Ketua MA: Putusan Kasasi Syafruddin Temenggung Independensi Hakim
Hatta Ali irit bicara soal putusan kasasi mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Asryad Temenggung.
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Mahkamah Agung (MA) Hatta Ali irit bicara soal putusan kasasi mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Asryad Temenggung.
Dia menegaskan putusan yang akhirnya membebaskan Syafruddin dari kasus dugaan korupsi penertiban Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI) Sjamjul Nursalim itu independensi dari majelis hakim.
"Yang bersifat teknis itu tidak boleh, itu independensi (hakim). Saya tidak boleh mengomentari putusannya," tegas Ali saat ditemui di Lapangan Monas, Jakarta, Rabu (10/7/2019) usai menghadiri HUT Bhayangkara ke-73.
Ali menjelaskan putusan yang dikeluarkan hakim tentunya dengan pertimbangan.
Tapi dia tidak merinci pertimbangan apa yang diambil majelis hakim hingga memutuskan untuk membebaskan Syafruddin dari segala tuntutan.
"Tentunya dipertimbangkan, pertimbangan seperti itu tentu saja dengan pertimbangan," imbuhnya.
Baca: Yusril Sebut Putusan Kasasi Bebas Terdakwa Kasus BLBI Syafruddin Temenggung Final
Untuk diketahui, MA mengabulkan permohonan kasasi yang diajukan oleh terdakwa Syafruddin terkait kasus dugaan korupsi SKL BLBI.
Mantan Kepala BPPN itu akhirnya bebas dari segala jeratan hukum, setelah sebelumnya sempat mendekam dibalik jeruji besi.
Kasasi ini diketuk palu oleh tiga hakim agung, yakni Salman Luthan sebagai ketua, serta Syamsul Rakan Chaniago, dan Mohamad Askin selaku anggota.
Dalam amar putusan ini, terdapat dissenting opinion atau perbedaan pendapat antarhakim.
MA meminta agar Syafruddin dilepaskan dari segala tuntutan hukum (ontslag van allerechtsvervolging).
Selain itu, hak Syafruddin dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya agar dipulihkan.
MA juga meminta Syafruddin dikeluarkan dari tahanan.
Dalam proses hukumnya, pada tingkat pertama, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhi vonis 13 tahun penjara dan denda sebesar Rp700 juta subsider 3 bulan kurungan.
Kemudian hukuman Syafurddin diperberat oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menjadi 15 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 3 bulan kurungan.
Merespons putusan kasasi tersebut, KPK dipastikan bakal melakukan upaya hukum lain.