PKB: Larangan Eks Koruptor Ikut Pilkada Harus Ubah Undang-undang
dalam undang-undang nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada tidak ada larangan eks koruptor ikut mencalonkan.
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua DPP PKB Abdul Kadir Karding mengatakan larangan eks koruptor ikut dalam kontestasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) harus melalui undang-undang.
Sementara dalam undang-undang nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada tidak ada larangan eks koruptor ikut mencalonkan.
"Jadi kalau mau, melarang mengubah undang-undang, ubah undang-undang atau buat peraturan baru yang tidak bertentangan dengan undang-undang," kata Karding di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (1/8/2019).
Mantan Sekjen PKB itu mengatakan, secara prinsip dan moral, ia sangat setuju dengan pelarangan eks koruptor ikut dalam Pilkada.
Baca: Belajar Ilmu Hitam, Abah Grandong Si Pemakan Kucing Kerap Kerasukan dan Bertingkah Aneh
Baca: BREAKING NEWS: Agung Hercules Meninggal Dunia
Baca: Gerai Geprek Bensu Kebakaran, Ruben Onsu: Saya Ngontrak
Hanya saja masalahnya saat ini tidak ada payung hukum untuk melarangnya.
"Saya setuju secara moral, secara prinsip, problem kita undang-undang membolehkan, negara ini negara hukum. Apalagi sebenarnya kan orang dihukum itu filosofinya supaya dia lebih baik," katanya.
Karding paham wacana eks Koruptor dilarang ikut Pilkada karena kasus Bupati Kudus yang dua kali terjerat kasus korupsi.
Namun kata dia, aturan pelarangan yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan aturan yang sudah ada.
Bila larangan tersebut dirumuskan melalui peraturan KPU maka bertentangan dengan UU nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada.
"Negara-negara berdasarkan hukum dia harus sesuai dengan kaidah-kaidah Hukum yang ada, tidak boleh berbeda. Jadi saya normatif melihat itu, secara prinsip moral saya kira kejadian di Kudus itu bisa menjadi pemicu untuk kita menyetujui bahwa mantan-mantan itu tidak (mencalonkan)," pungkasnya.
Sebelumnya KPU sepakat dengan usulan KPK agar eks Koruptor dilarang ikut Pilkada.
Untuk diketahui, Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan meminta agar partai politik tidak lagi mengusung sosok yang menyandang status mantan napi korupsi kembali maju perhelatan pesta demokrasi.
Usulan KPK ini berkaca dari penetapan tersangka kasus suap Bupati Kudus Muhammad Tamzil yang kedua kalinya.
Tamzil sebelumnya pernah divonis bersalah dalam kasus korupsi dana bantuan saran dan prasarana pendidikan Kabupaten Kudus untuk tahun anggaran 2004 yang ditangani Kejaksaan Negeri Kudus, ketika menjabat periode 2003-2008
Setelahnya, dirinya diusung kembali maju ke pemilihan kepala daerah Kudus. Tamzil kembali menjabat sebagai Bupati Kudus.
Belakangan, Tamzil lagi-lagi terjerat kasus gratifikasi. Ia ditetapkan KPK sebagai tersangka terkait pengisian perangkat daerah di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kudus tahun 2019.
"Dengan terjadinya peristiwa ini, KPK kembali mengingatkan agar pada Pilkada Tahun 2020 mendatang, partai politik tidak lagi mengusung calon kepala daerah dengan rekam jejak yang buruk," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan, di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Sabtu (27/7/2019) kemarin.
"Kasus ini juga sekaligus menjadi pelajaran bagi parpol dan masyarakat bahwa penting untuk menelusuri rekam jejak calon kepala daerah. Jangan pernah lagi memberikan kesempatan kepada koruptor untuk dipilih," tambah Basaria.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.