Moeldoko Akui Dalang Kerusuhan Masih Belum Terungkap: Butuh Waktu
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko meyakini pihak-pihak di balik dalang kerusuhan 22 Mei bakal segera terbongkar.
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko meyakini pihak-pihak di balik dalang kerusuhan 22 Mei bakal segera terbongkar.
Menurutnya semua pihak harus bersabar karena Polri terus bekerja menyelidikan siapa-siapa yang terlibat dalam kerusuhan 22 Mei.
Terlebih lagi, penyidik Polri telah mengungkap ada banyak mantan elit TNI dan Polri yang juga terseret dalam kasus tersebut.
Baca: Ustaz Adi Hidayat Diam-diam Pasang Selembar Kertas di Bawah Meja Kerjanya sebagai Pengingat Kematian
"Nanti akan ketahuan siapa yang sesungguhnya, ini masih proses dan memakan waktu," ujar Moeldoko di Komplek Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (12/6/2019).
Menurut Moeldoko saat ini yang baru terbongkar ialah alur asal usul senjata dan belum mengarah pada dalang dibalik semuanya.
"Yang kemarin, yang dikenali lebih dalam adalah asal usul senjata. Selanjutnya nanti akan maju lagi siapa sih sesungguhnya yang berada di balik ini semuanya," kata Moeldoko.
Baca: Golkar Tunjuk Aziz Syamsuddin Jadi Ketua Komisi III DPR RI
"Jadi kemarin belum sampai ke dalang kerusuhannya, kemarin lebih mengungkap asal usul senjata dan mau dipake apa senjata itu," tambah Moeldoko lagi.
Ditanya apakah mungkin ada purnawirawan lain yang turut terlibat?
Moeldoko menjawab hal itu bisa saja terjadi.
Dia tetap meminta semua pihak menunggu hasil resmi dari kepolisian.
"Ya bisa ada, lihat bagaimana nanti hasil investigasi berikutnya," kata Moeldoko.
Tidak logis
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko geram dengan adanya pihak yang beranggapan kerusuhan 21-22 Mei, kepemilikan senjata ilegal, hingga rencana pembunuhan lima tokoh nasional merupakan skenario pemerintah semata.
"Skenario bagaimana? Masa pemerintah buat skenario rusuh kan gak logis. Pemerintah itu melindungi masyarakatnya, pemerintah memberikan jaminan atas keselamatan bagi warganya, kok malah membuat sebuah skenario. Ini menurut saya tidak benar, jangan mengada-ada," kata Moeldoko di Komplek Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (12/6/2019).
Baca: Mantan KSAD George Toisutta Meninggal Karena Kanker Usus, Berikut 9 Bahan Alami untuk Mencegahnya
Lanjut Moeldoko, pemerintah melalui Kemenko Polhukam yang membuka informasi penyidikan dan penyelidikan Polri dalam mengungkap kerusuhan dimaksudkan agar masyarakat paham bahwa itu bukan rekayasa.
Pengakuan-pengakuan dari para tersangka yang telah ditetapkan Polri benar adanya dan bagian dari sebuah proses penyidikan.
"Jadi mana bisa orang itu cerita ngarang saja. Ini berkaitan dengan pidana. Jangan main-main, tidak bisa dia mengatakan apa yang sesungguhnya dia lakukan dan seterusnya. Jadi jangan lah mengembangkan hal-hal yang tidak benar," imbuhnya.
Baca: Kode Booking Penerbangan Bodong, Ratusan Calon Penumpang Gagal Terbang
Moeldoko memastikan pemerintah akan selalu menjami keamanan setiap warga negara tanpa terkecuali.
Pengakuan Iwan
Dikutip dari Kompas.com, tersangka H Kurniawan alias Iwan mengungkapkan sosok yang mendalangi aksi unjuk rasa berujung kerusuhan 21-22 Mei lalu.
Dalam wawancara video yang ditampilkan dalam pers rilis, Iwan yang diduga selaku pemimpin rencana eksekutor tokoh nasional itu menyebut nama Kivlan Zen.
Baca: Menhan Tegaskan Tim Mawar Sudah Selesai, Jangan Dikaitkan dengan TNI
Hal ini diungkap tersangka H Kurniawa alias Iwan dalam 'Menungkap Dalang Kerusuhan 21-22 Mei' yang dilakukan oleh Polri di Kantor Kemenko Polhukam Jakarta, Selasa (11/6/2019).
"Saya ditangkap atas kasus ujaran kebencian, kepemilikan senjata api dan ada kaitannya dengan senior saya, Jenderal saya yang saya hormati dan saya banggakan yaitu bapak Mayor Jenderal Kivlan Zen," kata Iwan.
Dia diamanankan pihak kepolisian pada 21 Mei saat pecah kerusuhan demo di Bawaslu.
Baca: Tersangka TJ: Kivlan Zen Perintahkan Eksekusi Wiranto dan Luhut
Sebelum kerusuhan, dia mengaku dipanggil oleh Kivlan Zen untuk bertemu di Kelapa Gading, Jakarta.
Di sini dia diberi uang Rp 150 juta untuk membeli senjata.
"Untuk membeli senjata laras pendek 2 pucuk dan laras panjang 2 pucuk," katanya.
Aparat Keamanan Diserang Benda-benda Mematikan
Sementara itu pihak Kepolisian menekankan bahwa aparat keamanan yang berjaga untuk mengamankan demo 21-22 Mei 2019, di sekitar Gedung Bawaslu Jakarta, diserang kelompok perusuh dengan banyak benda mematikan.
"Mereka tidak tahu menahu tapi jadi sasaran penyerangan. Anak istri terancam dengan benda-benda mematikan," kata Iqbal.
Baca: Polisi Masih Duga Terlukanya Taslimah dan Kematian Anaknya di Tangerang Merupakan Korban Perampokan
Kemudian pada aksi 22 Mei, kata dia, kelompok perusuh sudah bergabung dengan massa pendemo sejak dimulainya aksi di depan Gedung Bawaslu.
Setelah magrib, kelompok perusuh tiba-tiba menyerang petugas dengan benda-benda mematikan yang sama.
Dalam jumpa pers, ditunjukkan gambar dua orang yang tengah menyalakan bom molotov untuk dilemparkan ke Kepolisian.
"Tolong diingat ini benda-benda mematikan, bukan benda-benda biasa. Publik harus paham bahwa kejadian kerusuhan yang mengawali massa perusuh. Mereka menyerang duluan," ucap Iqbal.
Iqbal mengatakan, kepolisian melakukan upaya pembubaran kelompok perusuh. Kepolisian menggunakan gas air mata, water canon, peluru karet dan peluru hampa.
Ia kembali menegaskan bahwa aparat yang bertugas pada 21-22 Mei, baik dari TNI atau Polri, tidak dilengkapi peluru tajam.
Dampak dari penyerangan kelompok perusuh, sebanyak 233 polisi terluka. Rinciannya, 225 polisi menjalani rawat jalan dan delapan dirawat inap.
Di antara mereka, ada polisi yang mengalami patah rahang hingga patah tangan.
Berdasarkan kronologi tersebut, Kepolisian menduga kerusuhan sudah direncanakan. Ada pihak yang memobilisasi kelompok perusuh.
"Jadi bukan hanya memprovokasi, melukai, bahkan mungkin menghilangkan nyawa petugas," kata Iqbal.
Penekanan itu disampaikan Kepala Divisi Humas Polri Irjen M Iqbal saat berlangsung jumpa pers di Kantor Kemenko Polhukam Jakarta.
Kepala Pusat Penerangan TNI Mayjend Sisriadi ikut mendampingi.
Jumpa pers tersebut sedianya untuk menyampaikan perkembangan penyelidikan dan penyidikan kerusuhan 21-22 Mei di sejumlah lokasi di Jakarta.
Dalam jumpa pers tersebut, Iqbal menjelaskan kembali kronologi peristiwa.
Ia mengatakan, kelompok perusuh berbeda dengan massa pendemo yang menolak hasil Pilpres 2019.
Kelompok pendemo, kata dia, menyampaikan pendapat secara damai tanpa ada pelanggaran.
Pada aksi 21 Mei, demo berjalan tertib hingga berakhir sekitar pukul 21.00 WIB. Ketika massa pendemo membubarkan diri, tiba-tiba ada sekitar 500 orang yang menyerang petugas.
Dalam jumpa pers, diputar kembali rekaman pemberitaan sejumlah televisi yang berisi gambar penyerangan terhadap polisi.
Aparat kepolisian diserang dengan banyak benda oleh kelompok perusuh.
"Diserang dengan benda-benda mematikan seperti molotov, petasan roket, batu, panah beracun, kelewang, pedang, dan lain-lain," kata Iqbal.
Baca: Mengapa Penangguhan Penahanan Lieus Sungkharisma Dikabulkan Sementara Eggi Tidak? Ini Penjelasannya
Kelompok perusuh juga menyerang asrama Brimob di Petamburan dan melakukan aksi anarkistis di KS Tubun.
Iqbal menekankan, di asrama Brimob Petamburan juga tinggal anak dan istri anggota Brimob. Selain itu, tinggal pula polisi yang tidak bertugas dalam pengamanan.
Peran Kivlan Zen Menurut Polda Metro Jaya
Kepolisian merilis peran tersangka Kivlan Zen dalam kasus dugaan kepemilikan senjata api ilegal dan pembunuhan berencana terhadap 5 tokoh nasional dan seorang pimpinan lembaga survei.
Peran Kivlan Zen terungkap dari keterangan para saksi, pelaku dan sejumlah barang bukti.
Baca: Besok, Eks Komandan Tim Mawar Akan Laporkan Penulis hingga Pemred Majalah Tempo
"Berdasarkan fakta, keterangan saksi dan barang bukti, dengan adanya petunjuk dan kesesuaian mereka bermufakat melakukan pembunuhan berencana terhadap 4 tokoh nasional dan satu direktur eksekutif lembaga survei," ujar Wadir Reskrimum Polda Metro Jaya AKBP Ade Ary Syam Indradi dalam jumpa pers di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa (11/6/2019).
Pertama, Kivlan Zen diduga berperan memberi perintah kepada tersangka HK alias I dan AZ untuk mencari eksekutor pembunuhan.
Kivlan Zen memberikan uang Rp 150 juta kepada HK alias I untuk membeli beberapa pucuk senjata api.
Menurut Ade, setelah mendapatkan 4 senjata api, Kivlan masih menyuruh HK mencari lagi satu senjata api.
Kivlan Zen juga diduga berperan menetapkan target pembunuhan terhadap 4 tokoh nasional dan satu pimpinan lembaga survei.
Keempat, target itu adalah Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman (Menko Maritim) Luhut Binsar Panjaitan, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan, dan Staf Khusus Presiden Bidang Intelijen dan Keamanan Gories Mere.
Baca: Menhan Tegaskan Tim Mawar Sudah Selesai, Jangan Dikaitkan dengan TNI
Sementara, pimpinan lembaga survei yang dijadikan target adalah Yunarto Wijaya.
"KZ (Kivlan Zein) memberikan uang Rp 5 juta pada IR untuk melakukan pengintaian, khususnya target pimpinan lembaga survei," kata Ade.