Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Menkumham: Ada Peluang Presiden Berikan Amnesti Kepada Nuril

"Ada dua pandangan yang mengatakan seharusnya itu diberikan kepada pidana-pidana yang berkaitan dengan politik."

Penulis: Taufik Ismail
Editor: Choirul Arifin
zoom-in Menkumham: Ada Peluang Presiden Berikan Amnesti Kepada Nuril
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly 

Laporan Wartawan Tribunnews, Taufik Ismail

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan bahwa pertimbangan permohonan pengampunan (amnesti) Baiq Nuril telah diserahkan kepada Presiden Jokowi melalui melalui Menteri Sekretaris Negara Pratikno.

Yassona mengatakan, ada peluang Presiden memberikan amnesti kepada Baiq Nuril. Meskipun biasanya Amnesti diberikan presiden kepada mereka yang tersangkut pidana yang berkaitan dengan politik.

"Ada dua pandangan yang mengatakan seharusnya itu diberikan kepada pidana-pidana yang berkaitan dengan politik. Tapi kajian kita ada 2 pandangan lain, yang melibatkan para pakar, seluruh yang ada di jajaran kita, dan dari kemenkumham melihat ada peluang untuk memberikan amnesti untuk ini," ujar Yassona di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, (15/7/2019).

Menurutnya sangat terbuka Jokowi memberikan amnesti karena ada preseden bahwa amnesti pernah diberikan kepada perseorangan, salah satunya yakniSri Bintang Pamungkas.

"Nah ini kami liat dari rasa keadilan masyarakat, kami juga dengar pandangan dari pakar IT, dari Kemkominfo, bahwa pidananya sendiri dibebaskan pada tingkat pengadilan negeri," katanya.

Pesan yang ingin disampaikan pemerintah dalam kasus Baiq Nuril menurut Yasonna adalah adanya perhatian yang sangat serius terhadap perlindungan perempuan dan ketidaksetaraan gender.

Berita Rekomendasi

"Terutama soal apa yang dialami seorang perempuan. Guru honorer berhadapan dng kepala sekolah. Yang menyampaikan itu dalam perlindungan dirinya," ujarnya.

Sebelumnya, Baiq Nuril merupakan Guru Honorer di SMAN 7 Mataram, kasusnya berawal pada 2012 lalu. Saat itu, ia ditelepon oleh kepala sekolahnya, Muslim.

Anggota DPR RI Fraksi PDIP, Rieke Diah Pitaloka (kanan) bersama terpidana kasus pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), Baiq Nuril Maknun (tengah) menjawab pertanyaan awak media seusai melakukan pertemuan dengan Jaksa Agung, HM Prasetyo di Kantor Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Jumat (12/7/2019). Dalam pertemuan tersebut, Rieke Diah Pitaloka dan Baiq Nuril menyerahkan 132 surat permohonan dari sejumlah pihak untuk penangguhan eksekusi terhadap Baiq Nuril. Tribunnews/Jeprima
Anggota DPR RI Fraksi PDIP, Rieke Diah Pitaloka (kanan) bersama terpidana kasus pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), Baiq Nuril Maknun (tengah) menjawab pertanyaan awak media seusai melakukan pertemuan dengan Jaksa Agung, HM Prasetyo di Kantor Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Jumat (12/7/2019). Dalam pertemuan tersebut, Rieke Diah Pitaloka dan Baiq Nuril menyerahkan 132 surat permohonan dari sejumlah pihak untuk penangguhan eksekusi terhadap Baiq Nuril. Tribunnews/Jeprima (Tribunnews/Jeprima)

Percakapan telepon tersebut mengarah pada pelecehan seksual. Karena selama ini kerap dituding memiliki hubungan dengan muslim, Nuril kemudian merekam percakapan tersebut pada telepon genggamnya.

Baca: Kasus Ikan Asin, Hotman Paris Nyindir, Halo Pengacara Muda: Lihat Caraku Nanganin Kasus

Karena didesak teman-teman sejawatnya Nuril kemudian menyerahkan rekaman tersebut untuk digunakan sebagai barangbukti laporan dugaan pelecehan seksual atau pencabulan oleh muslim ke dinas pendidikan.

Akibat laporan tersebut sang Kepala Sekolah akhirnya dimutasi. Karena tidak menerima, Muslim lalu melaporkan Nuril ke polisi dengan tuduhan pelanggaran UU ITE karena menyebarkan rekaman percakapan tersebut. Laporan itu membuat Nuril sempat ditahan oleh Kepolisian.

Baca: Pasrah Hadapi Diabetes dan Batu Ginjal, Dorce Gamalama Siapkan Kain Kafan hingga Surat Wasiat

Di Pengadilan Negerin Mataram Nuril sebenarnya di Vonis bebas, namun Jaksa saat itu tidak puas dan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Hakim MA justru memutus Nuril bersalah pada 26 September 2018. Ia dijatuhi hukuman penjara 6 bulan dan denda Rp 500 juta.

Baca: Dahnil Anzar: Prabowo Paham Kekecewaan Para Pendukung karena Keputusannya Temui Jokowi

Kasus tersebut kemudian mengundang simpati publik. Apalagi kemudian sang kepala sekolah Muslim justru malah mendapatkan Promosi jabatan sebagai kepala Bidang Pemuda dan Olahraga Kota Mataram.
Selain itu, laporan Nuril adanya dugaan pelecehan seksual atau pencabulan oleh atasannya tersebut dihentikan Polda NTB dengan dalih kurangya bukti.

Kuasa hukum Nuril lalu mengajukan upaya hukum terakhir yakni Peninjauan Kembali (PK) ke MA pada Januari 2019. Pada 4 Juli, MA menolak PK yang diajukan kuasa hukum.

Dengan PK tersebut, Nuril kemudian memperjuangkan keadilan dengan meminta belas kasihan presiden. Ia berencana meminta Amnesti kepada presiden atas kasus yang menjeratnya itu.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas