentukan Tim Asistensi Hukum Kemenko Polhukam merupakan langkah pemerintah agar langkah hukum yang diambil jelas dan terukur.
Ia menyatakan, melalui saran dari para ahli hukum yang tergabung di dalam tim tersebut, polisi bisa menindak para tokoh yang menghasut masyarakat untuk melakukan people power.
Baca: Dituding Kembali ke Orde Baru Bentuk Tim Asistensi Hukum, Wiranto: Saya Cuek Dikatakan Apa Saja
"Dengan adanya tim asistensi hukum maka langkah-langkah hukum jadi jelas. Terbukti sekarang Eggi Sudjana bisa kita proses hukum. Kivlan Zen, Permadi lagi nunggu, siapa lagi?" ujar Wiranto saat memberikan pengarahan di acara Rapat Koordinasi Tim Terpadu Penanganan Konflik Sosial tahun 2019 di Hotel Grand Paragon, Jakarta, Kamis (16/5/2019).
"Makanya kalau enggak mau berurusan dengan polisi jangan ngomong macam-macam. Sudah ngomong macam-macam urusan di polisi baru ngelak, tapi omongannya sudah tersebar," lanjut Wiranto.
Dikritik Pegiat HAM
Tim asistensi hukum awalnya dibentuk karena banyaknya tokoh yang menyampaikan tulisan lewat media sosial dan mengajak masyarakat untuk turun ke jalan saat pengumuman rekapitulasi nasional KPU pada 22 Mei mendatang.
Namun gagasan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto untuk mengawasi ucapan para tokoh nasional tersebut mendapat penolakan dari kalangan pengamat hak asasi manusia. Sejumlah aktivis dan pengamat hukum mengkritik tim bentukan Wiranto itu mengekang kebebasan berbicara.
Baca: Sikapi Pengumuman KPU : Jokowi Sebut Syukur Alhamdulillah, Prabowo Sebut Senyap-senyap
Wiranto sendiri kepada media menyatakan pembentukan Tim Asistensi Hukum Kemenkopolhukam merupakan langkah pemerintah agar langkah hukum yang diambil jelas dan terukur.
Namun menurut pengamat hak asasi manusia, Usman Hamid tidak perlu Menkopolhukam untuk membentuk tim asistensi apalagi ditujukan untuk mengawasi pernyataan-pernyataan tokoh.
"Itu sesuatu yang sebenarnya tidak lagi diperlukan di dalam era keterbukaan saat ini. Kalaupun ada orang yang katakanlah mengujarkan atau menyampaikan ujaran kebencian atas dasar agama, suku, ras dan asal usul kebangsaan. Itu proses hukumnya sudah ada di kepolisian, jadi sebagai menkopolhukam, cukup mengkoordinasikan sesuai dengan portfolio tugasnya, peranan Kapolri untuk mendorong proses hukum itu," katanya
Ditambahkan Usman, kepolisian sudah punya cyber crime unit untuk menangani kejahatan di dunia siber. Kepolisian pun memiliki aturan soal penanganan kasus ujaran kebencian.
"Itu semua prosedur-prosedurnya sudah sangat detail dan menkopolhukam itu mestinya fokus pada kebijakan-kebijakan strategis yang besar. Bukan hal-hal yang remeh temeh semacam itu," tuturnya.
Usman sekali lagi menegaskan keberatannya apabila pemerintah bahkan di dalam masa-masa yang sangat penting menunggu hasil pemilu dihitung secara resmi, dan juga menunggu proses pembentukan atau pengesahan pemerintahan yang baru, dibentuk tim yang secara sengaja dimaksudkan untuk mengawasi ucapan-ucapan para tokoh dan bahkan merekomendasikan proses hukum terhadap ucapan para tokoh itu.
Baca: Terancam Hukuman Mati, HS Kirim Surat Permintaan Maaf Pada Jokowi
"Kalaupun ada ucapan para tokoh, misalnya yang berbau kebencian, itu harus dibuktikan betul apakah kebencian itu juga dimaksudkan untuk menghasut kekerasan, menghasut diskriminasi atau mengadvokasikan kekerasan dan memang ada ancaman yang nyata kepada orang yang diancamnya itu," ucapnya.
Tapi kalau kepada pemerintah tak perlu, pemerintah itu entitas yang abstrak, yang sebenarnya menurut hukum internasional itu, tidak perlu, dalam pengertian dilindungi sebagai nama baik manusia, nama baik seseorang, itu boleh dan harus diingat bahwa tidak perlu khawatir bahwa ekspresi-ekspresi semacam itu yang disampaikan oleh para tokoh akan, katakanlah, merugikan pemerintah," pungkasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.