Waspada Grooming! KPAI Ingatkan Pentingnya Menjaga Anak Agar Tak Jadi Korban Kejahatan di Dunia Maya
KPAI mengingatkan semua pihak agar senantiasa menjaga anak-anak agar tidak menjadi korban kejahatan, khususnya di dunia maya
Editor: Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengingatkan semua pihak agar senantiasa menjaga anak-anak agar tidak menjadi korban kejahatan, khususnya di dunia maya.
Hal tersebut diungkapkan Wakil Ketua KPAI, Rita Pranawati, menyikapi kasus grooming di dunia maya dengan pelaku seorang narapidana di Lapas Surabaya yang berhasil diungkap Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri.
Dala kasus tersebut TR yang berusia 25 tahun telah mengumpulkan 1307 video dan foto anak hasil bujuk rayunya melalui media sosial.
TR sebetulnya sedang menjalani hukuman di sebuah Lapas di Jawa Timur akibat tindak pidana pencabulan kepada anak dengan hukuman 7 tahun 6 bulan.
Namun ternyata pelaku masih melanjutkan tindak pidananya melalui dunia maya di Lapas.
Pelaku mengambil foto guru-guru untuk dijadikan profil pada akun instagram palsu yang dibuatnya.
Ia pun memfollow murid-murid dari guru tersebut untuk dijadikan teman di platform tersebut.
Jika anak langsung follow back maka ada indikasi anak tersebut merupakan anak yang penurut.
Melalu akun palsu yang soalah-olah guru, pelaku kemudian membuat pesan pribadi untuk meminta nomor handphone dan melanjutkannya berkomunikasi via whatsapp.
Baca: Kaum Pria Jangan Anggap Enteng, 5 Gejala Kesehatan Ini Bisa Jadi Penyakit Serius
Baca: KPK Gelar Rekonstruksi Kasus Dana Perimbangan Arfak di Rumah Dinas Sukiman Guna Ungkap Alur Suap
Baca: KASAL Terima Pelaporan Korps Kenaikan Pangkat 21 Pati TNI AL
Baca: KPK Bawa Sukiman Ikuti Rekonstruksi Perkara Suap Dana Perimbangan Arfak di Kompleks DPR
Pelaku lantas meminta muridnya untuk mengirim foto atau video yang kelihatan bagian tubuh hingga alat vital atau bahkan melukai organ vital dirinya dengan bujukan dan rayuan akan diberi nilai bagus.
Jika tidak mau, anak diancam tidak naik kelas.
Sebagian besar anak tidak merasa bahwa hal tersebut adalah kejahatan seksual melalui dunia maya terhadap anak.
Menurut Rita, terbongkarnya kasus tersebut berawal ketika dirinya mendapatkan laporan pertengahan tahun 2018 dari dua propinsi berbeda dengan pelapor yang tidak saling kenal.
"Laporan tersebut intinya penyalahgunaan foto guru untuk menipu dengan dugaan pornografi. Lalu laporan ke KPAI ini saya teruskan ke Direktur Siber Mabes Polri. Saya tidak menyangka jika kasus ini berhubungan," kata Rita Pranawati dalam keterangan yang diterima.
Rita mengingatkan setiap orang tua untuk memiliki waktu yang cukup dengan anaknya, khususnya yang beranjak remaja.
Remaja sering mencari jati diri melalui dunia maya dan seringkali mereka belum matang dan memahami bahaya di dunia maya.
"Anak-anak belum bisa membayangkan jika apa yang ada di dunia maya bisa jadi tipu muslihat dan tidak seperti yang terlihat," katanya.
Selain itu, orang tua juga penting untuk membangun iklim dialog dan komunikasi yang baik dengan anak.
Jika anak mengalami masalah atau membuat kesalahan, orang tua sebaiknya mendengarkan dengan baik dan memberi saran sehingga terbangun kepercayaan anak kepada orang tua.
Sayangnya, respon sebagian besar orang tua kepada anak ketika anaknya melakukan kesalahan adalah marah.
Sehingga, anak tidak lagi ingin bercerita kepada orang tua dan justru anak terjebak dalam masalah.
Saat ini korban yang diketahui sekitar 50 orang.
Namun yang teridentifikasi keberadaannya masih sangat sedikit.
KPAI mendorong adanya data anak yang terintegrasi termasuk dengan fotonya sebagai data rahasia Negara yang dikoordinir Dirjen Dukcapil melalui Kartu Identitas Anak (KIA).
"KIA diharapkan selalu diperbaharui dan terkoneksi dengan dapat siswa baik di Kemendikbud maupun di Kemenag,:" katanya.
Terkait dengan korban, Rita mengingatkan bahwa ketika anak menjadi korban, bantulah dan lindungi anak dan laporkan kasusnya.
"Melaporkan kasus berarti melindungi anak korban untuk mendapat rehabilitasi dan pemulihan dengan baik. Selain itu, melaporkan berarti melindungi anak lain menjadi korban dari pelaku yang diproses hukumnya," ujarnya.
KPAI dan Direktur Siber Mabes Polri menerima pengaduan jika ada orang tua yang merasa anaknya menjadi korban kejahatan di dunia maya ini.
Dirjen PAS menurutnya juga penting untuk melakukan pengawasan kepada para napi dalam hal penggunaan handphone.
Karena kasus tersebut berlangsung di lapas.
Tuntutan hukuman maksimal melalui jeratan UU Perlindungan Anak Pasal 76 E, UU ITE, dan pemberatannya penting dilakukan.
Hal ini karena tindakan tersebut merupakan tindak pidana pengulangan dan korban lebih dari satu.
"Hukuman maksimal sudah semestinya diterapkan untuk melindungi anak Indonesia," katanya.