Idul Adha 1440, Haedar Nashir Tekankan Peningkatan Kesalehan dan Solidaritas Elit Politik
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menyampaikan khotbah Idul Adha di Masjid Al Azhar Jakarta Selatan.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Willem Jonata
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menyampaikan khotbah bertema "Mengaktualisasikan Taqwa dan Kebersamaan" pada salat Idul Adha 1440 Hijriyah di Masjid Al Azhar, Jakarta Selatan, Minggu (11/8/2019).
Usai menyampaikan khotbah tersebut, Haedar menjelaskan bahwa ibadah qurban dan haji umat Islam dan umat beragama perlu meningkatkan kesalehan sebagai wujud ketakwaan.
Ia menjelaskan, kesalehan adalah aktualisasi dari tauhid dari taqwa yang berupa kebaikan hidup dalam hati, dalam jiwa, dalam pikiran, sikap dan tindakan.
Baca: Masjid Istiqlal Salurkan Daging Hewan Kurban Lewat Lembaga Distribusi
"Saya yakin kalau gerakan kesalehan ini menjadi gerakan kolektif di bangsa ini itu akan melahirkan sikap yang religius dari warga sampai elit bangsa. Korupsi tidak akan merajalela, penindakan sewenang-wenang tidak akan merajalela, termasuk mereka yang punya hasrat kuasa berlebih sehingga kekuasaan itu malah hanya untuk meraih kursi lupa amanat itu terjadi karena tingkat kesalehannya tidak teraktual," kata Haedar.
Selain itu, Haedar menjelaskan pentingnya solidaritas sosial yang menurutnya sudah berkembang di Indonesia.
Menurutnya pada umumnya masyarakat Indonesia sudah terbiasa berbagi.
Meski begitu, ia juga mengatakan solidaritas juga bisa dimaknai sebagai merasa senasib dengan masyarakat yang berkekurangan.
"Solidaritas yang memposisikan diri senasib dengan mereka yang berkekurangan dan lalu lahir kepedulian sesuai dengan posisi dan peran masing-masing, di situlah yang perlu diasah sekarang ini," kata Haedar.
Baca: Tips Makan Olahan Daging di Hari Raya Idul Adha Tanpa Khawatir Kolesterol
Tidak hanya itu, ia juga menilai saat ini masih terlihat egoisme para elit politik terlebih pasca Pilpres dan Pileg 2019.
Hal itu menurutnya tampak dari bagaimana para elit politik memperebutkan dan meminta jatah kursi menteri.
"Yang muncul sekarang itu kan egoisme lebih di para elit. Bisa kita lihat lah sekarang. Pasca Pilpres, pasca Pileg itu para elit bukan berpikir bangsa ini mau dibawa kemana tetapi satu sama lain saling menjatah kursi dan kemudian berebut kursi," kata Haedhar.
Ia sendiri menyadari bahwa partai politik dan para elit politik berhak melakukan hal yang merupakan bagian dari kerja politik.
Namun ia menekankan agar para elit tersebut juga mengingat bahwa Indonesia masih punya Pancasila.
"Tetapi kan kita ini bangsa Indonesia, katanya punya Pancasila, katanya religius, mestinya menyadarkan para elit bahwa bangsa kita ini problemnya banyak, kesenjangan sosial masih tinggi. Harus ada jiwa kepedulian terhadap keadaan jangan menikmati dan berebut kekuasaan tanpa hati. Ini penting menjadi pelajaran agar kita ini naik Kelas lah secara peradaban supaya tidak ribut dalam hal-hal yang sifatnya kekuasaa," kata Haedar.
Ketika ditanya tentang siapa elit politik yang ia maksud, Haedar mengatakan hal itu berlaku bagi seluruh elit politik di Indonesia.
Ia pun meminta agar para elit politik juga bisa menampilkan sikap kenegarawanan sehingga berada di posisi apapun, mereka bisa menempatkan kepentingan bangsa sebagai yang utama dan bukan kepentingan kelompok sendiri.
"Siapa saja. Kalau saya tidak menyebut orang per orang semua dari pusat sampai bawah. Nanti Pilkada 2020. Intinya apa, amanat itu jauh lebih berat ketimbang jabatannya. Lalu munculkan sikap kenegarawanan. Jadi di posisi mana pun orang itu jika ada jiwa solidaritas kolektif yang bersifat kenegarawanan, itu bentuk dari jiwa sosial sebenarnya. Yakni, bagaimana menempatkan kepentingan bangsa negara dan kepentingan umat semesta di atas kepentingan diri dan kelompok sendiri," kata Haedar.