KPK Usul Eks Napi Korup Tak Maju Pilkada, KPU: Kita Sejalan, Tapi . . .
Tapi ia mengakui kalau gagasan yang dibangun KPU dan KPK ini, terganjal oleh ketentuan dalam hukum positif di Indonesia.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusulkan agar partai politik tidak lagi mencalonkan mantan napi korupsi untuk perhelatan Pilkada 2020 mendatang.
Komisioner KPU RI Pramono Ubaid mengatakan bahwa usulan KPK sesungguhnya sudah sejalan dengan gagasan pihaknya pada Pemilu 2019 lalu.
"Usulan KPK itu sebenarnya sejalan dengan gagasan yang diusung oleh KPU saat melarang mantan napi koruptor dicalonkan sebagai caleg Pemilu 2019 kemarin," ungkap Pramono saat dikonfirmasi, Senin (29/7/2019).
Tapi ia mengakui kalau gagasan yang dibangun KPU dan KPK ini, terganjal oleh ketentuan dalam hukum positif di Indonesia.
Sebab ada putusan Mahkamah Agung (MA) yang menyatakan bahwa larangan mantan napi kasus korupsi maju caleg, bertentangan dengan Undang-Undang Pemilu.
Baca: Korban Fintech Mengadu ke LBH, Nunggak 2 Bulan Diminta Didenda Puluhan Juta
Dalam putusan MA, mantan napi korupsi boleh maju sebagai caleg dengan syarat sebagaimana diatur dalam UU Pemilu.
Yakni mereka yang memiliki riwayat pidana atau pernah menjadi terpidana boleh maju caleg, tapi yang bersangkutan wajib mengumumkan statusnya kepada publik.
"Persoalannya, gagasan mulia KPU ini kan terganjal karena belum punya landasan yang kuat dalam hukum positif kita. Sehingga terganjal oleh Putusan MA," jelas Pramono.
Sehingga, KPU masih belum bisa meneguhkan larangan tersebut bila pemerintah dan DPR selaku pembuat Undang-Undang tidak memiliki semangat yang sama.
Maka dari itu Pramono mengungkap perlu ada desakan kepada DPR untuk menggodok kembali Undang-Undang Pilkada, dengan memasukkan persyaratan caleg berstatus napi korupsi dilarang maju kembali.
"Oleh karena itu, agar usulan KPK ini tidak layu sebelum berkembang, maka gagasan ini perlu didesakkan kepada para pembuat Undang-Undang (pemerintah dan DPR) agar masuk dalam persyaratan calon yang diatur UU Pilkada," jelasnya.
Sebagaimana dilketahui, KPK baru saja menetapkan Bupati Kudus, Muhammad Tamzil, sebagai tersangka kasus suap. Ia terbukti menerima gratifikasi terkait pengisian perangkat daerah di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kudus tahun 2019 Tamzil sebelumnya pernah divonis bersalah dalam kasus korupsi dana bantuan saran dan prasarana pendidikan Kabupaten Kudus untuk tahun anggaran 2004 yang ditangani Kejaksaan Negeri Kudus saat menjadi Bupati Kudus pada periode pertama (2003-2008).
Baca: Pria Beristri di Aceh Utara Ditangkap Karena Rudapaksa Nenek 74 Tahun, Begini Kronologinya
Namun ia kembali dicalonkan pada Pilkada lalu dan kembali menjabat sebagai Bupati Kudus.
Melihat hal tersebut, KPK meminta agar partai politik tidak lagi mengusung sosok yang menyandang status mantan napi korupsi untuk maju perhelatan pesta demokrasi.
"Dengan terjadinya peristiwa ini, KPK kembali mengingatkan agar pada Pilkada Tahun 2020 mendatang, partai politik tidak lagi mengusung calon kepala daerah dengan rekam jejak yang buruk," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan, di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Sabtu (27/7/2019) kemarin.
"Kasus ini juga sekaligus menjadi pelajaran bagi parpol dan masyarakat bahwa penting untuk menelusuri rekam jejak calon kepala daerah. Jangan pernah lagi memberikan kesempatan kepada koruptor untuk dipilih," tambah Basaria.