Jaksa Agung Tidak Akan Terburu-buru Lakukan Eksekusi Terhadap Baiq Nuril
Jaksa Agung HM Prasetyo mengaku tidak bakal terburu-buru mengeksekusi Baiq Nuril.
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, BOGOR - Jaksa Agung HM Prasetyo mengaku tidak bakal terburu-buru mengeksekusi terpidana kasus pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Baiq Nuril.
Ini menyikapi ditolaknya Peninjauan Kembali (PK) Baiq Nuril oleh Mahkamah Agung (MA) sehingga dia harus menjalani vonis 6 bulan penjara.
"Kami tidak akan serta-merta, juga tidak buru-buru. Kami lihat bagaimana nanti yang terbaik. Kami memperhatikan aspirasi masyarakat juga seperti apa," kata Prasetyo, Senin (8/7/2019) di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat.
Baca: Kabinet Pemerintahan Jokowi-Maruf Disarankan Diisi Perwakilan Kaum Milenial
Baca: 78 Persen Kepala Daerah Berpotensi Maju Lagi di Pilkada Serentak 2020
Baca: Ridwan Kamil Pamer Motor Listrik Ramah Lingkungan
Prasetyo menjelaskan memang proses hukum mantan guru SMAN 7 Mataram itu sudah selesai.
Meski begitu, pihaknya tetap memperhatikan aspirasi masyarakat.
Terlebih lagi, Presiden Jokowi memiliki kewenangan untuk memberikan amnesti kepada Baiq Nuril.
Sehingga kejaksaan masih menunggu sebelum mengeksekusi Baiq Nuril.
Baca: Kubu Konservatif Rebut Mayoritas Mutlak di Yunani, PM Tsipras Akui Kekalahan
"Kami sebagai eksekutor tentu menunggu, dan kami tidak akan buru-buru tidak serta merta," tegasnya.
Menyoal amnesti yang bakal diajukan Baiq Nuril, kata Prasetyo, itu merupakan hak warga negara untuk mengajukan pengampunan kepada Presiden.
Setelah itu, Presiden yang akan memutuskan.
Prasetyo menambahkan selama proses permohonan amnesti itu, kejaksaan tidak akan mengeksekusi Baiq Nuril meski PK sudah ditolak MA.
Keyakinan Komnas Perempuan
Komisioner Komnas Perempuan Sri Nurherwati yakin Komisi III DPR akan memberi dukungan jika Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) meminta pertimbangan terkait pemberian amnesti terhadap terpidana kasus pelanggaran UU ITE, Baiq Nuril.
Ia mengatakan, secara personal dirinya telah menghubungi Wakil Ketua Komisi III DPR RI Erma Suruani Ranik.
Dari komunikasi tersebut, Nurherwati mengatakan Erma akan memberikan dukungan terhadap Baiq Nuril jika memang nantinya Jokowi akan meminta pertimbangan kepada DPR RI terkait pemberian amnesti tersebut.
"Secara personal saya sudah kontak Wakil Ketua Komisi III Erma Suryani Ranik akan memberikan dukungan kalau nanti presiden Jokowi meminta pertimbangan untuk memberikan amnesti," kata Nurherwati di kantor Komnas Perempuan, Jakarta Pusat, Senin (8/7/2019).
Ia pun menyampaikan, Komnas Perempuan menilai amnesti tersebut harus diberikan karena dalam situasi yang khusus.
Baca: UPDATE Kasus Ikan Asin, Fairuz A Rafiq Menangis Datangi Komnas Perempuan : Saya Mohon Doanya
Baca: Hasil Akhir Semen Padang FC vs Tira Persikabo Liga 1 2019, Kabau Sirah Takluk 1-3
Baca: Kubu Konservatif Rebut Mayoritas Mutlak di Yunani, PM Tsipras Akui Kekalahan
Menurutnya, amnesti tersebut harus diberikan pemerintah untuk mencegah preseden-preseden yang akan menjauhkan perempuan dari keadilan.
"Saya kira Komnas Perempuan juga sudah menyampaikan amnesti ini harus diberikan karena dalam situasi yang khusus. Tadi soal dalam kesetaraan perlindungan belum ada, sehingga pemerintah harus melakukan sesuatu untuk mencegah praktik baru dan preseden-preseden yang nantinya menjauhkan perempuan dari keadilan itu sendiri," kata Nurherwati.
Diberitakan sebelumnya, Juru Bicara Mahkamah Agung (MA), Hakim Agung Andi Samsan Nganro, mengatakan dengan ditolaknya permohonan Peninjauan Kembali yang diajukan Baiq Nuril Maknun ke MA maka proses peradilan hukum telah selesai.
Baca: Dinda Hauw Tampil Memesona Saat Wisuda, Intip Penampilannya
Namun, menurutnya, Baiq Nuril memiliki hak jika ingin mengajukan amnesti ke Presiden Jokowi.
Andi menerangkan berdasar Pasal 14 Ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945, Jokowi sebagai kepala negara memiliki kewenangan untuk memberikan amnesti.
Hanya sebelum memutuskan untuk mengabulkan atau menolak amnesti yang diajukan oleh Baiq Nuril, Jokowi perlu terlebih dahulu mendengarkan pertimbangan dan pendapat dari DPR.
"Permohonan amnesti dan abolisi juga menjadi kewenangan Presiden RI selaku kepala negara. Namun sebelum presiden memutuskan apakah akan dikabulkan atau ditolak amnesti itu terlebih dulu mendengar atau memperhatikan dari pendapat atau pertimbangan dari DPR," ujar Andi di Gedung MA, Gambir, Jakarta Pusat, Senin (8/7/2019).
Baca: Ditanya soal TGPF Novel Baswedan yang Dianggap Gagal, Kapolri : Tanya Kadiv Humas
Andi mengatakan, hal itu untuk meluruskan informasi yang berkembang di publik bahwa pengajuan amnesti kepada Presiden Jokowi perlu mendengarkan pertimbangan dari MA.
Andi menjelaskan, berdasar Pasal 14 Ayat 1 Undang-Undang 1945 MA hanya dapat memberikan pertimbangan atau pendapat kepada presiden jika hal itu berkaitan dengan permohonan grasi dan rehabilitasi.
"Jadi (kalau amnesti) bukan MA. Kalau grasi dan rehabilitasi, MA itu yang memberikan pertimbangan kepada presiden, tapi kalau itu permohonan amnesti dan abolisi yang memberikan pertimbangan dan pendapat sebelum presiden mempertimbangkan dan memutuskan adalah DPR," jelas Andi.
Dukungan anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PPP, Arsul Sani mendukung pemberian amnesti kepada Baiq Nuril.
Hal itu menyusul penolakan Mahkamah Agung (MA) atas peninjauan kembali (PK) yang diajukan Baiq Nuril karena kasus UU ITE.
Namun, ia menegaskan DPR akan mempertimbangkan jika Presiden Jokowi nantinya bersurat kepada parlemen.
"InsyaAllah mendukung, cuma posisi DPR kan menunggu apa yang nanti dimintakan pertimbangan dalam surat Presiden kepada DPR," kata Arsul Sani kepada wartawan, Minggu (7/7/2019).
Ia mengatakan sesuai Pasal 14 ayat 2 UUD 1945, Presiden memang memiliki kewenangan konstitusional untuk memberikan amnesti dengan pertimbangan DPR.
Baca: Politikus Golkar Sebut Rekonsiliasi Dengan Pemulangan Habib Rizieq Shihab Tidak Ada Korelasinya
Baca: Mayangsari Rayakan Ulang Tahun Pernikahan Bersama Bambang Trihatmodjo yang ke-19
Baca: Sebelum Meninggal, Sutopo Purwo Pamit & Unggah Permintaan Maaf untuk Orang Tua dan Warga Indonesia
Arsul memastikan ia dan teman-teman di Komisi III akan mengkaji secara mendalam pemberian amnesti Baiq Nuril.
"Karena itu, jika nantinya permohonan amnesti tersebut telah diterima Presiden dan kemudian dimintakan pertimbangan kepada DPR, kami yang di DPR akan mengkajinya secara mendalam dengan semangat mendukung prinsip keadilan," katanya.
Majelis hakim Mahkamah Agung (MA) akhirnya menolak Peninjauan Kembali (PK) tenaga honorer SMAN 7 Mataram, Baiq Nuril dalam kasus penyebaran konten bermuatan asusila.
Dengan ditolaknya PK tersebut, Baiq Nurilpun tetap divonis 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta subsidier tiga bulan kurungan sesuai dengan vonis kasasi.
Baca: Kalimat Kotor di Antara Pertengkaran Messi dan Medel
"Sudah putus. Mahkamah Agung menolak permohonan peninjauan kembali (PK) pemohon/terpidana Baiq Nuril yang mengajukan PK ke MA dengan nomor 83 PK/Pid.Sus/2019," ujar juru bicara MA, Hakim Agung Andi Samsan Nganro dalam keterangan tertulisnya, Jumat (5/7/2019).
Setelah upaya PK yang diajukannya ditolak, Baiq Nuril membuat surat kepada Presiden Jokowi. Dalam surat itu, dia menagih janji Jokowi untuk memberikan amnesti.
"Bapak Presiden, PK saya ditolak, saya memohon dan menagih janji bapak untuk memberikan amnesti karena hanya jalan ini satu-satunya harapan terakhir saya," kata Baiq Nuril, dikutip dari tulisan tangan dalam lembaran kertas, Sabtu (6/7/2019).
Surat Baiq Nuril
Baiq Nuril tulis surat untuk Presiden Joko Widodo (Jokowi) setelah ajuan peninjauan kembali (PK) ditolak oleh Mahkamah Agung (MA).
PK tersebut ia ajukan atas kasus penyebaran konten asusila yang mengancamnya hukuman penjaa 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta.
Surat Baiq Nuril untuk Jokowi itu berisi permohonan sekaligus upaya menagih janji Jokowi agar dirinya segera diberi amnesti.
Menurut Nuril, hal ini merupakan jalan satu-satunya yang ia bisa lakukan.
“Salam hormat untuk bapak Presiden, Bapak Presiden PK saya ditolak, saya memohon dan menagih janji bapak untuk memberikan amnesty karena hanya jalan ini satu-satunya harapan terakhir saya. Hormat Saya Baiq Nuril Maknun,” demikian isi tulisan dalam kertas tersebut.
Baca: Tagih Janji Jokowi, Ini Isi Lengkap Surat Baiq Nuril kepada Presiden Setelah PK Ditolak MK
Baca: Didukung 315.671 Warga, Pekan Depan Baiq Nuril akan Ajukan Amnesti ke Presiden Jokowi
Baca: Komnas Perempuan Siapkan Langkah Pendampingan Pengajuan Amnesti Baiq Nuril
Sementara itu, kuasa hukum Nuril, Joko Jumadi, membenarkan bahwa Nuril telah membuat surat tersebut. Namun, dia membantah bahwa surat itu ditulis atas kehendak tim kuasa hukum.
Surat itu, lanjut dia, berisi ungkapan hati Nuril.
“Ya kami dapat informasi Nuril menuliskan surat kepada Jokowi. Itu atas inisiatif sendiri, bukan dari kuasa hukum. Saya kira sah-sah saja, itu tentang perasaan prbibadinya yang dialaminya saat ini. Namun, dari kuasa hukum secara resmi belum membuat model surat apa pun,” ungkap Joko saat dikonfirmasi, Jumat (5/7/2019).
Menurut Joko, dia mendukung apa pun langkah yang akan dilakukan Nuril agar dirinya bisa bebas dari tuntutan, termasuk membuat surat, agar Presiden Jokowi bisa membantu dirinya untuk diberikan amnesti.
Kasus ini bermula saat Baiq Nuril menerima telepon dari kepala sekolah tempatnya bekerja berinisial M pada 2012.
Baca: PK Baiq Nuril Ditolak, Ini Fakta-faktanya, Mulai Kronologis Kasus Hingga Sikap Jokowi
Baca: Jokowi Lagi Nimbang-nimbang Pemberian Amnesti untuk Baiq Nuril
Baca: PK Ditolak MA, Beredar Surat Pendek Baiq Nuril ke Presiden Jokowi, Ini Isinya
Dalam perbincangan itu, Kepsek M menceritakan tentang hubungan badannya dengan seorang wanita yang juga dikenal Nuril. Karena merasa dilecehkan, Nuril merekam perbincangan tersebut.
Pada 2015, rekaman itu beredar luas di masyarakat Mataram dan membuat Kepsek M geram. Kepsek lalu melaporkan Nuril ke polisi karena merekam dan menyebar rekaman tersebut.
MA lewat putusan kasasi pada 26 September 2018 menghukum Baiq Nuril 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan.
Vonis hukuman itu diberikan sesuai dengan pelanggaran Pasal 27 Ayat 1 juncto Pasal 45 Ayat 1 UU Nomor 11/2008 tentang ITE. Belakangan, Baiq Nuril mengajukan PK, tetapi ditolak oleh MA.
Baca: Ditanya tentang Kasus Baiq Nuril, Jokowi: Perhatian Saya Sejak Awal Tidak Berkurang
Baca: PK Baiq Nuril Ditolak: Kronologi Kasus, Langkah Kuasa Hukum hingga Respons Jokowi
Baca: Jokowi Tunggu Surat Permohonan Amnesti Baiq Nuril