Korupsi BLBI, KPK Mulai Lakukan Pemeriksaan untuk Tersangka Sjamsul Nursalim
Penyidik KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap empat saksi untuk tersangka Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham pengendali BDNI.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai melakukan pemeriksaan saksi untuk kasus korupsi pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) kepada pemegang saham pengendali Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) tahun 2004 sehubungan dengan pemenuhan kewajiban penyerahan aset oleh obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
Penyidik KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap empat saksi untuk tersangka Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham pengendali BDNI.
"Ada empat saksi yang akan diperiksa oleh penyidik untuk tersangka SJN (Sjamsul Nursalim)," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada pewarta, Selasa (2/7/2019).
Baca: Kecelakaan yang Merenggut Nyawa Kusaeri Berawal Saat Bocah 14 Tahun Kendarai Motor Hendak Masuk Gang
Baca: Ramalan Cinta Zodiak Hari Ini, Selasa 2 Juli: Gemini Jomblo Lebih Peka, Virgo Jangan Egois
Baca: Pernah Tuduh Fairuz A Rafiq Selingkuh, Galih Ginanjar Enggan Akui King Faaz Adalah Anak Kandungnya
Empat saksi itu antara lain, Senior Advisor Nura Kapital Mohammad Syahrial, Pengacara pada AZP Legal Consultants Ary Zulfikar, Guru Besar Emiritus FE-UI Prof. Dorojatun Kuntjoro Jakti, dan Direktur Utama PT Berau Coral Tbk. Raden C. Eko Santoso Budianto.
Sebelumnya, KPK telah mengumumkan secara resmi penetapan tersangka terhadap Sjamsul Nursalim beserta istrinya, Itjih Nursalim sebagai tersangka. Keduanya dijerat terkait kasus dugaan korupsi penerbitan SKL BLBI.
Sjamsul dan Itjih disebut melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama dengan mantan Kepala BPPN Syafruddin Arsyad Tumenggung. Sjamsul dan istrinya diduga sebagai pihak yang diperkaya sebesar Rp4,58 triliun.
Sjamsul dan Itjih diduga melakukan misrepresentasi terkait dengan piutang petani petambak sebesar Rp4,8 triliun. Misrepresentasi tersebut diduga telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp4,58 triliun.
Pasalnya, saat dilakukan 'Financial Due Dilligence' (FDD) dan 'Legal Due Dilligence' (LDD) disimpulkan bahwa aset tersebut tergolong macet dan hanya memiliki hak tagih sebesar Rp220 miliar.
Atas perbuatan tersebut, Sjamsul dan Itjih disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
--