Koalisi Kawal Capim KPK Pertanyakan Kepentingan Neta S Pane Komentari LHKPN Capim KPK
Ia juga mempertanyakan dasar argumen hukum dari pernyataan Neta yang menyebut bahwa laporan LHKPN bukan hal prinsip dalam sistem perekrutan capim KPK.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati yang menjadi bagian dari Koalisi Kawal Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempertanyakan kepentingan Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane yang ikut mengomentari terkait perdebatan soal perlu atau tidaknya para capim KPK memberikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
"Di tengah soal keramaian LHKPN ini, kemudian ada aktor baru yang ikut bersuara, saya baca tanggal 5 Agustus, yaitu IPW, Neta S Pane. Apa hubungan IPW dengan KPK? Kalau IPW mengomentari polisi, pemilihan Kapolri itu sangat masuk akal, jadi apa hubungannya ya? Yang namanya watch itu, artinya dia mengawasi, bukan dengan kepentingan individu dan politik, tapi dengan kepentingan hukum dan undang-undang, hanya itu harusnya yang dijadikan sandaran," kata Asfinawati di Kantor Indonesia Corruption Watch Jakarta Selatan pada Selasa (6/8/2019).
Ia juga mempertanyakan dasar argumen hukum dari pernyataan Neta yang menyebut bahwa laporan LHKPN bukan hal prinsip dalam sistem perekrutan capim KPK.
Baca: 2 Jam Sebelum Tewas Tenggelam di Jepang, Wayan Ariana Telepon Minta Orang Tuanya Rekreasi
"Kita perlu bertanya ini didasarkan atas argumen hukum yang mana? Apakah argumen ini sudah didasari oleh sebuah legal opinion yang serius yang sungguh-sungguh atau apa?" kata Asfinawati.
Ia pun menilai wajar jika Koalisi Kawal Capim KPK mempertanyakan hal tersebut mengingat dalam pandangan mereka terkait LHKPN tersebut adalah upaya mendorong penegakan hukum.
"Kalau kita lihat, pantas kalau koalisi bertanya-tanya, ini kepentingan apa? kepentingan siapa? Sehingga upaya mendorong agar hukum ditegakkan agar LHKPN itu diberikan, justru ditentang seperti ini oleh aktor tertentu," kata Asfinawati.
Sejumlah pihak yang terlibat dalam Koalisi Kawal Capim KPK tersebut antara lain Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan, Pusat Studi Konstitusi FH UNAND, Indonesia Corruption Watch, dan Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Sebelumnya diberitakan, Indonesia Police Watch (IPW) menyambut positif tiga calon pimpinan (capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jilid V dari Polri yang telah menyerahkan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN).
Meskipun, Undang-Undang sebenarnya tidak mewajibkan para calon untuk melakukan pelaporan harta kekayaan selama proses seleksi.
Baca: Listrik Padam Massal, PLN: Kompensasi ke Pelanggan Mencapai Rp 865 Miliar
Tiga calon dari perwira tinggi (Pati) Polri diketahui telah melaporkan LHKPN. Ketiga Pati itu yakni Wakil Kepala Bareskrim Polri Irjen Antam Novambar, Kapolda Sumsel Irjen Firli Bahuri, dan Wakil Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Irjen Dharma Pongrekun.
“Kalaupun ada capim yang menyerahkan LHKPN-nya tentu tidak masalah, lagian di Undang-Undang tidak menyebutkan adanya sanksi bagi pejabat negara yang tidak menyerahkan LHKPN,” kata Ketua Presidium IPW Neta S Pane kepada pewarta, Senin (5/8/2019).
Neta menyebut KPK dan pihak-pihak lain keliru jika mempersoalkan LHKPN para capim jilid V. “Jadi adalah salah kaprah jika ada pihak yang mempermasalahkan LHKPN di tahap seleksi,” katanya.
Belakangan, beberapa pihak, termasuk KPK mempersoalkan para capim jilid V yang belum melaporkan harta kekayaan. Khususnya, para calon dari Polri.
Alasannya, dari sembilan calon Polri hanya tiga Pati tersebut yang sudah melaporkan harta kekayaan.