Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Komisi Yudisial Diminta Turun Tangan Pantau Jalannya Sidang Kasus Mafia Bola

Sidang lanjutan terdakwa mantan Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum PSSI Joko Driyono digelar di pengadilan Pengadilan Jakarta Selatan kemarin.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Komisi Yudisial Diminta Turun Tangan Pantau Jalannya Sidang Kasus Mafia Bola
Tribunnews.com/ Fahdi Fahlevi
Mantan Plt Ketua Umum PSSI, Joko Driyono menjalani sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jalan Ampera Raya, Jakarta, Senin (6/5/2019). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sidang lanjutan terdakwa mantan Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) Joko Driyono digelar di pengadilan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (17/6/2019).

Terkait hal itu, Koordinator Save Our Soccer (SOS) Akmal Marhali menengarai habis mafia bola terbitlah mafia hukum.

“Mau dibawa ke mana sepak bola kita kalau setelah mafia bola dikhawatirkan muncul mafia hukum di persidangan,” ujar Akmal Marhali kepada pers, Selasa (18/6/2019) malam.

Dari persidangan itu, Akmal menengarai, Jokdri, panggilan akrab Joko Driyono yang didakwa merusak barang bukti terkait perkara match fixing, akan bebas murni.

“Yang seharusnya dihukum berat bisa jadi ringan bahkan bebas karena permainan di lembaga peradilan. Markus alias makelar kasus bergentayangan di mana-mana. Ini menjadi tugas kita semua untuk mengawasi. Sepak bola nasional harus terus dikawal untuk menjadi lebih baik,” jelasnya.

Baca: Joko Driyono Melakukan Penghilangan dan Perusakan Barang Bukti Terkait Pengaturan Skor Terbantahkan

Akmal juga mempertanyakan sikap Satuan Tugas (Satgas) Antimafia Bola Polri yang terkesan lepas tangan setelah melakukan penangkapan-penangkapan.

“Seharusnya Satgas seperti KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) yang terus mengawal proses persidangan sampai keputusan pengadilan berkekuatan hukum tetap atau inkrah,” paparnya.

Baca: Dul Jaelani Tak Diberi Uang Jajan Ayah Tirinya, Anak Maia Estianty Ini Hormati Prinsip Irwan Mussry

BERITA REKOMENDASI

Untuk itu, ia meminta KPK dan Komisi Yudisial (KY) turun tangan untuk memantau jalannya persidangan Jokdri dan terdakwa-terdakwa perkara match fixing (pengaturan skor pertandingan) di PN Banjarnegara, Jawa Tengah, yang juga terindikasi munculnya mafia hukum dalam satu “paket”.

“Kalau memang ada mafia hukum, KPK dan KY harus bertindak,” pintanya.

Diberitakan, sidang lanjutan perkara dengan terdakwa Jokdri di PN Jaksel, Selasa (18/6/2019), menghadirkan saksi Kokoh Afiat, Direktur Keuangan PT Liga Indonesia yang juga pimpinan Persija Jakarta.

Kesaksian Kokoh cukup menarik, mengingat ia adalah saksi yang menandatangani berita acara sita dari Satgas Anti Mafia Bola setelah menggeledah kantor PT Liga Indonesia di kawasan Rasuna Epicentrum, Kuningan, Jakarta Selatan, awal Februari lalu.

Dalam kesaksiannya, Kokoh mengaku menandatangani berita acara sita yang berisi barang-barang berupa central processing unit (CPU) komputer dan alat penghancur kertas milik PT Liga Indonesia berikut sisa kertas yang masih ada di tempat.


Padahal, menurutnya, semua dokumen itu adalah dokumen lama di masa Liga Indonesia masih menjadi operator Liga 1 dan 2.

“Sejak awal 2016, Liga Indonesia sudah berhenti dan tidak menjadi operator lagi, diganti dengan PT Liga Indonesia Baru yang berkantor di Menara Sudirman, Jakarta. Saksi dan terdakwa sama sekali tidak menjadi pengurus dalam perusahaan operator kompetisi tersebut,” jelas Kokoh menjawab pertanyaan penasihat hukum terdakwa dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Kartim Haeruddin.

Saksi lainnya, Subekti, staf keuangan PT Liga Indonesia yang memerintahkan saksi sebelumnya, Tri Nursalim, untuk menghancurkan kertas, menambahkan, kertas tersebut adalah dokumen keuangan Liga Indonesia, yang diketahui dari saksi Kokoh, bahwa dokumen itu sama sekali tidak ada hubungannya dengan materi penyidikan Satgas terkait perkara pengaturan skor yang tengah disidangkan di PN Banjarnegara, dengan terdakwa Priyanto dan kawan-kawan.

“Apalagi perkara di Banjarnegara itu Liga 3, sedangkan dulu Liga Indonesia waktu masih aktif hanya menjalankan Liga 1 dan Liga 2. Jadi, semua barang yang disita dari kantor PT Liga Indonesia, sekali lagi saya tegaskan, tidak ada hubungan dengan perkara yang disidik Satgas Antimafia Bola,” urai anggota tim penasihat hukum terdakwa, Mustofa Abidin.

Selain mantan anggota Komisi Wasit PSSI Priyanto, lima orang yang menjadi terdakwa perkara match fixing di PN Banjarnegara adalah anggota Komisi Disiplin PSSI Dwi Irianto alias Mbah Putih, Ketua Asosiasi Provinsi (Aprov) PSSI Jawa Tengah yang juga anggota Komite Eksekutif PSSI Johar Ling Eng, anak Priyanto, Anik Yuni Artika Sari, Direktur Penugasan Wasit PSSI Mansyur Lestaluhu, dan wasit pertandingan Nurul Safarid.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas