Sambil Terisak Evi Apita Maya Bersyukur Gugatan Lawan Politik Soal Edit Foto Terlalu Cantik Ditolak
Evi Apita Maya, Calon Anggota DPD NTB lega menangis haru karena tudingan melakukan pelanggaran administrasi mengedit foto terlalalu cantik tak terbukt
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Anita K Wardhani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Isak tangis haru ditunjukkan Evi Apita Maya, Calon Anggota DPD Nusa Tenggara Barat (NTB) nomor urut 26 saat Mahkamah Konstitusi yang menolak seluruh dalil gugatan lawannya, Farouk Muhammad
Evi Apita Maya memang tak bisa menutupi rasa haru usai mendengar putusan terkait sengketa hasil DPD NTB Tahun 2019.
Ia mengaku lega karena tudingan melakukan pelanggaran administrasi dengan tuduhan melakukan pengeditan pasfoto di luar batas kewajaran tak terbukti.
Dengan memegang tisu yang terlipat segi empat, wawancara Evi bersama awak media sempat terhenti.
Ia menyempatkan mengusap tetesan air mata bahagia yang terus mengalir di pipinya.
Sambil sedikit terbata-bata karena mencoba menahan tangisan, Evi menyebut apapun putusan yang baru saja dibaca mahkamah, hal itu pasti putusan paling adil.
Evi turut berterima kasih kepada sembilan hakim konstitusi yang sudah memutus perkaranya secara adil.
"Saya bersyukur alhamdulillah. Izinkan saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak. Kepada masyarakat NTB yang telah mendoakan dan mengamanahkan ini kepada saya. Seluruh masyarakat NTB yang mendoakan, alhamdulillah kita dimenangkan," ucap Evi lagi, sambil mengusap pipinya yang dibasahi air mata.
"Terima kasih semua yang selama ini mengikut dan mendoakan," imbuh dia.
Baca: Mengenal Sosok Evi Apita, Caleg DPD yang Dituduh Edit Fotonya Terlalu Cantik
Baca: Tak Bisa Puasa Arafah 9 Dzulhijah Lantaran Haid? 4 Amalan Simpel Ini Bisa Jadi Ladang Pahala
Baca: 10 Bus Disiapkan untuk Jemaah Haji Sakit yang Akan Disafari Wukuf
Pembacaan putusan itu berlangsung di ruang sidang lantai 2, Gedung MK, Jakarta Pusat pada Jumat (9/8).
Evi selaku pihak terkait dalam perkara ini, sengaja hadir dalam persidangan. Ia hadir ditemani kakak kandungnya Antoni Amir.
Keduanya duduk pada bagian sisi tengah baris belakang. Sedangkan tim kuasa hukumnya duduk satu baris di depan Evi.
Selama mahkamah membacakan pertimbangan hukum, sesekali Evi menyatukan tangan dan menegakkan posisi duduk. Dia juga terlihat menghela nafas beberapa kali.
Ketika Ketua MK Anwar Usman sampai pada pembacaan amar putusan, Evi nampak sedikit mengerutkan wajah seakan menyimak serius setiap perkataan Anwar.
"Amar putusan mengadili, dalam eksepsi menolak eksepsi Termohon pihak terkait satu, pihak terkait dua. Dalam pokok permohonan Pemohon, menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya," putus Ketua MK Anwar Usman.
Usai mendengar putusuan MK yang menolak seluruh permohonan Pemohon, Evi langsung berjabat tangan dengan tim hukum dan kakaknya, Antoni.
Ditemui usai pembacaan putusan, sambil menangis haru, Evi mengungkap rasa syukur.
Ia mengatakan hari ini merupakan hari berkah baginya karena keadilan telah terwujud.
"Alhamdulillah, bersyukur pada Allah pada jumat barokah ini keadilan itu sudah terwujud," ungkap Evi sambil menangis terisak.
Terpilih Jadi Anggota DPD Apa Langkah Evi Apita?
Lebih jauh, Evi yang mendapat suara terbanyak se-NTB dengan 283.932 suara ini, dapat dipastikan menjadi Calon Anggota DPD NTB terpilih.
Langkah selanjutnya, dirinya mengaku akan langsung fokus bergerak bekerja untuk seluruh masyarakat di NTB.
"Langkah selanjutnya, saya akan bergerak bekerja untuk masyarakat," pungkas Evi dengan tersenyum.
Isi Lengkap Putusan MK
Mahkamah Konstitusi (MK) memutus menolak dalil permohonan sengketa hasil Pemilihan Umum DPD Nusa Tenggara Barat yang diajukan salah satu Calon Anggota DPD NTB, Farouk Muhammad.
Mahkamah menolak perkara nomor 03-18/PHPU-DPD/XVII/2019 untuk seluruhnya.
"Amar putusan mengadili, dalam eksepsi menolak eksepsi Termohon pihak terkait satu, pihak terkait dua. Dalam pokok permohonan Pemohon, menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya," ucap Ketua MK Anwar Usman dalam persidangan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Jumat (9/8/2019).
Farouk dalam pokok permohonannya mendalilkan Calon DPD NTB nomor urut 26 Evi Apita Maya selaku pihak terkait 1 melakukan pelanggaran administrasi dengan tuduhan melakukan pengeditan pasfoto di luar batas kewajaran.
Serta Calon Anggota DPD NTB nomor urut 35 atas nama Lalu Suhaimi Ismy dengan cara menggunakan pasfoto lama pada Pemilu DPD NTB Tahun 2014-2019.
Atas dalil Pemohon, mahkamah berpendapat bahwa pelanggaran tersebut seharusnya dilaporkan dan diselesaikan oleh Badan Pengawas Pemilu.
Namun dugaan pelanggaran tersebut baru dilaporkan oleh saksi Pemohon setelah melewati waktu pemungutan suara. Dimana semua pihak telah mengetahui hasil perolehan suara dari masing-masing Calon Anggota DPD NTB.
Mahkamah menilai, seandainya pun pelanggaran tersebut telah dilaporkan dan tidak ditindak oleh Bawaslu, akan sangat sulit menilai relevansi dan mengukur pengaruh foto peserta Pemilu yang termuat dalam kertas suara dengan tingkat keterpilihan calon tersebut.
Sebab, mahkamah beranggapan bahwa setiap pemilih punya preferensi yang bervariasi menggunakan hak suaranya. Sekaligus, memiliki kerahasiannya atas pilihannya masing-masing yang dijamin konstitusi dan undang-undang.
"Oleh karena itu dalil Pemohon a quo harus dikesampingkan dan karenanya harus dinyatakan tidak beralasan menurut hukum," sebut Hakim MK Suhartoyo.
Untuk dalil Pemohon soal tindakan pengelabuan yang dilakukan Evi Apita Maya pada alat peraga kampanye, mahkamah berpendapat hal demikian termasuk jenis pelanggaran proses sengketa Pemilu yang seharusnya juga dilaporkan ke Bawaslu.
Lagi pula, menurut MK, penggunaan logo pada spanduk tidak bisa serta merta ditaksir dan diukur pengaruhnya terhadap perolehan suara peserta Pemilu.
Dengan demikian, dalil Pemohon a quo harus dikesampingkan karena tak beralasan menurut hukum.
Sedangkan untuk dalil Pemohon yang menyatakan Evi diduga melakukan politik uang, mahkamah juga berpendapat seharusnya dilaporkan pada Bawaslu untuk diteruskan ke Gakkumdu sebagaimana ketentuan dalam Undang-Undang Pemilu.
Meski Pemohon sudah melaporkan dugaan tersebut, laporan Pemohon telah melewati tenggat waktu, sehingga laporan tak berlaku karena tak lagi penuhi syarat formil.
"Pemohon tidak dapat menjelaskan secara spesifik lokus pihak yang terlibat dalam dugaan politik uang tersebut," ungkap Suhartoyo.