Komnas Perempuan Nilai MA Tidak Gunakan Pedomannya dalam Jatuhkan Putusan Kasus Baiq Nuril
Budi Wahyuni menilai padahal Perma tersebut adalah langkah maju dalam sistem hukum di Indonesia dalam mengenali hambatan akses perempuan pada keadilan
Penulis: Gita Irawan
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Terkait hal tersebut, berikut kutipan lengkap bunyi pasal 1 ayat 1 Perma 3/2017:
"Dalam Peraturan Mahkamah Agung ini yang dimaksud dengan:
1. Perempuan Berhadapan dengan Hukum adalah perempuan yang berkonflik dengan hukum, perempuan sebagai korban, perempuan sebagai saksi atau perempuan sebagai pihak."
Diberitakan sebelumnya, MA menolak PK yang diajukan Baiq Nuril dalam kasus dugaan pelanggaran UU ITE.
Putusan ini menguatkan vonis di tingkat kasasi yang menghukum 6 bulan penjara dan denda Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan.
Untuk diketahui, polemik ini mencuat setelah beredarnya rekaman telepon Muslim, mantan Kepala Sekolah SMA Negeri 7 Mataram dengan Baiq Nuril.
Dalam rekaman tersebut Muslim diduga melakukan pelecehan seksual secara verbal dengan menceritakan hal-hal berbau seksual kepada Nuril yang pada saat itu merupakan staf honorer di SMA tersebut.
Tak tahan terus menjadi korban, Nuril diduga menyebarkan rekaman itu.
Muslim yang tidak terima rekaman itu beredar lantas melaporkan Baiq Nuril ke polisi pada 2015 lalu.
Sementara Baiq Nuril pun akhirnya diberhentikan dari pekerjaannya akibat kasus tersebut.
Dalam persidangan di Pengadilan Negeri Mataram, majelis hakim memutus bebas Baiq Nuril.
Namun jaksa mengajukan upaya hukum kasasi.
Baca: Sejumlah Milenial Berpotensi Jadi Menteri Muda Kabinet Jokowi Jilid Kedua
MA pada 26 September 2018 mengabulkan kasasi tersebut sehingga Nuril dihukum enam bulan penjara dan denda sebesar Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan.
Baiq Nuril pun mengajukan PK meskipun pada akhirnya ditolak oleh Mahkamah Agung.