Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Wapres Jusuf Kalla Sebut Angka Korupsi Belum Bisa Ditekan, KPK Singgung IPK Indonesia

Pernyataan Wapres itu terkait dengan Bupati Kudus nonaktif Muhammad Tamzil yang telah terjerat kasus korupsi dua kali.

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Wapres Jusuf Kalla Sebut Angka Korupsi Belum Bisa Ditekan, KPK Singgung IPK Indonesia
TRIBUNNEWS/RINA AYU PANCA RINI
Wakil Presiden Jusuf Kalla di Kantor Wapres RI, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Selasa (30/7/2019). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanggapi pernyataan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla (JK) yang mengakui pemerintah bersama KPK belum berhasil menekan jumlah kasus tindak pidana korupsi, khususnya yang melibatkan kepala daerah.

Pernyataan Wapres itu terkait dengan Bupati Kudus nonaktif Muhammad Tamzil yang telah terjerat kasus korupsi dua kali.

"PR (pekerjaan rumah) kita semua untuk melakukan pemberantasan korupsi, pemberantasan korupsi jangan diartikan hanya penindakannya. Pemberantasan itu penindakan dan pencegahan," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada pewarta, Rabu (31/7/2019).

Lebih lanjut, Febri pun menyinggung soal indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia yang skornya masih 38.

"Indeks persepsi korupsi kita pun masih 38 dalam konteks ini sehingga dibutuhkan peran dari seluruh pihak. KPK berkomitmen untuk melakukan penindakan sekaligus pencegahan korupsi dan pencegahannya tidak akan berhasil kalau misalnya tidak ada komitmen dari unsur pimpinan instansi kementerian atau unsur pimpinan di daerah," katanya.

Baca: Mendagri Mengaku Sempat Stres Saat Bupati Kudus Ditangkap KPK Akibat Terlibat Jual Beli Jabatan

Oleh karena itu, kata dia, KPK bersama-sama dengan pejabat-pejabat di kementerian menyelenggarakan dan mengerjakan program Strategi Nasional Pemberantasan Korupsi (Stranas PK) yang dicanangkan Presiden Joko Widodo.

"Bahkan sampai KPK memfasilitasi salah satu bagian ruangan di gedung KPK untuk tim tersebut. Tim Stranas itu sebenarnya adalah tim yang berasal dari berbagai kementerian yang ada, ini kerja bersama sebenarnya agar upaya-upaya perbaikan termasuk di sana perizinan dan juga memaksimalkan penerimaan keuangan negara itu bisa dilakukan secara lebih mendasar," ujarnya.

Baca: Ruben Onsu Angkat Betrand Peto Jadi Putranya, Suami Sarwendah Tak Lagi Idamkan Anak Laki-laki

Berita Rekomendasi

Dia pun menegaskan jika ada kepala daerah yang menerima suap terkait jabatan maka harus diproses secara hukum.

"Tetapi bagi mereka yang belum melakukan korupsi kita bisa bicara tentang pencegahan. Jadi, pencegahan itu bukan untuk mereka yang sudah melakukan tetapi untuk mereka yang belum melakukan korupsi," ujar Febri.

Diketahui, KPK pada Sabtu (27/7) telah menetapkan tiga tersangka terkait suap pengisian jabatan di lingkungan Pemkab Kudus Tahun 2019, yakni sebagai penerima Bupati Kudus nonaktif Muhammad Tamzil (MTZ) dan Agus Soeranto (ATO) yang merupakan Staf Khusus Bupati Kudus.

Sedangkan sebagai pemberi Plt Sekretaris Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan, dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Kudus Akhmad Sofyan (ASN).

Muhammad Tamzil dan Agus Soeranto sebelumnya pernah bekerja bersama di Pemprov Jateng.

Saat menjabat Bupati Kudus periode 2003-2008, Muhammad Tamzil terbukti bersalah melakukan korupsi dana bantuan saran dan prasarana pendidikan Kabupaten Kudus untuk tahun anggaran 2004 yang ditangani Kejaksaan Negeri Kudus.

Saat itu, Muhammad Tamzil divonis bersalah dengan hukuman 1 tahun 10 bulan penjara dan denda Rp100 juta subsidair 3 bulan kurungan.

Muhammad Tamzil dipenjara hingga akhirnya mendapatkan pembebasan bersyarat dari Lapas Kedungpane, Semarang pada Desember 2015.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas