Perseteruan KPU-Bawaslu Soal Rekomendasi Pemungutan Suara Ulang di Sulawesi Tenggara
KPU berseteru dengan Bawaslu soal rekomendasi Pemungutan Suara Ulang (PSU) untuk TPS 02 dan 03, Kelurahan Bataraguru, Kota Baubau, Sulawesi Tenggara
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Adi Suhendi
Laporan wartawan tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) berseteru dengan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) soal rekomendasi Pemungutan Suara Ulang (PSU) untuk TPS 02 dan 03, Kelurahan Bataraguru, Kota Baubau, Provinsi Sulawesi Tenggara.
KPU menyatakan rekomendasi PSU Bawaslu Kota Baubau merupakan rekomendasi yang ilegal dan cacat yuridis.
Pernyataan KPU tersebut adalah jawaban mereka dalam persidangan sengketa hasil Pileg 2019 di Mahkamah Konstitusi, untuk perkara nomor 06-29/PHPU-DPD/XVII/2019.
Diajukan oleh Pemohon sekaligus kuasa hukum Fatmayani Harli Tombili terkait perselisihan hasil Pemilu DPD Sulawesi Tenggara.
Baca: Langkah Ratna Sarumpaet Ajukan Banding Mendapat Dukungan dari Anak-anaknya
Baca: Wali Kota Tangerang Arief R Wismansyah Laporkan Kemenkumham ke Polisi
Baca: Tuntutan Rp 746 Juta Empat Pengamen, Korban Salah Tangkap Polisi dan Terlanjur di Bui
Baca: Biaya Sekolah Mikhayla Setengah Miliar, Nia Ramadhani Emosi Dengar Cita-cita Putri Ardi Bakrie
Dalam permohonannya, Pemohon menyoal rekomendasi PSU dari Bawaslu Kota Baubau yang tidak dijalankan KPU.
Kuasa hukum Termohon, Yakub Mahmud menjelaskan alasan KPU Kota Baubau tidak melaksanakan PSU di dua TPS Kelurahan Bataraguru karena penerbitan rekomendasi Bawaslu tak memenuhi syarat dan bukti memadai.
Semisal berita acara pencermatan, klarifikasi, pengambilan keterangan saksi, hingga penelitian dan pemeriksaan pengawas TPS.
"Faktanya rekomendasi a quo tidak disertai atau didahului hasil penelitian atau pemeriksaan pengawas TPS. Padahal prosedur penerbitan rekomendasi Bawaslu harus berdasar tersebut," ungkap Yakub di ruang sidang panel III, Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Rabu (17/7/2019).
Yakub kemudian merujuk pada doktrin hukum administrasi Philipus M Hadjon tentang tindakan putusan tata usaha negara meliputi wewenang porsedur dan substansial.
Dijelaskan Yakub, wewenang prosedur merupakan landasan legalitas formil yang melahirkan asas keabsahan. Sementara wewenang substansial akan menghadirkan legalitas materil.
Jika dua legalitas itu gagal terpenuhi, akibatnya adalah sebuah keputusan (rekomendasi) menjadi cacat yuridis.
Karena penerbitannya bersifat a quo in prosedural atau tidak sesuai prosedur.
"Tidak terpenuhinya legalitas tsb mengakibatkan cacat yuridis suatu tindakan tata usaha negara. Berdasarkan hal tersebut, karena penerbitan rekomendasi a quo in prosedural, maka rekomendasi yang dihasilkan menjadi cacat yuridis atau ilegal," jelas Yakub.
Baca: Viral Susunan Menteri-menteri Jokowi-Maruf Berlogo Garuda, Ketua TKN Pastikan Hoaks & Tak Ada Rapat
Baca: Air Keras yang Disiramkan ke Wajah Novel Baswedan Bukan untuk Membunuh
Sehingga menurutnya, KPU sebagai lembaga penyelenggara Pemilu patuh hukum perundang-undangan, tidak bisa melaksanakan rekomendasi PSU yang dinilai ilegal tersebut.
"Termohon tidak mungkin ambil kebijakan yang tidak memenuhi ketentuan perundangan," ungkapnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.