Menkeu Sri Mulyani Tolak Kenaikan THR Hingga Fasilitas Olahraga Direksi dan Pengawas BPJS
Sri Mulyani menolak berbagai permintaan yang terkait dengan komponen manfaat untuk Direksi dan anggota Dewan Pengawas BPJS.
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani menolak berbagai permintaan yang terkait dengan komponen manfaat untuk Direksi dan anggota Dewan Pengawas BPJS.
Permintaan itu berupa surat usulan dari BPJS Ketenagakerjaan agar Kemenkeu melakukan perubahan atau penambahan beberapa hal yang diatur di Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 34/2015.
"Pemerintah menolak berbagai tunjangan yang diusulkan," kata Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan Nufransa Wira Sakti dalam siaran pers, Jakarta, Selasa (13/8/2019).
"Dan pemerintah menilai hanya satu komponen yang layak dipenuhi dan ini sesuai dengan ketentuan yang diterima," sambung dia.
Nufransa mengatakan, permintaan itu meliputi kenaikan tunjangan hari raya (THR) keagamaan, tunjangan cuti tahunan, tunjangan cuti besar, dan tunjangan perumahan.
Selain itu ada juga permintaan peningkatan tunjangan komunikasi, fasilitas kesehatan, dan fasilitas olahraga.
Namun dari berbagai permintaan itu, hanya satu yang diterima yakni kenaikan tunjangan cuti tahunan untuk Direksi dan anggota Dewan Pengawas BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan.
Selama ini Direksi dan Dewan Pengawas BPJS hanya mendapatkan THR, tidak mendapatkan gaji ketiga belas. Sehingga untuk menjaga keselarasan hak dengan pegawai BPJS maupun aparatur Pemerintah, maka penyesuaian.
Baca: Kinerja Disorot, Menteri Sri Mulyani Naikkan Tunjangan Direksi BPJS
Baca: Ternyata Menkeu Sri Mulyani Pernah Menggambar Wajah para Petinggi Bank Dunia di Tengah Rapat
"Tunjangan Cuti Tahunan ini merupakan pengganti pemberian gaji ketiga belas," kata dia.
Naikkan Iuran Semua Kelas
Pemerintah akan menaikkan iuran program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan BPJS Kesehatan, untuk semua kelas.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan, menaikkan iuran BPJS Kesehatan pada saat ini adalah hal wajar, karena jumlah iuran dan beban yang dikeluarkan tidak seimbang.
"Untuk semua kelas (naik iurannya). Saya pikir wajar yah, KPS tidak menangani BPJS Kesehatan, tapi persoalan-persoalannya kami tangani, kami pahami itu sangat wajar iuran dinaikkan," papar Moeldoko di komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (6/8/2019).
Menurutnya, kenaikan iuran merupakan salah satu cara untuk mengganjal defisit keuangan yang dialami BPJS Kesehatan yang diperkirakan pada akhir tahun ini mencapai Rp 28 triliun.
Baca: Serli Mengaku Sempat Disekap Prada DP Sebelum Terjadinya Mutilasi Prada DP
"Iya (tekan defisit). Kedua, saya juga tidak ingin ada istilah kesehatan itu murah, sehat itu mahal. Kalau sehat murah, orang nanti semua menyerahkan ke BPJS, mati nanti BPJS," ujar Moeldoko.
Sementara terkait besaran kenaikan iurannya, mantan Panglima TNI itu menilai hal tersebut akan dibahas lebih lanjut oleh kementerian terkait.
"Nanti itu Kementerian Keuangan, semuanya akan terlibat," ucapnya.
Baca: Pesan Terakhir Mbah Moen kepada Putranya Gus Yasin: Kita Harus Dukung Pemerintahan
Sebagai informasi, iuran BPJS Kesehatan pada saat inibuntuk ruang perawatan kelas III sebesar Rp25 ribu per orang.
Kemudian, kelas II sebesar Rp51 ribu, dan kelas I sebesar Rp80 ribu.
Kepesertaan
Mulai 1 Agustus 2019 ada 5,2 juta peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) BPJS Kesehatan yang dinonaktifkan.
Kepesertaaanya akan digantikan oleh 5,2 juta peserta baru yang dinilai oleh Kementerian Sosial lebih membutuhkan bantun iuran dibandingkan peserta lama.
Bagi peserta yang dinonaktifkan tapi merasa masih tidak sanggup membayarkan iuran bisa kembali mendaftarkan diri untuk mendapat bantuan.
Caranya adalah melapor ke Dinas Sosial atau Dinas Kesehatan setempat agar menjadi peserta PBI APBD yang iurannya dijamin Pemerintah Daerah. Tentunya akan ada proses seleksi dari Dinas Sosial atau Dinas Kesehatan.
“Kalau peserta sudah lapor ke Dinas Sosial dan ternyata yang bersangkutan masih memenuhi syarat sebagai PBI, tetapi ketersediaan anggaran Pemda setempat belum memadai, maka Dinas Sosial bisa mengusulkan peserta tersebut ke Kementerian Sosial untuk menjadi peserta PBI pada periode selanjutnya,” kata Kepala Humas BPJS Kesehatan, M. Iqbal Anas Ma’aruf, di Jakarta, Rabu (1/8/2019).
Baca: Siapa Sosok Leo Duarte Bek Tengah Baru AC Milan? Hingga Disebut Penerus Thiago Silva
Baca: Hai Sad Girl and Sad Boys, Kisah Didi Kempot The Godfather of Broken Heart Diungkap di Kompas TV
Bagi peserta yang dinonaktifkan dan mampu membayar sendiri iuran JKN-KIS maka disarankan segera mengalihkan jenis keperawatannyan ke segnen Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) atau peserta mandiri dengan pilihan hak kelas rawat yang disesuaikan kemampuan peserta membayar iuran.
Pengalihan segmen ke PBPU harus dilakukan selambat-lambatnya satu bulan sejak kepesertaanya sebagai PBI APBN dinonaktifkan.
“Peserta yang beralih ke segmen PBPU, kartunya bisa langsung aktif tanpa menunggu masa verifikasi pendaftaran 14 hari,” ungkap Iqbal.
Untuk mengetahui apakah peserta masih berstatus peserta PBI atau bukan bisa dicaritahu dengan menghubungi Dinas Sosial Kabupaten atau Kota setempat, call center BPJS Kesehatan 1 500 400, kantor cabang BPJS Kesehatan atau media sosial BPJS Kesehatan.
Kebijakan penyesuaian peserta penerima PBI ini menindaklanjuti Surat Keputusan Menteri Sosial Nomor 79 Tahun 2019 tentang penonaktifan dan perubahan data peserta PBI jaminan kesehatan tahun 2019 tahap keenam.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Menkeu Tolak Kenaikan THR Hingga Fasilitas Olahraga Direksi dan Pengawas BPJS"