Politikus PDIP Ini Cerita Pengalaman Partainya 10 Tahun di Luar Pemerintahan
"Partai ada di luar pemerintahan pun itu suatu kehormatan," kata Andreas di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, (16/7/2019).
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Isu akan masuknya sejumlah partai oposisi ke dalam pemerintahan mendapat berbagai macam tanggapan.
Ketua DPP PDIP Andreas Hugo Pareira sepakat dengan pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahwa perlu ada partai penyeimbang yang berfungsi untuk megawasi pemerintah. Perlu ada partai yang mengkritik kinerja pemerintah agar tidak kebablasan.
Baca: Elite PDIP Sarankan Gerindra, Demokrat, PAN dan PKS Tetap Jadi Oposisi
"Partai ada di luar pemerintahan pun itu suatu kehormatan," kata Andreas di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, (16/7/2019).
Menurutnya, hal tersebut bukan hanya omongan semata.
PDIP menurutnya pernah mengalami masa yang panjang menjadi oposisi.
Selama berada di luar pemerintahan PDIP selalu konsisten dalam menyampaikan pandangan ataupun pemikirannya, dan tidak pernah bertolak belakang dengan apa yang dikampanyekan dalam Pemilu.
"Pengalaman PDI Perjuangan 10 tahun sebelum masuk pemerintahan itu menunjukkan bahwa konsistensi sikap antara apa yang disampaikan saat berkampanye dengan apa yang kita lakukan setelah proses pemilu selesai sangatlah penting," katanya.
Konsistensi partai selama menjadi oposisi tersebut mendapatkan penghormatan dari masyarakat.
Setelah 10 tahun menjadi oposisi, PDIP menjadi partai penguasa dan menjadi partai yang dipilih oleh mayoritas masyarakat.
Baca: Mahfud MD Sebut Rakyat Lebih Senang Prabowo Pimpin Oposisi di Parlemen
"Dan di situ kelihatan bahwa selama 10 tahun PDIP menjadi partai di luar pemerintahan pun ya rakyat tetap menghormati PDI Perjuangan. Dan akhirnya terbukti bahwa rakyat kembali memilih PDI Perjuangan," pungkasnya.
Dalam pidato tersebut, Jokowi menyampaikan beberapa langkah yang akan ditempuh pemerintahan ke depan. Pada salah satu bagian pidatonya, mantan Wali Kota Solo itu juga menyampaikan pesan kepada kelompok yang memilih akan menjadi oposisi.
1. Jadi oposisi itu mulia
Dalam pidatonya, Jokowi menyebutkan, menjadi oposisi juga posisi yang mulia. Ia menyadari bahwa totalitas dalam mendukung seseorang dalam demokrasi adalah suatu hal yang wajar.
"Dalam demokrasi, mendukung mati-matian seorang kandidat itu boleh. Mendukung dengan militansi yang tinggi itu juga boleh. Menjadi oposisi itu juga sangat mulia. Silakan," kata Jokowi.
Baca: Fadli Zon Jelaskan Maksud Pertemuan Prabowo dengan Jokowi
2. Jangan menjadi oposisi yang menimbulkan dendam
Pesan kedua, Jokowi mengingatkan, agar menjadi kelompok oposisi yang tak menimbulkan dendam dan menebarkan kebencian.
"Menjadi oposisi itu sangat mulia. Silakan. Asal jangan oposisi menimbulkan dendam. Asal jangan oposisi menimbulkan kebencian. Apalagi hinaan, cacian, dan makian. Kita memiliki norma-norma agama, etika, tata krama, dan budaya yang luhur," ujar Jokowi.
Baca: Reaksi PKS Hingga Sandiaga Uno tentang Arah Politik Prabowo ke Depan : Tetap Oposisi
Secara keseluruhan, Jokowi menekankan, yang terpenting adalah persatuan Indonesia. Dengan bersatu, Indonesia akan menjadi negara yang kuat di kancah global Siap menjadi oposisi
Sementara itu, sebelumnya, seperti dikutip dari pemberitaan Kompas.com, Sabtu (13/7/2019), Prabowo menyatakan siap menjadi oposisi. Hal itu dikatakan Prabowo setelah pertemuan dengan Jokowi di FX Senayan, Jakarta Selatan.
"Oposisi juga siap, check and balance siap," kata Prabowo.
Meski demikian, dalam pertemuan dengan Jokowi, Prabowo tak mengungkapkan sikap resmi yang diambilnya, apakah menjadi oposisi atau koalisi pemerintah.
Prabowo menegaskan, kesatuan seluruh bangsa menjadi fokus utama.
"Yang penting kita negara kita kuat, kita bersatu," tutur dia.
Pernyataan senada sempat disampaikan calon wakil presiden pendamping Prabowo, Sandiaga Uno, beberapa hari sebelumnya.
Sandiaga Uno mengaku akan memberikan masukan kepada Prabowo Subianto untuk tetap menjadi oposisi pemerintah lima tahun ke depan.
Secara pribadi, Sandiaga mengambil sikap untuk tetap menjadi oposisi karena pemerintah membutuhkan check and balance, di mana fungsi pengawasan kinerja dan memberikan masukan kepada pemerintah tersebut dapat dijalankan oleh kelompok oposisi.
"Itu sikap pribadi. Keputusan akhir ada di Gerindra. Saya enggak bisa biara atas nama Gerindra atau nama lain tapi saya akan koordinasi dengan Prabowo," kata Sandiaga.
Peran oposisi penting Peran oposisi dinilai penting untuk mengawasi kinerja pemerintah.
Direktur Program Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo Maruf Amin Aria Bima mengatakan, kehadiran kelompok oposisi berguna bagi para pendukung pasangan calon nomor urut 01.
Selain mengawal jalannya pemerintah, lanjut Aria, kelompok oposisi dapat membantu para pendukung 01 dan masyarakat menagih janji yang disampaikan Jokowi-Maruf.
"Oposisi tidak hanya mengawal janji pemerintah tapi juga ikut membantu pendukung 01 agar supaya Jokowi-Kiai Ma'ruf tepat janji," kata Aria.
Baca: Sinopsis The Secret Life of My Secretary Episode 25: Manusia Tidak Adil tapi Para Dewa Adil
Aria Bima mengatakan, Jokowi tak melarang adanya kelompok oposisi di pemerintahannya.
"Pak Jokowi tak menginginkan satu pemerintahan yang tanpa oposisi karena hasil pertemuan kemarin hampir media sosial mainstream dan online menyebutkan kekhawatiran akan terjadinya pemerintahan yang tanpa oposisi," ujar dia.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul : Dua Pesan untuk Oposisi dalam Pidato Visi Indonesia Jokowi
Sandiaga Uno harap Prabowo tetap oposisi
Sejumlah pihak bereaksi terkait pertemuan antara Presiden Terpilih Joko Widodo (Jokowi) dengan mantan Capres Prabowo Subianto.
Misalnya PKS. Mereka tidak menginginkan Partai Gerindra bergabung dengan koalisi pendukung pemerintah pascapertemuan pagi ini, Sabtu (13/7/2019).
Baca: Jokowi dan Prabowo Bertemu, Amien Rais Tak Tahu
Hal yang sama juga diutarakan oleh pasangan Prabowo, mantan Cawapres Sandiaga Uno.
Dia mengatakan akan menyampaikan masukan kepada Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto agar tetap menjadi oposisi selama lima tahun ke depan.
Hal itu ia ungkapkan Sandiaga saat ditanya mengenai sikapnya untuk tetap menjadi oposisi pemerintahan Joko Widodo dan Maruf Amin.
"Ini pandangan pribadi saya sampaikan (ke Prabowo)," ujar Sandiaga seusai menghadiri acara bertajuk 'Young penting Indonesia' di kawasan Kemang, Jakarta Selatan, Sabtu (13/7/2019).
Dalam acara yang juga dihadiri Ketua Tim Kampanye Nasional pasangan Joko Widodo Maruf Amin (TKN) Erick Thohir, Sandiaga Uno menegaskan sikapnya untuk tetap menjadi oposisi pemerintah.
Sandiaga Uno meyakini, pemerintahan membutuhkan check and balance. Sementara oposisi berfungsi mengawasi kinerja pemerintah dan memberikan masukan.
Sandiaga Uno menegaskan, sikapnya itu adalah sikap pribadi.
"Itu sikap pribadi. Keputusan akhir ada di Gerindra. Saya enggak bisa bicara atas nama Gerindra atau nama lain tapi saya akan koordinasi dengan Prabowo," kata Sandiaga.
Sebelumnya, Jokowi dan Prabowo akhirnya bertemu.
Pertemuan terjadi di stasiun MRT Lebak Bulus, Jakarta Selatan, Sabtu.
Mereka sempat berpelukan dan bersalaman ketika bertemu. Prabowo pun sempat memberikan hormat kepada Presiden Jokowi.
Keduanya kompak mengenakan kemeja berwarna putih. Mereka sempat berbincang sebentar dan tertawa.
Namun, tidak terdengar apa yang mereka bincangkan.
Baca: Stasiun MRT Lebak Bulus, Akhir Sebuah Perlawanan?
Setelah itu, Presiden Jokowi dan Prabowo sama-sama menaiki MRT kemudian bertolak ke stasiun Senayan.
Seusai memberikan pernyataan pers selama sekitar 10 menit, Jokowi dan Prabowo berjalan kaki menuju FX untuk santap siang bersama.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul : Sandiaga Beri Masukan ke Prabowo Tetap Jadi Oposisi
PKS harap Prabowo tetap oposisi
Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera mengatakan pertemuan antara Prabowo Subianto dan Joko Widodo akan membawa kesejukan di tengah masyarakat.
Hanya saja, PKS menyarankan setelah pertemuan tersebut Prabowo memberikan pernyataan akan tetap berada di jalur oposisi.
"Pertemuan antar pemimpin membawa kesejukan. Dan akan baik jika Pak Prabowo menyatakan #KamiOposisi," ujar Mardani saat dihubungi Tribunnews, Sabtu (13/7/2019).
Menurut Mardani, pernyataan Prabowo akan tetap oposisi meski telah bertemu Jokowi, sangat baik bagi kesehatan demokrasi.
Sebaliknya bila tidak dilakukan maka akan memunculkan kekecewaan para pendukung Prabowo-Sandi di Pemilu Presiden 2019.
"Jika pertemuan tidak diikuti dengan deklarasi#KamiOposisi akan membuat kekecewaan pendukung," tuturnya.
Mardani yakin, Prabowo akan tetap bersama PKS berada di barisan oposisi.
Prabowo bersama PKS akan menjalankan peran oposisi untuk memperjuangkan kepentingan rakyat.
"PKS tetap yakin Pak Prabowo dan semua pendukungnya akan bersama dalam #KamiOposisi," pungkasnya.
Tanggapan Partai Berkarya
Sekretaris Jenderal Partai Berkarya, Priyo Budi Santoso mengapresiasi pertemuan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto.
Menurut Priyo Budi Santoso, pertemuan itu akan mencairkan hubungan politik yang selama ini panas-dingin.
Baca: Mereka yang Menjembatani Pertemuan Jokowi dengan Prabowo
"Seperti diprediksi pertemuan kedua pemimpin ini lambat laun bakal terjadi. Meski tak mudah, akhirnya keduanya memutuskan bertemu secara terbuka. Ini adalah langkah negarawan dan patut diapresiasi. Ini akan mencairkan hubungan politik yang selama ini panas-dingin," kata Priyo Budi Santoso, dalam keterangannya, Sabtu (13/7/2019).
Namun, kata mantan politisi Partai Golkar itu, apakah pertemuan itu membuat Prabowo Subianto dan Partai Gerindra akan masuk ke pemerintahan Jokowi-Maruf.
"Yang justru krusial dan menjadi pertanyaan besar publik apakah pertemuan ini sekaligus sinyal berbagai kekuatan politik akan berduyun-duyun masuk dalam pemerintahan? Apakah rekonsiliasi harus berarti semuanya melebur masuk dalam kabinet?" kata Priyo Budi Santoso.
Apabila Prabowo Subianto memilih masuk ke dalam kabinet, kata dia, itu akan menjadi preseden buruk bagi peta politik nasional.
"Kalau ini terjadi betapa ‘gemuknya’ politik di negeri ini. Para pejuang demokrasi dan banyak kalangan di akar rumput patut gusar. Ini akan menjadi dukacita demokrasi. Demokrasi kita akan terlalu gemuk bergelambir dan sulit terbangun check and balance yang sehat," ujarnya.
Baca: Jadi Saksi Pertemuan Jokowi dan Prabowo, Prisia Nasution Bangga
Dia menambahkan, pilihan membangun oposisi yang konstruktif tak kalah mulia dengan bergabung di pemerintahan.
"Pilihan seperti ini mestinya tak boleh punah kalau masih ada keinginan membangun demokrasi yang hebat di Indonesia," tambahnya.
Oposisi diperlukan
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi), Lucius Karus, menilai Presiden Joko Widodo masih memerlukan keberadaan kubu Prabowo Subianto.
Hal itu terbukti dari adanya pertemuan antara Jokowi dengan Prabowo di Stasiun MRT, Lebak Bulus, Jakarta Selatan, pada Sabtu (13/7/2019).
"Penguasa saat ini tampak masih berusaha merangkul partai oposisi, karena dibutuhkan untuk menjaga pemerintahan 5 tahun ke depan," kata Lucius Karus, Sabtu (13/7/2019).
Dia menjelaskan, sekalipun dalam demokrasi tidak dikenal oposisi, tetapi pada praktiknya ada di dalam demokrasi Indonesia.
Baca: Prediksi Laga PSS Sleman vs Persebaya Surabaya Liga 1 Sabtu 13 Juli 2019 Pukul 18:30 WIB
Baca: Siswa SMA Meninggal Saat Ikuti MOS, Sempat Pingsan Ketika Memasuki Parit Selebar 2 Meter
"Dalam hal ini oposisi jadi penyeimbang," kata dia.
Dia mengharapkan, pertemuan Jokowi dan Prabowo dilakukan secara rileks dan fokus pada peran bersama untuk membangun bangsa.
Jokowi akhirnya bertemu dengan kompetitornya di Pilpres 2019, Prabowo Subianto. Tanpa diduga pertemuan ternyata digelar di stasiun MRT, Lebak Bulus pada Sabtu, (13/7/2019).
Pantauan Tribunnews.com, pertemuan ini diawali dari Jokowi yang mengajak Prabowo bertemu di Stasiun MRT Lebak Bulus sekitar pukul 10.00 WIB.
Tampak Prabowo hadir lebih dulu pukul 09.51, selang beberapa menit Jokowi hadir. Sebelum masuk ke rangkaian MRT, keduanya saling bertegur sapa dan bersalaman.
Suasana akrab terus terlihat hingga mereka duduk santai berdua di gerbong satu. Jokowi dan Prabowo hendak menuju ke Stasiun Istora Mandiri. Dari sana mereka jalan kaki ke FX Sudirman untuk makan siang bersama.
Usai turun dari MRT, tepatnya di Stasiun Istora Mandiri, Jokowi dan Prabowo sempat memberikan keterangan pers terkait pertemuan mereka.
"Seluruh rakyat Indonesia yang saya cintai, pertemuan saya dengan Bapak Prabowo Subianto pada pagi hari ini adalah pertemuan seorang sahabat, pertemuan seorang kawan, pertemuan seorang saudara," ucap Jokowi.
"Yang sebetulnya ini sudah direncanakan lama tetapi Pak Prabowo juga sibuk sering mondar mandir ke luar negeri, saya juga begitu. Perga pergi dari Jakarta ke daerah dan ada juga yang keluar. Sehingga pertemuan yang telah lama kita rencanakan belum bisa terlaksana," papar Jokowi.
"Alhamdulilah pada pagi hari ini, kita bisa bertemu dan mencoba MRT karena saya tahu Pak Prabowo belum pernah coba MRT," ungkap Jokowi lagi.
Kembali ditanya awak media, kenapa memilih bertemu di MRT? Jokowi menjawab pertemuan dimanapun bisa.