Menag Lukman Hakim Minta Masukan Dari Wartawan Untuk Perbaikan Layanan Haji Tahun Depan
Di sebuah rumah makan di Jeddah, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengumpulkan para wartawan Media Center Haji 2019, Minggu (18/8/2019).
Penulis: Husein Sanusi
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Muhammad Husain Sanusi Dari Jeddah
TRIBUNNEWS.COM, JEDDAH - Di sebuah rumah makan di Jeddah, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengumpulkan para wartawan Media Center Haji 2019, Minggu (18/8/2019).
Lukman sengaja mengundang wartawan peliput haji untuk meminta masukan sekaligus evaluasi pelaksanaan layanan ibadah haji tahun ini.
Dalam suasana santai Lukman mendengarkan satu-persatu pertanyaan, masukan, usulan yang membangun, bahkan kritikan dari para wartawan yang meliput haji tahun ini.
“Teman-teman ini kan terlibat dan turun langsung ke lapangan, jadi saya ingin mendengarkan masukannya,” ujar Lukman.
Baca: Tiga Tokoh Asal NTT Ini Dinilai Layak Masuk Kabinet Jokowi
Baca: Anies Baswedan Pasrah saat Ditanya Kelanjutan Pemilihan Wagub DKI
Baca: Gosipnya Glenn Fredly Menikah dengan Mutia Ayu, Lokasi Resepsinya Dijaga Ketat
Baca: Dari Tanah Suci, Ketua MUI Papua Sampaikan Pesan Perdamaian
Diantara yang ditanyakan wartawan adalah tentang masa jemaah haji berada di tanah suci yang cukup lama selama 40 hari padahal sejatinya pelaksanaan haji itu yang wajib tidak lebih dari sepekan.
“Nyaris mustahil untuk dipercepat, karena saking banyaknya. Haji itu unik. Bertolak belakang dengan hukum ekonomi. Beli banyak bisa murah. Jamaah banyak jatuhnya tetap mahal. 200 ribu lebih tidak bisa mengandalkan penerbangan reguler. Maka caranya dengan Charter. Charter pesawat tetap jatuhnya mahal. Karena Charter jamaah bayar empat trip. Pesawat yang Charter tidak boleh diisi orang maupun barang. Jadi setiap penumpang bayar 4 kali perjalanan,” kata Lukman.
“Dari sisi lamanya, dari dua bandara kita hanya bisa 14 kali penerbangan. Karena antri dengan negara lainnya. Kita pakai 14 penerbangan. Rata-rata 400 orang. Itu makanya ada 529 kloter. Ini antri. Kecuali ada bandara sendiri khusus Indonesia. Maka harus antri. Jadi jadwalnya 40 hari. Susah dipendekin masa tinggalnya,” katanya lagi.
Kedepannya memang ada rencana Pemerintah Arab Saudi akan memakai bandara Thaif di Makkah dan bandara Tabuk di Madinah.
Hanya dengan memperbanyak bandara, bisa memperbanyak jam penerbangan, saat ini jemaah haji hanya memakai dua bandara.
Masalah lain yang ditanyakan wartawan adalah soal pelayanan terhadap jemaah haji berkebutuhan khusus seperti jemaah haji yang lumpuh tidak bisa melakukan manasik haji sendiri tapi harus dengan bantuan kursi roda, tapi sayangnya kursi roda yang tersedia masih terbatas.
“Kita punya pos mobile sudah bagus. Kita lagi mikir bagaimana caranya bisa banyak kursi roda. Rute dari tenda ke jamarat tidak boleh ada pos stationer. Bahkan ambulan sekalipun tidak bisa berhenti. Solusinya bentuk adanya TGC dan P3JH yang mobile. Kucing-kucingan dengan polisi jika diusir. Kursi roda belum sebanding dengan kebutuhan,” jelas Lukman.
Lukman menjelaskan juga soal isu tambahan kuota jemaah haji yang selama ini selalu ramai diperbincanhkan di tanah air.
Dia meminta agar pemerintah Arab Saudi menekankan Infrastruktur dulu.
Khususnya di Mina.
"Bukannya tidak memiliki sense ke antrian haji. Jamaah tiba-tiba di tenda yang panas. Kemudian jalan ke jamarat, jadi itu puncak kelelahan," katanya.
Lukman juga menjawab pertanyaan salah satu wartawan yang melihat ada banyak perbedaan pelaksanaan manasik haji yang dipraktekkan jemaah haji Indonesia.
“Ikhtilafi itu muncul karena memang ada banyak pendapat ulama, diambil yang paling mudah untuk konsumsi orang lain tapi kalau untuk konsumsi ibadah sendiri ya harus yang paling sulit, jangan kebalikannya. Konsep Tarwiyah; pemerintah tidak dalam posisi melarang. Karena ini keyakinan agama. Tapi pemerintah tidak bisa memfasilitasi,” kata Lukman.
Saat ini Lukman beserta delegasi Amirul Hajj sudah kembali ke tanah air usai pertemuan dengan wartawan.