Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Masa Sidang MK 14 Hari Dinilai Tidak Ideal untuk Periksa Sengketa Pilpres

Perlu diingat, didalam waktu 14 hari itu persidangan nantinya akan dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu pemeriksaan pendahuluan, pembuktian, dan pembaca

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Masa Sidang MK 14 Hari Dinilai Tidak Ideal untuk Periksa Sengketa Pilpres
POROS JAKARTA
Said Salahudin 

Teknis sidang dengan menggunakan sistem panel yang direncakanan Mahkamah pun menurut dia, masih belum memadai untuk mengejar efektifitas sidang.

"Efektifitas yang saya maksudkan terkait dengan kualitas persidangan. Kalau asal bersidang saja sih gampang."

Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Anwar Usman memimpin jalannya sidang lanjutan uji UU BUMN di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (18/4/2018). Sidang tersebut beragendakan mendengarkan pendapat ahli dari pihak pemohon yaitu Prof DR. Koerniatmanto SH, MH dan Ir. Bernaulus Saragih, MSc., Ph.D. TRIBUNNEWS/HO
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Anwar Usman memimpin jalannya sidang lanjutan uji UU BUMN di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (18/4/2018). Sidang tersebut beragendakan mendengarkan pendapat ahli dari pihak pemohon yaitu Prof DR. Koerniatmanto SH, MH dan Ir. Bernaulus Saragih, MSc., Ph.D. TRIBUNNEWS/HO (TRIBUN/HO)

"Tetapi yang kita harapkan nanti kan MK tidak sekedar menggelar sidang, tetapi bagaimana persidangan dapat betul-betul mengungkap berbagai permasalahan yang muncul didalam penyelenggaraan Pemilu," paparnya.

Lebih dari itu, pendeknya masa persidangan PHPU Pilpres dia menilai juga jauh dari ideal untuk memeriksa dugaan pelanggaran yang bersifat Terstruktur, Sistematis, dan Masif (TSM), sebagaimana didalilkan oleh pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

Kalau argumentasinya TSM, itu artinya menurut dia, MK diminta untuk memeriksa kembali semua proses Pemilu sejak tahapan awal.

"Sebab, ketika disebut pelanggaran sistematis, misalnya, itu terkait dengan dugaan adanya rencana yang telah disusun atau dirancang jauh-jauh hari untuk memenangkan paslon tertentu dengan cara-cara yang melanggar aturan," jelasnya.

Belum lagi pembuktian terkait pelanggaran yang bersifat terstruktur.

Berita Rekomendasi

Di situ harus dibuktikan siapa saja aparat struktural, baik aparat pemerintah dan/atau Penyelenggara Pemilu yang secara kolektif atau bersama-sama diduga telah memberikan keuntungan atau merugikan Paslon tertentu.

"Nah, kalau untuk mengungkap semua hal itu MK hanya menggelar sidang pembuktian sebanyak tujuh kali seperti pada PHPU Pilpres 2014, atau bahkan mungkin kurang dari itu, misalnya. Bagaimana mungkin waktu yang sempit itu bisa digunakan secara optimal oleh Pemohon, Termohon, Pihak Terkait, Bawaslu, serta pihak lainnya untuk meyakinkan Mahkamah?" tegasnya.

Sekali lagi, dia tegaskan, sikapnya hendak menekankan pada aspek substansial dan kualitas persidangan. Bukan hanya terkait dengan digelarnya sidang yang bersifat reguler-prosedural.

Oleh sebab itu, menurut dia, ada baiknya jika waktu 14 hari yang dimiliki MK dalam menuntaskan perkara PHPU Pilpres, dipertimbangkan untuk diperpanjang.

Sebab, secara logis waktu tersebut memang tidak ideal untuk memeriksa begitu banyak bukti dokumen, saksi, ahli, dan sebagainya yang diajukan oleh para pihak.

Agar masa persidangan PHPU Pilpres dapat diperpanjang sehingga sidang pembuktian dapat digelar dengan frekuensi yang lebih ideal, maka satu-satunya cara yang dapat dilakukan adalah dengan menguji konstitusionalitas Pasal 475 ayat (3) UU 7/2017 melalui acara pemeriksaan cepat di Mahkamah Konstitusi.

"Sebagai pihak yang memiliki kepentingan langsung atas Permohonan PHPU Pilpres,maka jika dipandang perlu kubu Prabowo Subianto saya kira bisa mengajukan diri sebagai pihak Pemohon atas pengujian norma undang-undang dimaksud," jelasnya.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas