KPU Masih Menimbang-nimbang Pentingnya Hadirkan Saksi Untuk Sengketa Hasil Pileg 2019
Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menggelar rapat koordinasi dengan agenda pembahasan soal permohonan sengketa hasil Pileg 2019 di Mahkamah Konstitusi.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Adi Suhendi
Laporan wartawan tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menggelar rapat koordinasi dengan agenda pembahasan soal permohonan sengketa hasil Pileg 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK).
Rapat koordinasi digelar di Hotel Grand Mercure Harmoni, Jakarta Pusat, Selasa (2/7/2019) petang.
Turut hadir dalam rapat tersebut jajaran pejabat KPU Provinsi serta tim hukum yang akan mendampingi mereka dalam sidang di MK nanti.
Pembahasan ini akan terus berlangsung setiap hari, sebelum memasuki agenda sidang pendahuluan pada 5 Juli 2019.
Baca: Yakin Suaminya Tak Bersalah Soal Ikan Asin, Menurut Barbie Kumalasari Ada yang Perlu Diluruskan
Baca: Cari Helikopter Hilang Kontak di Papua, Posko SAR Oksibil Lakukan Kontak Radio ke 34 Distrik
Baca: Persija Jakarta Gayanya Berbeda Saat Julio Banuelos masuk Gantikan Ivan Kolev kata Shahar Ginanjar
Menyusul setelahnya, KPU tingkat Kabupaten/Kota hingga tanggal 8 Juli 2019.
Koordinasi ini dilakukan bertahap karena KPU RI mengacu pada perkara yang dimohonkan oleh peserta Pemilu.
"Nanti di situ semua akan melakukan koordinasi, menyiapkan jawaban dan menyiapkan alat bukti, termasuk bila diperlukan menyiapkan saksi," kata Ketua KPU Arief Budiman di Kantor KPU RI, Jakarta Pusat, Selasa (2/7/2019).
Sama seperti perkara sengketa hasil Pilpres kemarin, KPU akan melihat perkembangan, apakah perlu menghadirkan saksi dalam persidangan atau tidak.
Jika jawaban dan alat bukti yang disiapkan sudah dirasa cukup, maka mereka tidak akan menghadirkan saksi.
Namun bila sebaliknya, jawaban dan alat bukti yang mereka bawa kurang meyakinkan, maka keterangan saksi menjadi penguatnya.
"Misalnya dalam persidangan itu jawaban dan alat bukti kita hadirkan, nggak perlu saksi. Tapi kalau tidak cukup atau kurang meyakinkan maka saksi akan kita hadirkan," terang Arief.
Baca: Gubernur Bali Serukan Pengantin Baru untuk Punya Empat Anak, Begini Tanggapan Kepala BKKBN
Untuk diketahui, ada 260 perkara sengketa hasil Pileg di Mahkamah Konstitusi.
Terdiri dari 250 perkara untuk pileg DPR dan DPRD Provinsi atau Kabupaten/Kota, serta 10 perkara untuk DPD RI.
Ada lima firma hukum yang masing-masing akan menangani kelompok partai.
Pembagian lima firma hukum itu yakni AnP Law Firm untuk perkara Partai Golkar, PAN, PKP Indonesia, Berkarya, dan Partai Nangroe Aceh. HICON Law & Policy Strategic untuk perkara PDIP, PKB, PBB, Garuda, dan Partai Daerah Aceh.
Abshar Kartabrata & Rekan untuk perkara Gerindra, PKS, Hanura, PSI, dan Partai Aceh. Nurhadi Sigit & Rekan untuk perkara Demokrat, NasDem, PPP, Perindo, dan Partai SIRA. Serta Master Hukum & Co menangani sengketa DPD.
Tak ada beda rasa
Ketua KPU RI Arief Budiman mengaku tak membeda-bedakan penanganan antara sengketa hasil pemilihan presiden dengan pemilihan legislatif yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi.
Sebab katanya, para Komisioner apalagi dirinya sudah merasa terbiasa menangani sengketa di MK sebagai bagian tanggung jawab tugas penyelenggara Pemilu.
"Nggak, biasa aja. Ini kan sudah biasa kita lakukan. Kalau saya kan sudah lama menangani Pemilu. Sengketa itu kan biasa biasa aja," kata Arief di kantor KPU RI, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (2/7/2019).
Lebih lanjut, jika dilihat dari data kuantitatif permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) tahun 2014 silam, PHPU Pemilu 2019 cukup alami penurunan signifikan.
Dimana pada Pemilu 2014, sebanyak 900 permohonan diajukan ke MK. Sedangkan Pemilu 2019, turun jauh menjadi 339 permohonan saja.
Baca: KPAI Minta Dinas Pendidikan Batasi Penggunaan Medsos di Kalangan Pelajar
"Kalau kita lihat data kuantitatifnya, pemilu 2019 jumlah sengketanya jauh menurun dibandingkan dengan pemilu 2014. Pemilu 2014 itu kalau nggak salah yang masuk 900," kata Arief.
Untuk diketahui dalam PHPU Pemilu 2019, KPU menghadapi 339 permohonan sengketa hasil pemilihan legislatif. Kemudian MK menelaah kembali permohonan tersebut, dan didapat hanya 260 saja yang masuk dalam buku registrasi perkara konstitusi (BRPK) Pileg 2019.
Berikut rincian rekap 250 perkara PHPU Pileg untuk DPR/DPRD dan 10 perkara untuk DPD RI.
1. PKB: 17 perkara
2. P. Gerindra: 21 perkara
3. PDI Perjuangan: 20 perkara
4. P. Golkar: 19 perkara
5. P. NasDem: 16 perkara
6. P. Garuda: 9 perkara
7. P. Berkarya: 35 perkara
8. PKS: 13 perkara
9. P. Perindo: 11 perkara
10. PPP: 13 perkara
11. PSI: 3 perkara
12. PAN: 16 perkara
13. P. Hanura: 14 perkara
14. P. Demokrat: 23 perkara
15. PA: 1 perkara
16. P. SIRA: 1 perkara
17. PDA: 1 perkara
18. PNA: 1 perkara
19. PBB: 12 perkara
20. PKP Indonesia: 3 perkara
21. Pihak Lain: 1 perkara
Rekap Perkara PHPU DPD RI
1. Provinsi Sumatera Utara: 2 perkara
2. Provinsi Nusa Tenggara Barat: 1 perkara
3. Provinsi Sulawesi Tenggara: 1 perkara
4. Provinsi Maluku Utara: 2 perkara
5. Provinsi Papua: 3 perkara
6. Provinsi Papua Barat: 1 perkara.