Kementerian Kominfo Tutup 61.000 Akun Penyebar Hoaks di Aplikasi Whatsapp
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) telah menutup sekitar 61.000 akun yang dinilai menyebar hoaks.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) telah menutup sekitar 61.000 akun yang dinilai menyebar hoaks.
Sebanyak 2.184 akun dan situs online juga di-take down sebelum dan selama pembatasan akses 22 Mei hingga 25 Mei 2019 silam.
Cara itu untuk meredam maraknya peredaran kabar bohong atau hoaks.
"Itu juga ditempuh. Misalnya, saya telah berkomunikasi dengan pimpinan WhatsApp, yang hanya dalam seminggu sebelum kerusuhan 22 Mei lalu telah menutup sekitar 61.000 akun di aplikasi WhatsApp yang melanggar aturan," kata Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara melalui ketarangan resmi, yang diterima redaksi, Rabu (29/5/2019).
Penutupan akun medsos dan WA dilakukan agar sebaran konten hoaks, fitnah, maupun provokasi dapat diminimalkan.
Ia juga mengajak semua kalangan untuk memulai dari diri sendiri agar tidak menyebarkan konten yang melanggar aturan atau hukum.
"Jangan lelah untuk mengimbau agar masyarakat dan teman-teman di sekitar kita berhenti menyebarkan konten yang mengandung hoaks, fitnah, maupun provokasi untuk melanggar aturan atau hukum. Tentu saja harus kita mulai dari diri sendiri," ucap Rudiantara.
Baca: Bayi Kembar Langka Lahir Prematur, 30 Menit Kemudian Dokter Menghampiri sang Ibu Sambil Berkata Maaf
Menurut Rudiantara, sebanyak 2.184 akun dan situs yang diblokir antara lain 551 akun Facebook, 848 akun Twitter, 640 akun Instagram, 143 akun YouTube, satu akun LinkedIn, dan satu alamat situs.
Pemerintah memutuskan untuk membatasi akses masyarakat ke media sosial dan layanan berbagi pesan mulai 22 Mei 2019.
Kemenkominfo menonaktifkan fitur upload foto dan video. Fitur ini kemudian dipulihkan pada 25 Mei 2019.
Upaya ini diklaim jadi cara untuk meminimalisasi dan menghindarkan konflik dipicu informasi hoaks.
Menurut Rudiantara, hoaks yang tidak dikendalikan akan berpotensi memicu aksi massa dan kekerasan yang berdampak pada jatuhnya korban.
"Satu hoaks saja sudah cukup untuk memicu aksi massa yang berujung penghilangan nyawa, seperti salah satunya yang menimpa Mohammad Azam di India pada tahun 2018. Padahal, ada banyak hoaks sejenis itu lalu-lalang di Indonesia setiap hari, apalagi sekitar 22 Mei lalu," ujar Rudiantara.
Menurut Kemkominfo, ada tiga langkah yang dilakukan pemerintah untuk meredam beredarnya hoaks dan misinformasi.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.