Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kostum Tradisional Para Advokat Warnai Acara Halal Bihalal Peradi

Tradisi halal bihalal menurut asal usulnya juga untuk menyelesaikan konflik politisi Indonesia yang meruncing tiga tahun setelah Indonesia merdeka

Editor: Choirul Arifin
zoom-in Kostum Tradisional Para Advokat Warnai Acara Halal Bihalal Peradi
IST
Nuansa Bhinneka Tunggal Ika di acara halal bihalal Idul Fitri 1440 Hijriah yang digelar Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradin), yang digelar Rabu (4/7/2019) malam di Hotel Pullman, Jakarta. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Beragam busana adat daerah di Indonesia mewarnai acara halal bihalal Idul Fitri 1440 Hijriah yang digelar Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi), yang digelar Rabu (4/7/2019) malam di Hotel Pullman, Jakarta.

Acara yang dihadiri ratusan pengacara anggota Peradin dari berbagai daerah ini memang mengangkat tema kebhinnekaan di acara halal bihalalnya.

Juniver Girsang, Ketua Umum Peradi menyatakan, acara Halal Bihalal Idul Fitri 1440 Hijriah Peradin kali ini mengangkat tema 'Menjaga Kebhinnekaan NKRI'.

Sejumlah busana daerah seperti busana adat Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Minahasa Utara, Batak, sampai Papua dikenakan oleh para advokat anggota Peradin.

"Peserta halal bihalal ini datang dari berbagai daerah seperti Denpasar, Malang, Banyuwangi, Kediri, dan sebagainya. Mereka kita minta mengenakan busana adat daerahnya sendiri dengan busana adat yang asli bukan yang KW," kata Juniver Girsang.

Acara ini dihadiri oleh  tokoh NU Yenny Wahid dan mantan Gubernur NTB Tuan Guru Bajang.

Baca: Perbandingan Durasi Pertemuan PM Shinzo Abe dengan Kepala Negara Lain, dengan Jokowi Hanya Semenit

Menko Polhukam Wiranto yang sedianya datang ke acara ini batal hadir, digantikan oleh Deputi 3 Menko Polkam. Acara ini juga dihadiri sejumlah pejabat Polri, pejabat Kejaksaan AgungI, senior advokat Mohamad Assegaf, Hotma Sitompul, dan Luhut Pangaribuan,

Berita Rekomendasi

"Halal bihalal Idul Fitri kali ini bernuansa kebhinnekaan, yang menjadi tanggung jawab kita. Kami Peradi tetap berkomitmen UUD 1945 dan Pancasila tidak bisa diganggu gugat, menjadi pegangan dalam menjalankan profesi kami, dan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara," kata Juniver.

Baca: Inilah Penjelasannya, Mengapa Berat Badan Penderita Diabetes Cenderung Naik

Halal bihalal ini juga menampilkan hiburan anak-anak jalanan, membawakan permainan musik tradisional angklung yang dimainkan oleh  anak-anak jalanan binaan Peradin.

"Peradin terpanggil membina mereka, bernaung dalam Sahabat Anak-anak Jalanan (Saja). Sehari-hari mereka merupakan anak jalanan. Mereka berasal dari berbagai suku dan agama," kata Juniver.

Baca: Penjelasan PMI Bondowoso Tentang Viralnya Suara Teriakan Pria dan Nasib Thoriq di Gunung Piramida

Yenny Wahid dalam sambutannya menyatakan, bangsa Indonesia harus belajar dari Peradin. "Meski Peradi terpecah tapi tetap rukun semua. Peradi harus lebih menginspirasi bangsa kita," katanya. 

Di acara ini Yenny juga didaulat mengenakan busana daerah Papua. "Saya malam ini menjadi korban panitia, karena didandani ala Putri Papua. Biasanya Putri Jombang, sekarang Putri Papua," selorohnya.

Baca: Kasus Penghinaan Bau Ikan Asin, Fairuz A Rafiq Tolak Berdamai, Galih Ginanjar Harus Masuk Bui

Yenny menambahkan, acara halal bihalal merupakan acara yang sangat unik, khas Indonesia yang tidak ada di negara lain.

Tradisi halal bihalal menurut asal usulnya juga untuk menyelesaikan konflik politisi Indonesia yang meruncing tiga tahun setelah Indonesia merdeka, tahun 1948. Presiden Soekarno meminta konsultasi dengan KH Wahab Chasbullah, pendiri NU.

Kemudian Soekarno disarankan untuk selenggarakan acara silaturahim halal bihalal. "Jadi ini tradisi khas Indonesia yang bisa menjadi kekuatan kita. Menurut KH Wahab Chasbullah, ketika ada upaya saling memaafkan, saling mengampuni, maka semuanya menjadi terjalin. Indonesia menghadapi tantangan masa depan yang begitu kompleks," kata Yenny Wahid. 

Tuanku Guru Bajang menceritakan pengalamannya berinteraksi dengan pengacara.

"Interaksi pertama saya dengan pengacara adalah ketika kami kuliah di Kairo. Guru kami membahas ayat 125 Surat An Nahl tentang ajakan dakwah dengan jalan yang baik. Ketika seorang pendakwah itu bicara, dia akan melihat apa yang sedang dibutuhkan masyarakat. Ketika masyarakat sedang putus asa, dia meniupkan optimisme," ujar TGB. 

"Bagi guru kami, debat pengacara di pengadilan itu adalah debat yang baik. Apa yang terjadi di ruang sidang adalah diskusi-diskusi yang baik dengan substansi-substansi yang baik," imbuhnya.

TGB mengaku memanfaatkan jasa pengacara untuk menata aset daerah saat dia menjadi gubernur NTB. Penataan kawasan Mandalika di NTB ada jasa pengacara.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas