Update Kasus Baiq Nuril: Menkumham Sebut Amnesti Segera Dikeluarkan hingga Pendapat Mahfud MD
Berikut update perkembangan kasus Baiq Nuril soal pemberian amnesti mulai dari penyataan Menkumham hingga pendapat Mahfud MD.
Penulis: Daryono
Editor: Siti Nurjannah Wulandari
TRIBUNNEWS.COM - Pascaditolaknya Peninjauan Kembali (PK) oleh Mahkamah Agung (MA), mantan guru honorer di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Baiq Nuril Maknun, berupaya mendapatkan amnesti dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Akankah Presiden Jokowi bakal memberikan amnesti untuk Baiq Nuril?
Berikut update perkembangan kasus Baiq Nuril soal pemberian amnesti mulai dari penyataan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) hingga pendapat Mahfud MD:
1. Menkumham Yasonna Laoly Sebut Amnesti untuk Baiq Nuril Segera Dikeluarkan
Dikutip dari Kompas.com, Yasonna Laoly juga menyebut jika kasus Baiq Nuril telah mendapat perhatian serius dari Presiden Jokowi.
"Segera mungkin. Prosesnya nanti kami berikan pertimbangan hukum segera malam ini. Mensesneg (Menteri Sekretaris Negara Pratikno) dan Pak Presiden (Joko Widodo) sudah memberikan perhatian yang serius," kata Yasonna usai bertemu Baiq Nuril di Kantor Kemenkumham, Senin (8/7/2019) sore.
Yasonna Laoly menuturkan, pihaknya saat ini sedang menyusun berbagai pendapat hukum yang melibatkan banyak pihak.
Pihak-pihak yang dilibatkan untuk menangani kasus Baiq Nuril diantaranya, sejumlah pakar hukum, pejabat Kemenkumhan, ahli teknologi informasi dari Kementerian Komunikasi dan Informatika, serta kuasa hukum Nuril.
Baca: Yasonna Laoly Sebut Presiden Jokowi Beri Perhatian Serius Terkait Kasus Baiq Nuril
Setelah menyusun pendapat hukum, Presiden melalui Menteri Sekretaris Negara akan meminta pertimbangan hukum kepada DPR RI.
"Nanti Pak Presiden meminta melalui Mensesneg meminta pertimbangan hukum ke DPR Komisi III. Saya mendapat informasi juga teman-teman DPR mendukung hal ini," ujar Yasonna.
2. Penasihat Hukum Baiq Nuril Ajukan Penangguhan Penahanan
Penasihat hukum Baiq Nuril akan mengajukan penangguhan penahanan kepada Jaksa Agung, untuk mendapatkan waktu lebih panjang demi menyusun permohonan amnesti kepada Presiden Jokowi.
Hal itu disampaikan Anggota Komisi VI DPR RI, Rieke Diah Pitaloka selaku pendamping Baiq Nuril usai bertemu Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly di Kantor Kemenkumham, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (8/7/2019) petang.
"Kami sendiri sedang akan mengajukan penangguhan eksekusi kepada Jaksa Agung, sehingga bu Nuril tidak ditahan," kata Rieke Diah Pitaloka.
Soal Presiden Jokowi yang memberikan perhatian terhadap kasus Baiq Nuril, Rieke mendukung sepenuhnya.
Ia harap perhatian presiden kemudian bisa berbentuk pemberian amnesti bagi Baiq Nuril.
"Mohon dukungannya dari seluruh masyarakat Indonesia. Dan kami tentu saja mendukung perhatian bapak presiden dan mendukung penuh pak presiden untuk memberikan amnesti kepada Ibu Nuril," katanya.
2. Menkumham Sebut Amnesti Lebih Memungkinkan Dibanding Grasi
Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly menyebut hal yang paling memungkinkan untuk menuntaskan kasus Baiq Nuril adalah amnesti.
Yasonna mengacu pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 Juncto Nomor 5 Tahun 2010 yang menjelaskan pemberian grasi oleh kepala negara dapat diberikan kepada mereka yang telah dijatuhi hukuman minimal 2 tahun.
Sementara Baiq Nuril hanya dijatuhi vonis 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta subsidier tiga bulan kurungan sesuai dengan vonis kasasi.
"Dari pilihan yang ada, grasi atau amnesti yang paling dimungkinkan adalah amnesti," kata Yasonna usai bertemu Baiq Nuril di Kemenkumham, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (8/7/2019).
Baca: Baiq Nuril Akan Ajukan Penangguhan Eksekusi Guna Susun Permohonan Amnesti Kepada Jokowi
Yasonna juga mengatakan ia telah diminta Presiden Joko Widodo lewat Menteri Sekretariat Negara (Mensesneg) untuk mengkaji pengajuan amnesti tersebut secara mendalam.
Terutama pada lingkup solusi konstitusional dan konstruksi hukum yang bisa dilakukan dalam kasus Baiq Nuril.
"Saya sudah diminta bapak Presiden melalui Mensesneg untuk mengkaji hal ini secara mendalam solusi konstitusional dan konstruksi hukum yang dapat dilakukan untuk kasus ini," kata dia.
3. Dukungan Anggota Komisi III DPR RI
Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PPP, Arsul Sani mendukung pemberian amnesti kepada Baiq Nuril.
Hal itu menyusul penolakan Mahkamah Agung (MA) atas peninjauan kembali (PK) yang diajukan Baiq Nuril karena kasus UU ITE.
Namun, ia menegaskan DPR akan mempertimbangkan jika Presiden Jokowi nantinya bersurat kepada parlemen.
"InsyaAllah mendukung, cuma posisi DPR kan menunggu apa yang nanti dimintakan pertimbangan dalam surat Presiden kepada DPR," kata Arsul Sani kepada wartawan, Minggu (7/7/2019).
Ia mengatakan sesuai Pasal 14 ayat 2 UUD 1945, Presiden memang memiliki kewenangan konstitusional untuk memberikan amnesti dengan pertimbangan DPR.
Arsul memastikan ia dan teman-teman di Komisi III akan mengkaji secara mendalam pemberian amnesti Baiq Nuril.
"Karena itu, jika nantinya permohonan amnesti tersebut telah diterima Presiden dan kemudian dimintakan pertimbangan kepada DPR, kami yang di DPR akan mengkajinya secara mendalam dengan semangat mendukung prinsip keadilan," katanya.
3. Pendapat Mahfud MD
Pakar hukum tata negara yang juga mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD memberikan pendapatanya tentang peluang pemberian amnesti untuk Baiq Nuril.
Pendapat Mahfud itu disampaikan lewat cuitan di akun twitternya saat menjawab pertanyaan dari warganet.
Menurut Mahfud, pemberian amnesti bagi Baiq Nuril kurang tepat.
Hal ini karena Amnesti diberikan untuk kasus-kasus politik yang bersifat kolektif dan bukan kriminal biasa.
Berikut cuitan Mahfud terkait kasus Baiq Nuril:
"Utk membebaskan Nuril Baiq dgn amnesti tampaknya tdk tepat. Amnesti itu utk kasus politik, bersifat kolektif, bkn kriminal biasa, dan bkn utk org perorang. Msl: Dulu orng2 yg menolak hsl KMB diberi amnesti oleh Presiden Soekarno scr kolektif. Utk skrang hrs dgn pertimbangan DPR
Teori dasarnya begini: amnesti dan abolisi itu diberikan kpd orang yg belum dihukum; sedang grasi dan rehabilitasi diberikan kpd orang2 yg sdh divonis dan sdh inkracht. Tp ada pengalaman, Presiden Habibie (1998) pernah mengamnesti orng2 yg menjadi terpidana politik warisan Orba.
Perlu didiskusikan dulu scr mendalam: 1) Mnrt sy Nurul Baiq bs minta grasi kpd Presiden. 2) Tp ada yg brpendapat dia tak bs minta grasi krn orng minta grasi hrs mengaku bersalah, menerima hukuman dan meminta ampun. Sedang orng mengajukan PK itu dianggap tak mau mengaku bersalah.
Ya , itu sdh ada di cuitan saya kemarin. Coba track. Amnesti diberikan oleh Presiden Habibie kpd Budiman Sujatmiko, Sri Bintang Pamungkas, Mochtar Pakpahan pd tahun 1998. Itu bersifat kokektif dlm kasus politik yakni mereka yang dihukum karena "dianggap" melawan Pemerintah Orba."
(Tribunnews.com/Daryono)