Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

KPU Sebut Perppu Bisa Jadi Alternatif Payung Hukum Larangan Mantan Koruptor Ikut Pilkada

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI satu suara soal usulan melarang mantan narapidana kasus korupsi maju Pilkada.

Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Adi Suhendi
zoom-in KPU Sebut Perppu Bisa Jadi Alternatif Payung Hukum Larangan Mantan Koruptor Ikut Pilkada
Tribunnews.com/ Danang Triatmojo
Komisioner KPU RI Pramono Ubaid di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Rabu (31/7/2019). 

Laporan wartawan tribunnews.com, Danang Triatmojo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI satu suara soal usulan melarang mantan narapidana kasus korupsi maju Pilkada 2020.

Tapi untuk mewujudkan usulan tersebut, pemerintah dan DPR perlu merevisi Undang-Undang Pilkada.

Di sisi lain, revisi UU Pilkada kemungkinan memakan waktu lama dalam penggodokannya.

Komisioner KPU RI Pramono Ubaid mengungkap ada satu alternatif lain untuk mewujudkan aturan tersebut, yakni lewat peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu).

Menurut Pramono, jika usulan ini dirasa sangat mendesak, sementara di satu sisi KPU butuh dukungan terkait landasan hukum yang kokoh, maka pemerintah bisa membuat Perppu terkait hal itu.

Baca: Ruben Onsu Angkat Betrand Peto Jadi Putranya, Suami Sarwendah Tak Lagi Idamkan Anak Laki-laki

Baca: Anak Punk di Sepanjang Pantura Brebes Dirazia, yang Terjaring Dikirim ke Rumah Rehabilitasi

Baca: Dari Bus Rusak Hingga Petasan Meledak di Dekat Hotel, Pelatih Persib Minta PSSI Lakukan Hal Ini

Baca: Wapres JK Sebut Mobil Listrik Bisa Jadi Solusi Kurangi Polusi Udara di Kota Besar

"Kalau pemerintah melihat ini sangat urgent dan memang butuh dukungan landasan hukum yang kokoh selain revisi undang-undang, ya juga bisa dilakukan dengan Perppu," kata Pramono di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Rabu (31/7/2019).

Berita Rekomendasi

Penerbitan Perppu disebut akan sangat membantu KPU.

Meskipun tetap opsi utamanya merevisi Undang-Undang Pilkada.

"Itu akan sangat membantu KPU. Kalau itu bisa dilakukan, KPU akan sangat berterima kasih," ujar dia.

Saran ICW untuk Jokowi

Indonesia Corruption Watch (ICW) mendukung wacana larangan mantan narapidana korupsi untuk mencalonkan diri sebagai kepala daerah pada Pilkada serentak 2020.

Untuk mengatur larangan tersebut, Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW Donal Fariz meminta Presiden Jokowi mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).

"Semestinya ke depan dibuat instrumen hukum yang kuat seperti Perppu atau jika memungkinkan dilakukan revisi undang-undang pemilihan kepala daerah agar mantan napi korupsi tidak dicalonkan lagi," ucap Donal fariz saat ditemui di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (30/7/2019).

Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW Donal Fariz
Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW Donal Fariz (Tribunnews.com/ Chaerul Umam)

Lebih lanjut, ia mengungkapkan larangan tersebut mendesak dilakukan karena saat ini masih banyak hakim yang belum berani mencabut hak politik seorang koruptor.

Baca: DPR Minta KASAD Intensifkan Pencarian Helikopter MI-17 TNI AD yang Hilang di Papua

Baca: Peringatan Dini Gelombang Tinggi di Perairan Indonesia hingga Kamis (1/8/2019), Berikut Imbauan BMKG

Baca: FPI: Kegiatan Mana yang Bertentangan Pancasila?

Donal Fariz juga berkaca dari keputusan Mahkamah Agung (MA) yang mencabut Peraturan KPU terkait larangan eks napi korupsi mencalonkan diri sebagai anggota legislatif di Pemilu 2019.

"Karena waktu masih panjang, dimungkinkan untuk membentuk undang-undang, revisi pasal-pasal terkait pasal pencalonan atau kalau secara politik susah melalui revisi undang undang bisa melalui jalur perppu," katanya.

Pernyataan KPK

Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan menyesalkan kembali terjadinya suap yang melibatkan kepala daerah terkait dengan jual beli jabatan.

KPK baru saja menetapkan Bupati Kudus, Muhammad Tamzil, sebagai tersangka kasus suap.

Baca: Update Bupati Kudus M Tamzil Ditangkap KPK, Merasa Dijebak hingga Tebar Senyuman

Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan (kanan) didampingi Jubir KPK Febri Diansyah (kiri) memberikan keterangan kepada awak media saat konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (7/5/2019). KPK menetapkan Bupati Solok Selatan Muzni Zakaria sebagai tersangka terkait dugaan suap pembangunan Jembatan Ambayan dengan total suap Rp 460 juta. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan (kanan) didampingi Jubir KPK Febri Diansyah (kiri) memberikan keterangan kepada awak media saat konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (7/5/2019). KPK menetapkan Bupati Solok Selatan Muzni Zakaria sebagai tersangka terkait dugaan suap pembangunan Jembatan Ambayan dengan total suap Rp 460 juta. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Basaria Panjaitan menegaskan agar kasus jual beli jabatan ini tidak boleh terjadi lagi karena merusak tatanan pemerintahan.

"Ini juga tidak sejalan dengan rencana pemerintah untuk pengembangan SDM yang professional sebagai salah satu tujuan dari reformasi birokrasi yang tengah dilakukan. Reformasi birokrasi juga menjadi salah satu fokus dari Program Stranas PK yang sudah dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo," ujar Basaria Panjaitan kantor KPK, Jalan Kuningan Persada, Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (27/7/2019).

Muhammad Tamzil sebelumnya pernah divonis bersalah dalam kasus korupsi dana bantuan saran dan prasarana pendidikan Kabupaten Kudus untuk tahun anggaran 2004 yang ditangani Kejaksaan Negeri Kudus saat menjadi Bupati Kudus pada periode pertama (2003-2008).

Namun dirinya kembali dicalonkan pada Pilkada Kudus dan kembali menjabat sebagai Bupati.

Melihat hal tersebut, KPK meminta agar partai politik tidak mencalonkan calon kepala daerah yang pernah menjadi napi korupsi.

"Dengan terjadinya peristiwa ini, KPK kembali mengingatkan agar pada Pilkada Tahun 2020 mendatang, partai politik tidak lagi mengusung calon kepala daerah dengan rekam jejak yang buruk," tegas Basaria Panjaitan.

"Kasus ini juga sekaligus menjadi pelajaran bagi parpol dan masyarakat bahwa penting untuk menelusuri rekam jejak calon kepala daerah. Jangan pernah lagi memberikan kesempatan kepada koruptor untuk dipilih," tambah Basaria Panjaitan.

Seperti diketahui, KPK menetapkan Muhammad Tamzil sebagai tersangka kasus gratifikasi terkait pengisian perangkat daerah di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kudus tahun 2019

Dalam kasus ini, selain menetapkan Muhammad Tamzil, sebagai penerima KPK juga menetapkan Staff Khusus Bupati, Agus Surantoe, sebagai tersangka.

Sedangkan pihak yang diduga menjadi pemberi adalah Plt Sekretaris Dinas DPPKAD Kabupaten Kudus, Plt Sekretaris Dinas DPPKAD Kabupaten Kudus, Akhmad Sofyan.

Baca: Ditetapkan Tersangka, Bupati Kudus Pernah Dipenjara Bersama Staf Khususnya

Terhadap pihak penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 atau Pasal 12 B Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara pemberi disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas