Soal Permintaan Perlindungan Saksi, Fadli Zon : Situasi Sekarang Ini Orang Mudah Dikriminalisasi
Oleh karena itu menurutnya, tidaklah salah apabila masyarakat meminta jaminan keamanan dalam persidangan sebagai upaya untuk mendapatkan keadilan
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Dewan Pengarah Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, Fadli Zon mendukung langkah tim hukum BPN yang meminta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) agar melindungi saksi sengketa Pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK).
Menurutnya, permintaan tersebut sangat masuk akal, karena masyarakat sekarang ini mudah diintervensi oleh aparat.
Baca: Yusril: LPSK Tidak Punya Kewenangan Lindungi Saksi dan Korban di Luar Perkara Pidana
"Menurut saya apa yang disampaikan tim hukum masuk akal ya. Karena dalam suasana seperti sekarang ini orang mudah sekali dikriminalisasi, mudah diberikan berbagai tekanan yang mungkin membelenggu kebebasan," kata Fadli Zon di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, (18/6/2019).
Baca: Hary Tanoesoedibjo Dikabarkan Beli Rumah Seharga Rp 119 Triliun Milik Donald Trump di Beverly Hills
Oleh karena itu menurutnya, tidaklah salah apabila masyarakat meminta jaminan keamanan dalam persidangan sebagai upaya untuk mendapatkan keadilan.
"Jaminan tidak ada intimidasi, teror, suap dan lain-lain yang kemungkinan terjadi," tuturnya.
Baca: Bacakan Keterangan, Ketua Bawaslu Mengaku Pernah Tolak Laporan BPN soal Kecurangan TSM
Fadli Zon menilai potensi ancaman atau intervensi terhadap saksi saat ini memang ada. Hanya saja ia mengaku tidak tahu pasti berapa atau siapa saja saksi yang berpotensi mendapatkan acaman atau intervensi tersebut.
"Itu tim hukum yang tahu," pungkasnya.
Kata Yusril Ihza Mahendra
Kuasa Hukum pasangan calon 01 Jokowi-Maruf, Yusril Ihza Mahendra menyebut Lembaga perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) tidak memiliki kewenangan melindungi saksi dan korban dalam perkara perdata.
LPSK hanya punya kewenangan melindungi saksi dan korban terbatas untuk perkara pidana saja.
"LPSK itu sebenarnya kewenangan yang diberikan oleh undang-undang itu terbatas untuk melindungi saksi dan korban dalam perkara-perkara pidana," kata Yusril Ihza Mahendra di Posko Cemara, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (17/6/2019).
Perkataan Yusril mengacu pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas UU No 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
Baca: Periksa Staf Keuangan Waskita Karya, KPK Telisik Kerugian Negara Akibat Korupsi Proyek Fiktif
Baca: Tergulung Ombak di Pantai Bali, Begini Kondisi Terkini Via Vallen, Kehilangan Barang Kesayangan
Baca: Fakta-fakta Penangkapan Penyebar Hoaks Server KPU Disetting, Awal Kasus hingga Pelaku Dosen di Solo
Dimana di dalamnya dijelaskan bahwa kerangka perlindungan terhadap saksi dan korban terkait dengan suatu proses hukum perkara pidana.
Undang-undang tersebut tidak mengatur perlindungan saksi yang berkaitan dengan proses hukum perdata, semisal di Mahkamah Konstitusi maupun Pegadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Apalagi, pada pasal 1 dijelaskan, pengertian saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu tindak pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan/atau ia alami sendiri.
"Itu tegas undang-undang mengatakan begitu, jangan diperluas ke yang lain," tutur Yusril.
Yusril juga mengingatkan kepada pihak yang bersengketa di MK, khususnya kubu 02 jangan menuntut Majelis Hakim MK menetapkan perlindungan bagi saksi mereka.
Sebab bila terjadi dan Majelis Hakim MK mengeluarkan putusannya, ia khawatir nanti akan melahirkan satu yurisprudensi yang berakibat kurang baik terhadap penegakkan hukum di Indonesia.
"(Jika iya) Saya kira ini akan melahirkan satu yurisprudensi yang tidak baik dalam penegakan hukum di negara kita ini," tuturnya.
Serahkan hasil konsultasi
Kuasa Hukum calon Presiden dan Wakil Presiden Nomor urut 02 Prabowo-Sandiaga, Bambang Widjojanto, mengatakan pihaknya akan menyerahkan surat hasil konsulitasinya dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) terkait jaminan keamanan para saksi yang akan dihadirkan dalam sidang sengketa Pilpres 2019 kepada Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (18/6/2019).
Hal tersebut dilakukan karena berdasarkan jadwal, Rabu (19/6/2019) persidangan sengketa Pilpres 2019 di MK sudah masuk dalam tahap pemeriksaan saksi.
"Karena hari Rabu sudah pemeriksaan saksi. Mudah-mudahan besok surat hasil konsultasi kita dengan LPSK akan kita serahkan ke MK. Karena ada beberapa opsi dari hasil konsultasi itu. InsyaAllah akan kami sampaikan dalam persidangan besok," kata Bambang Widjojanto di Gedung Mahkamah Konsitusi, Jakarta Pusat, Senin (17/9/2019).
Baca: Tuntutan 13 Tahun Penjara untuk Steve Emmanuel Dinilai Terlalu Lama, Ini Keyakinan Kuasa Hukumnya
Baca: Walau Telah Merintih Kesakitan, Pelaku Tetap Lanjutkan Menyodomi Korbannya
Baca: Sempat Singgung Soal Harapan PKB Dapat 10 Kursi Menteri, Cak Imin: Berdoa Boleh-boleh Saja
Baca: Jokowi Singgung Soal Jatah Menteri untuk Aktivis 98, Begini Respons Wiranto
Bambang Widjojanto menjelaskan, dari hasil konsultasinya dengan LPSK, pihaknya mengetahui bahwa LPSK pernah punya pengalaman untuk menjamin keselamatan saksi yang memberi keterangan dalam persidangan dengan sejumlah cara.
Bambang mengatakan, cara-cara tersebut mulai dari pemberian keterangan lewat teleconference, videoconference, bahkan menghadirkan saksi di persidangan dengan menggunakan tirai penutup.
"Hasil konsultasinya, tanpa menyebut isi suratnya. LPSK ternyata pernah punya pengalaman untuk melakukan teleconference atau videoconference. Bahkan LPSK juga punya pengalaman memeriksa saksi dalam sebuah tirai. Jadi mukanya tidak kelihatan. Tapi identitasnya pasti juga harus dikorscek juga," kata Bambang.
Ia pun mengatakan, keterbatasan LPSK adalah hanya bisa menangani saksi dan korban tindak pidana dalam kasus pidana.
Meski demikian, menurutnya jika hal itu merujuk pada konsitusi yakni Undang-Undang Dasar 1945 maka setiap warga negara harus dilindungi keselamatannya.
Ia pun berharap MK bisa membuat terobosan terkait hal itu.
"Kalau LPSK keterbatasannya dia hanya menangani saksi dan korban di tindak pidana, tapi di Konsitusi itu lebih luas lagi. Siapapun, setiap orang, warga negara wajib dilindungi. Nah apakah warga negara yang ingin memberikan kesaksian di MK itu bisa dijamin supaya tidak mendapat intimidasi, ancaman, baik sebelum, selama, dan setelah itu. Mudah-mudahan ada terobosan," kata Bambang.
Namun demikian, ia menyerahkan sepenuhnya keputusan pada Mahkamah Konstitusi.
"Apakah kemudian Mahkamah Konstitusi bisa menggunakan pengalaman itu sesuai derajat potensi resiko yang harus dimitgasi oleh para saksi yang hadir, karena kita kan mau-mau aja terbuka begitu, tapi kan urat syaraf keberaniannya berbeda-beda," kata Bambang.
Penjelasan LPSK
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengungkap pihaknya mendapatkan informasi awal soal ancaman yang menyasar seorang hakim Mahkamah Konsitusi.
Meski hal tersebut kemudian dibantah pihak MK, LPSK tetap siap jika mendapatkan permintaan dari MK untuk melindungi siapa pun yang terlibat dalam sidang Sengketa Hasil Pemilu 2019.
"Kami sebenarnya kalau dibolehkan memberikan perlindungan, tentu kami bakal lindungi semuanya, baik itu dari KPU, Bawaslu, TKN, BPN, dan bahkan MK sendiri," ujar Ketua LPSK, Hasto Atmojo kepada Tribunnews.com, Senin (17/6/2019).
Baca: Sejumlah Kecelakaan di Tol Cipali Selama Tahun 2019, Dipicu Sopir Mengantuk Hingga Tabrakan Beruntun
Baca: Telusuri Motif Penyerang Sopir Bus di Kecelakaan Maut Tol Cipali, Polisi Akan Periksa Kejiwaannya
Baca: Tabrakan Beruntun Terjadi di Tol Cipularang Purwakarta, Diduga Penyebabnya Rem Blong
Sebagai lembaga negara yang netral dalam menjalankan tugasnya, LPSK, dikatakan Hasto, melindungi saksi dan korban dalam ranah narapidana.
Akan tetapi, sidang sengketa hasil Pemilu, dikatakan Hasto, bukanlah kewenangan LPSK, dan pihaknya tak bisa mengintervensi terkait perlindungan tersebut.
Hal itu juga tertuang dalam UU nomor 31 tahun 2014 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
Dalam undang-udang tersebut tidak mengatur perihal perlindungan saksi terhadap sengketa Pemilu.
"Ini kan bukan kasus pidana. Kalau ini lebih ke tata negara. Makanya kami saran kepada pihak yang bersengketa untuk meminta kepada MK agar bekerja sama dengan LPSK untuk melindungi para saksi ini," katanya.