Kementerian PPPA dan IOM Ingatkan Perdagangan Orang Bermodus Pengantin Pesanan
Hari Anti Perdagangan Orang Sedunia yang diperingati 30 Juli setiap tahunnya diramaikan acaranya di Car Free Day Sudirman, Jakarta Pusat
Penulis: Gita Irawan
Editor: Anita K Wardhani
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hari Anti Perdagangan Orang Sedunia yang diperingati 30 Juli setiap tahunnya diramaikan acaranya di Car Free Day Sudirman, Jakarta Pusat pada Minggu (4/7/2019).
Adalah Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) dengan International Organization for Migration (IOM) dan Anggota Gugus Tugas PP-TPPO Pusat menggelar rangkaian kegiatan ini.
Asisten Deputi Perlindungan Hak Permpuan dari Tindak Pidana Perdagangan Orang Tindak Kementerian PPPA, Destri Handayani ketika membuka acara tersebut mengatakan, bahwa sosialisasi tersebut merupakan hal penting karena banyak orang yang belum tahu mengenai perdagangan manusia.
Ia pun sempat bertanya dengan satu pengunjung acara tersebut mengenai modus perdagangan manusia yang belakangan hangat dibicarakan.
Baca: Gathering Jokowi-JK Bersama Para Menteri Galang Dana Korban Gempa Banten
Baca: Kabar Baru Inneke Koesherawati, Bangkit Usai Terpuruk, Air Matanya Masih Menetes Saat Suami di Sel
Pengunjung acara tersebut, Karen, menjawab bahwa satu di antara modus perdagangan manusia yang sedang tren antara lain pengantin pesanan.
"Yang lagi tren sekarang pengantin pesanan. Kalau saya tidak salah, modusnya perempuan di Kalimantan Barat dan Jawa Barat ada yang ditawarkan hidup nyaman dan enak di luar negeri dengan menikah dengan orang kaya. Ternyata mereka dijebak tidak sesuai dengan yang diinginkan. Justru mereka di sana malah disuruh kerja, dieksploitasi," kata Karen di Car Freeday Jalan Jenderal Sudirman Jakarta Pusat pada Minggu (4/8/2019).
Destri pun mengapresiasi dan membenarkan jawaban Karen.
Ia mengatakan, satu di antara upaya untuk mencegahnya adalah dengan cara melaporkan kepada puhak berwenang jika sudah ada tanda-tanda mencurigakan.
"Kita harus melapor kepada pihak berwenang, misalnya kalau di Polres, Polda, itu ada unit PPPA, kita juga punya unit PTD, unit P2TP2, punya teman-teman LSM yang punya kepedulian. Tidakharus korban yang melaporkan. Karena biasanya korban malu untuk melapor. Ini adalah gerakan bersama," kata Destriani.
Saat acara Talkshow bersama tiga narasumber lain dari IOM, Solidaritas Perempuan, dan Serikat Buruh Migran Indonesia, Destri mengatakan keluarga juga bisa dijerat dengan Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Perdagangan Orang jika memang terbukti terlibat dalam proses perdagangan orang baik secara sadar atau tidak.
"Hati-hati untuk keluarga juga. Sebenarnya kalau terbukti, keluarga juga bisa dijerat dengan Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007. Orang tua, suami, saudara. Kalau dia terbukti menjadi rantai dari proses, cara, dan tujuan menyebabkan orang tereksploitasi dia dianggap terlibat dalam proses itu. Karena ini sindikat. Sadar atau tidak sadar bisa dijerat," kata Destri.
Ia pun menegaskan, siapapun bisa melaporkan tanpa harus membuktikan tiga unsur perdagangan orang yakni modus, proses, dan tujuan trafficking ke Kementerian PPPA selama melihat adanya indikasi dari satu di antara tiga unsur tersebut.
Destri menilai, pelaporan menjadi penting karena hal itu bisa memberikan hukuman kepada pelaku sehingga kejahatan perdagangan orang tidak meluas.
"Tidak perlu membuktikan tiga unsur, modus, proses, dan tujuan trafficking. Kalau sudah ada satu saja tanda sudah bisa lapor ke Kemen PPA. Ini penting bukan hanya memberi hukuman ke pelaku. Kalau mereka tidak dihukum maka akan menyebar luas," kata Destri.
Acara itu juga dihadiri oleh Koordinator Program Badan Eksekutif Nasional Solidaritas Perempuan Dinda Nuuranisa Yura, Sekretaris Jenderal Serikat Buruh Migran Indonesia Boby Anwar Maarif, perwakilan dari IOM Among Resi, serta Miss Indonesia 2018 Alya Nurshabrina.
Tidak hanya Talk Show, acara tersebut juga dimeriahkan dengan senam zumba bersama, dan live painting dari Alya.