Politikus Golkar Dukung Keputusan Jokowi Pindahkan Ibu Kota Ke Kalimantan Meski Pakai Dana Swasta
Ia tak mempermasalahkan jika nantinya pemindahan ibu kota ke Kalimantan melibatkan BUMN maupun pihak eksternal atau asing.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi II DPR RI f-Golkar, Firman Soebagyo mendukung keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memindahkan ibu kota negara dari Jakarta ke Pulau Kalimantan.
Ia tak mempermasalahkan jika nantinya pemindahan ibu kota ke Kalimantan melibatkan BUMN maupun pihak eksternal atau asing.
"Enggak mungkin kita bangun negara besar hanya mengandalkan kantung sendiri. Kalau negara maju ya membuka investasi, hanya keberpihakan kepada kepentingan nasional itu harus, katakanlah kalau investasi asing dibatasi maksimal sekian persen dimiliki asing, maksimal untuk BUMN, kan boleh saja," katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (20/8/2019).
Baca: Pemuda Muhammadiyah: Papua adalah Kita
Baca: Beberkan Isu Kedekatannya, Vicky Nitinegoro Ungkap Pernah ke Rumah Nikita Mirzani dan Puji Hal Ini
Baca: Presiden Jokowi Diminta Turun Tangan Atasi Sengketa Pelabuhan Marunda
Menurutnya, langkah Jokowi memindahkan ibu kota ke tanah Borneo menggunakan seminimal mungkin APBN sangat tepat.
Ia memuji cara Jokowi yang nantinya akan menggunakan konsep berbisnis, mengundang investasi untuk membangun kantor-kantor pemerintahan.
Namun, ia mengingatkan pemerintah bahwa investasi yang masuk harus berupa "fresh money",
"Katakanlah investasi 100 triliun, kemudian BUMN-nya menguasai 80 persen, 20 persennya asing, enggak ada masalah, yang penting investasinya itu cash money jangan sampai investasinya itu dalam bentuk paper, atau surat jaminan utang bank," jelasnya.
Lebih lanjut, Firman mendukung pemindahan ibu kota negara karena melihat beberapa negara yang berhasil melakukan hal tersebut.
Ia yakin, keputusan pemindahan ibu kota sudah tepat, mengingat ledakan populasi di Jawa lebih cepat dibanding pembangunan fisik.
"Ibu kota Jakarta ini yang notabennya kota metropolitan antara populasi penduduknya dengan tingkat pembangunannya itu sudah tidak bersih, tidak seimbang, jumlah populasi penduduk dan pembangunan jalan sudah tidak seimbang sehingga populasi penduduknya jauh lebih cepat dibandingkan pembangunannya," pungkasnya.