H. Abdurrahman Mas’ud: Sukses itu Perlu “Nekat”
Agar sukses terkadang perlu keputusan yang “nekat”. Nekat dalam arti keberanian mengambil keputusan dengan cepat, namun dibarengi dengan kerja keras.
Editor: Content Writer
Agar sukses terkadang perlu keputusan yang “nekat”. Nekat dalam arti keberanian mengambil keputusan dengan cepat, namun dibarengi dengan kerja keras.
Hal ini disampaikan Kepala Badan (Kaban) Litbang dan Diklat Kementerian Agama Prof. H. Abdurrahman Mas’ud, Ph.D dalam kegiatan bedah buku Mendakwahkan Smiling Islam: Dialog Kemanusiaan Islam dan Barat di Jakarta, Kamis (25/07).
“Butuh keberanian mengambil keputusan untuk kuliah di luar negeri. Waktu itu saya membawa keluarga ikut pindah ke Amerika, anak-anak saat itu masih kecil. Pengeluaran sehari-hari hanya dari beasiswa kuliah yang tidak seberapa. Jadi harus bisa mengatur pengeluaran selama tinggal di sana. Kalau anak jaman sekarang saya lihat banyak perhitungan dan pertimbangan dalam mengambil keputusan. Padahal dari keterbatasan itu kita bisa mendapat pelajaran berharga, yang penting punya kemauan yang keras untuk sukses,” ujar Abdurrahman Mas’ud.
Buku otobiografi ini menceritakan perjalanan hidup Abdurrahman Mas’ud, bagaimana seorang yang datang dari kota kecil di Indonesia, kemudian bisa kuliah S2 hingga S3 dan tinggal selama 8 tahun di Amerika.
Buku ini telah ditulis sejak lima tahun silam. Persisnya saat ia masih menjabat sebagai Kepala Puslitbang Agama dan Keagamaan Balitbang Diklat periode 2012-2014. Karena satu dan lain hal, akhirnya buku tersebut baru diterbitkan pada 2019.
Dalam buku ini, Abdurrahman Mas’ud juga menceritakan pengalamannya saat menjadi pembicara di beberapa kampus di Amerika. Dimana kerap membagi cerita pada mahasiswa dari berbagai negara seputar islam yang ramah.
“Buku ini mendesiminasikan, menyampaikan dan mengkabarkan yang saya pandang sebagai sukses story selama saya pernah kuliah di luar negeri dari beasiswa hingga menjadi profesor. Kedua, saya ingin menyampaikan tentang Islam ramah. Karena saya merasa bagian dari islam ramah itu. Dan itu harus diketahui oleh pembaca buku ini, jadi yang namanya damai harus disebarluaskan, kalau perlu ke seluruh dunia. Diaolog Antara Islam dan Barat, merupakan paper saya dalam pengkukuhan profesor,” ujar Abdurrahman Mas’ud yang mendapat gelar profesor dalam usia 41 tahun.
Dekan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Saiful Umam yang hadir sembagai narasumber bedah buku ini mengatakan buku ini lebih pas dibaca oleh kalangan akademik atau mahasiswa. Karena menceritakan bagaimana perjalanan hidup Prof. H. Abdurrahman Mas’ud, Ph.D yang dari tumbuh lahir di desa, kuliah di jakarta, kemudian kuliah di Los Angles, Amerika Serikat.
”Karena ini biografi intelaktual akan lebih pas kalo yang membaca buku ini dari kalangan akademik atau mahasiswa. Sehingga bisa menjadi motifasi, bahwa untuk menjadi sukses itu tidak harus orang terlahir dari keluarga berada, tapi kesuksesan dalam sekolah dan karir sampai ke jenjang tertinggi itu sebetulnya bisa dialami oleh semua orang. Tentunya bagi mereka punya kemuan yang keras untuk belajar,” tuturnya.
Saiful Umam yang juga menamatkan kuliah S2 dan S3 di Amerika juga mengatakan masih banyak sisi menarik dari Prof. H. Abdurrahman Mas’ud, Ph.D yang belum diungkap dalam buku ini.
“Sebetulnya ada banyak sisi kehidupan Prof Mas’ud yang belum terekspose atau belum tertulis. Dan itu menurut saya menarik juga untuk dipelajari, bagaimana beliau menghadapi kesulitan ketika tinggal di Amerika. Kata tahunya kan beliau sukses dan bisa mengisi kegiatan di beberapa kampus di Amerika, tapi pasti tidak semudah itu, ceritanya pasti “berdarah-darah” dan sangat kerja keras. Termasuk saat beliau menjadi pejabat di Diktis, ini juga tidak diceritakan. Padahal banyak kebijakan positif beliau ambil yang hingga sekarang masih berjalan,” lanjutnya.
Hal yang sama juga disampaikan Kepala Balai Litbang Agama Jakarta (BLAJ) Nurudin Sulaiman. Menurutnya buku ini memadukan sisi pemikiran dan pengalaman ketika melakukan studi sampai akhirnya kuliah di Amerika.
“Dalam buku ini,Prof. Abdurrahman tidak lagi dalam konteks dikotomi keilmuan saja. Saya melihat penulis ini cukup lengkap dari sisi birokrasi. Saya beri contoh, ketika ada buku-buku SKI yang dalam kontennya mengandung hal-hal yang menyimpang saya ditugaskan secara cepat untuk melakukan fact finding. Saya juga merupakan produk yang didorong oleh beliau untuk ambil S3 di UI Administrasi Publik,” kenang Nurudin Sulaiman.
Bedah buku yang diselenggarakan Balai Litbang Agama Jakarta (BLAJ) ini dihadiri 75 orang. Selain para peneliti, akademisi, serta aktivis ormas keagamaan perwakilan dari NU, Muhammadiyah, dan Persis, juga hadir para mantan Kepala BLAJ antara lain Prof. Marzani.(*)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.