UPDATE Kerusuhan di Papua: Kerusuhan Meluas ke Sorong, Beredar Hoaks Kader Partai Jadi Pemimpin Aksi
Berikut update kerusuhan di Papua, kerusuhan meluas hingga ke Sorong dan beredar hoaks kader partai jadi pemimpin aksi.
Penulis: Citra Agusta Putri Anastasia
Editor: Whiesa Daniswara
Dilansir Kompas.com, massa menyebar di beberapa titik, mulai dari Perumnas 3, Expo Waena dan Abepura
Ribuan warga masuk menggunakan dua ruas jalan, yaitu di Jalan Irian dan Jalan Sam Ratulangi.
Massa yang menggunakan Jalan Sam Ratulangi berkumpul di depan kantor DPRD Papua.
Sementara yang menggunakan Jalan Irian, massa terus berjalan ke kantor Gubernur Papua.
Aparat keamanan yang sudah bersiaga di kawasan Taman Imbi hanya melakukan pengawasan dari jarak tertentu.
Aksi protes berjalan tertib dan aman.
Arus lalu lintas ke pusat kota sedikit tersendat karena seluruh ruas jalan diduduki massa.
Kerusuhan di Manokwari
Diberitakan sebelumnya, kerusuhan terjadi di Manokwari, Papua Barat, Senin (19/8/2019) pagi.
Dalam kerusuhan itu, massa membakar gedung DPRD Papua Barat.
Dalam tayangan Kompas TV, terlihat api bercampur kepulauan asap menyelimuti gedung wakil rakyat di Papua Barat.
Kontributor Kompas TV, Budi Setiawan melaporkan, akibat pembakaran gedung DPRD Papua Barat, sejumlah ruas jalan ditutup.
Salah satunya adalah jalan utama di daerah itu, Jalan Yos sudarso.
Menurut Budi, peristiwa berawal dari aksi protes warga atas dugaan persekusi dan rasisme terhadap mahasiswa Papua di sejumlah daerah di Jawa Timur.
Penyebab Kerusuhan
Kabar terbaru, Polisi memberikan pernyataan soal penyebab kerusuhan di Manokwari telah terungkap.
Hal itu disampaikan oleh Kapolri Jenderal Tito Karnavian.
Dilansir Kompas.com, Tito Karnavian mengatakan, ada pihak yang sengaja menginginkan terjadi kerusuhan di Papua.
Mereka menyebar hoaks foto mahasiswa yang tewas disebabkan kejadian di Jawa Timur.
"Ada yang punya kepentingan tertentu dengan menyebar foto hoaks tentang mahasiswa Papua yang tewas di Jawa Timur," katanya saat mengunjungi korban serangan terduga teroris di RS Bhayangkara Polda Jatim, Senin (19/8/2019).
Aksi kerusuhan di Manokwari, kata Tito, berawal dari peristiwa kecil di Malang dan Surabaya.
Ada ungkapan yang dianggap merendahkan masyarakat Papua.
"Tapi itu sudah dilokalisir, lalu muncul hoaks yang sengaja disebarkan untuk kepentingan tertentu," ujarnya.
Tito berharap warga Papua tidak mudah terpancing dengan berita hoaks yang tidak jelas sumbernya.
Kepada warga di luar Papua, dia berharap bisa menjalin komunikasi dan persaudaraan yang baik dengan warga Papua.
"Warga Papua adalah saudara kita sendiri, jangan mudah diadu domba dengan informasi yang tidak jelas sumbernya," kata Tito.
Tito juga mengajak warga Manokwari untuk tetap menjaga perdamaian dan cinta kasih.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo, juga mengungkapkan hal yang sama.
Dedi mengatakan, massa terprovokasi oleh konten negatif di media sosial terkait penangkapan mahasiswa Papua di Surabaya dan Malang.
"Mereka boleh dikatakan cukup terprovokasi dengan konten yang disebarkan oleh akun di medsos terkait peristiwa di Surabaya," ujar Dedi dalam konferensi pers di Gedung Humas Mabes Polri, Senin siang, dikutip Tribunnews dari Kompas.com.
Konten yang dibangun di media sosial dan tersebar di antara warga Papua, lanjut Dedi, dapat membangun opini bahwa peristiwa penangkapan mahasiswa Papua adalah bentuk diskriminasi.
Bahkan, termuat praktik rasisme di sana.
Padahal, Dedi memastikan bahwa penangkapan mahasiswa Papua di Surabaya itu sudah selesai secara hukum.
Awalnya, polisi menerima laporan mengenai perusakan bendera merah putih di asrama mahasiswa Papua.
Kemudian polisi memeriksa beberapa mahasiswa yang tinggal di asrama.
Karena tidak menemukan unsur pidana, kepolisian pun melepaskan mereka kembali.
Proses itu merupakan proses yang wajar dalam hukum.
"Peristiwa Surabaya sendiri sudah cukup kondusif dan berhasil diredam dengan baik. Tapi karena hal tersebut disebarkan oleh akun yang tidak bertanggungjawab, membakar atau mengagitasi mereka dan dianggap narasi tersebut adalah diskriminasi," ujar Dedi.
Kepolisian pun berharap warga Papua, baik yang ada di Pulau Papua maupun di penjuru Indonesia dapat menahan diri serta tidak terprovokasi.
Hal ini khususnya oleh pesan berantai di media sosial yang membentuk opini tertentu.
"Jangan terprovokasi oleh ulah oknum-oknum tertentu yang memang ingin membuat keruh keadaan," ujar Dedi.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.