Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Cerita Lengkap Asal-muasal Pengepungan Asrama Mahasiswa Papua oleh Ormas di Surabaya

Mulanya, polisi sudah mengimbau ormas yang berdemonstrasi di depan asrama Mahasiswa Papua agar membubarkan diri.

Editor: Choirul Arifin
zoom-in Cerita Lengkap Asal-muasal Pengepungan Asrama Mahasiswa Papua oleh Ormas di Surabaya
surabaya.tribunnews.com/willy abraham
Suasana di sekitar asrama mahasiswa Papua di Jl Kalasan Surabaya, Jumat (16/8/2019). Sebanyak 43 mahasiswa Papua yang sempat diperiksa di Polrestabes Surabaya terkait dugaan perobekan Bendera Merah Putih kini telah dipulangkan ke Asrama di Jl Kalasan 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Insiden pengepungan Asrama Mahasiswa Papua di Surabaya berujung pada sederet aksi kerusuhan yang terjadi di Papua Barat kemarin, Senin (19/8/2019).

Peristiwa yang kental dengan isu SARA ini pun membuat sejumlah pihak turun tangan agar permasalahan segera selesai.

Diketahui, kerusuhan yang terjadi di Manokwari dan Sorong, Papua Barat ini merupakan reaksi atas terjadinya pengepungan Asrama Mahasiswa Papua di Surabaya pada Jumat (16/8/2019).

Awal mula pengepungan Asrama Mahasiswa Papua di Surabaya dimulai dengan munculnya sejumlah organisasi masyarakat (ormas) pada hari Jumat, 16 Agustus 2019 atau sehari sebelum perayaan HUT Kemerdekaan RI ke-74.

Dikutip dari Kompas.com, Kapolrestabes Surabaya, Kombes Pol Sandi Nugroho menceritakan mengenai penanganan polisi terhadap mahasiswa Papua di Surabaya. 

Puluhan personel kepolisian gabungan mendatangi Asrama Mahasiswa Papua di Jalan Kalasan Surabaya, Rabu (15/8/2018) malam. TRIBUNJATIM.COM/PRADHITYA FAUZI
Puluhan personel kepolisian gabungan mendatangi Asrama Mahasiswa Papua di Jalan Kalasan Surabaya, Rabu (15/8/2018) malam. TRIBUNJATIM.COM/PRADHITYA FAUZI (Tribunjatim.com/Pradhitya Fauzi)

Kapolres menjelaskan, awalnya Asrama Mahasiswa Papua yang berada di Jalan Kalasan, Surabaya, Jawa Timur, dipadati ratusan organisasi masyarakat (ormas) pada Jumat (16/8/2019).

Menurut Sandi, aksi yang dilakukan ormas di Asrama Mahasiswa Papua dilatarbelakangi adanya penistaan simbol negara yang diduga dilakukan oleh mahasiswa Papua.

Berita Rekomendasi

Saat itu, kelompok ormas melakukan aksi di depan asrama sejak pukul 16.00 WIB hingga pukul 21.00 WIB.

Namun, aksi massa tersebut dapat dihentikan setelah polisi berhasil membubarkan massa.

Halaman asrama mahasiswa Papua di Jalan Kalasan Surabaya porak poranda usai terjadi bentrokan
Halaman asrama mahasiswa Papua di Jalan Kalasan Surabaya porak poranda usai terjadi bentrokan (KOMPAS.com/Achmad Faizal)

"Normatifnya, polisi sudah mengerjakan apa yang menjadi standar dan kami tidak mengedepankan upaya paksa. Kami negosiasikan dengan catatan bahwa kita ingin menegakkan hukum tapi jangan melanggar hukum," kata Sandi, Selasa (20/8/2019).

Pihaknya saat itu telah mengimbau ormas yang berdemonstrasi dan bersedia membubarkan diri.
Sementara itu, polisi tetap melakukan pengamanan di asrama tersebut untuk menghindari adanya bentrokan.

"Kenyataannya, jam 21.00 WIB (asrama) sudah bersih dan kami sudah mengamankan. Di sana (asrama) hanya tinggal petugas yang mengamankan (mahasiswa Papua) di asrama tersebut," ujar dia.

Sandi mengatakan, perwakilan massa yang melakukan aksi kemudian diberikan saluran dengan meminta mereka melaporkan bila benar terdapat dugaan adanya perusakan dan pembuangan bendera Merah Putih ke dalam selokan.

Sehingga, pada Jumat (16/8/2019) malam, massa yang tergabung dalam gabungan ormas itu datang ke kantor polisi dan membuat laporan.

"Kita BAP saksi-saksinya, dan kemudian kita lengkapi alat buktinya," jelasnya.

Pembuangan Bendera Merah Putih

Keesokan harinya, Sabtu (17/8/2019) sekitar pukul 10.00 WIB, polisi mencoba berkomunikasi dengan mahasiswa Papua karena ada laporan tentang penistaan lambang negara berupa pembuangan bendera Merah Putih tersebut.

Harapannya, laporan yang dilayangkan gabungan ormas tersebut bisa dijawab dan diklarifikasi oleh mahasiswa Papua atau Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) di Surabaya sebagai pihak terlapor.

Namun, upaya negosiasi untuk mengomunikasikan masalah pembuangan bendera dengan mahasiswa Papua tersebut belum mendapat tanggapan.

Suasana halaman depan Asrama Mahasiswa Papua di Jalan Kalasan Surabaya, Rabu (15/8/2018).
Suasana halaman depan Asrama Mahasiswa Papua di Jalan Kalasan Surabaya, Rabu (15/8/2018). (Istimewa)

Kemudian, pihaknya meminta bantuan kepada pihak RT, RW, lurah, camat, hingga perkumpulan warga Papua di Surabaya, untuk mengimbau mahasiswa asal Papua keluar dari asrama dan mengadakan dialog dengan kepolisian.

"Ternyata tetap tidak mendapat tanggapan (untuk mengadakan dialog)," kata Sandi.

Di sisi lain, pihaknya juga mendapat informasi dari gabungan ormas yang melayangkan laporan ke Polrestabes Surabaya dan menyampaikan bahwa apabila tidak ada jawaban mengenai penyebab pembuangan bendera, massa tersebut akan kembali mendatangi asrama mahasiswa Papua.

"Kira-kira apa polisi akan membiarkan massa itu datang ke sana? Kami mencegah, jangan sampai terjadi bentrokan antara saudara-saudara kita yang ada di sana (mahasiswa Papua) dengan massa lain yang ada (ormas)," jelas Sandi.

Karena alasan itulah, polisi berusaha berkomunikasi dengan mahasiswa Papua untuk mencari tahu akar masalahnya.

Anggota DPR RI Komisi X Fraksi PDIP Jimmy Demianus Ijie S dan Anggota DPR RI Komisi VI Fraksi Partai Gerindra, Steven Abraham saat tiba di depan Asrama Mahasiswa Papua di Jalan Kalasan, Surabaya, Rabu (21/08/2019).  Asrama Mahasiswa Papua di Surabaya,
Anggota DPR RI Komisi X Fraksi PDIP Jimmy Demianus Ijie S dan Anggota DPR RI Komisi VI Fraksi Partai Gerindra, Steven Abraham saat tiba di depan Asrama Mahasiswa Papua di Jalan Kalasan, Surabaya, Rabu (21/08/2019). Asrama Mahasiswa Papua di Surabaya, "Siapapun Yang Datang Kami Tolak". (Surya.co.id)

Setelah upaya negosiasi mengalami kebuntuan, polisi juga sudah mengeluarkan peringatan sebanyak tiga kali sebelum akhirnya melakukan penindakan dan mengeluarkan surat perintah.

Surat perintah yang dimaksudkan Sandi itu, antara lain surat perintah tugas dan surat penggeledahan yang sudah disiapkan.

Baca: Fahri Hamzah Kritik Jokowi: Kemarin-kemarin Ada Marahnya Saya Akan Tindak, Sekarang Kok Nggak Ada

Penindakan dengan mengangkut paksa mahasiswa Papua itu dinilai merupakan upaya terakhir yang dilakukan polisi, lantaran upaya dialog yang dilakukan sejak pukul 10.00 WIB hingga pukul 17.00 WIB tidak membuahkan hasil.

Baca: Inilah Benny Wenda, Sosok yang Disebut Tokoh di Balik Rusuh Papua dan Kini Bermukim di Inggris

Setelah itu, polisi membawa 43 mahasiswa Papua tersebut ke Polrestabes Surabaya.

Menurut Sandi, sebenarnya ia hanya akan membawa 15 mahasiswa Papua untuk dimintai keterangan soal perusakan dan pembuangan bendera.

Baca: Alisa Wahid Kecewa, Cak Imin Sampai Saat Ini Tak Pernah Minta Maaf ke Keluarga Gus Dur

Namun, ada sekitar 30 mahasiswa tambahan asal Papua yang datang ke asrama pada siang harinya.
Ia pun telah memisahkan 15 mahasiswa Papua di sana yang dinilai berkompeten untuk memberikan keterangan kepada polisi soal adanya perusakan bendera.

"Ternyata mereka tidak mau. 'Kalau mau dibawa teman kami, bawa kami semua', akhirnya kita bawa semuanya ke kantor dan kemudian kita periksa maraton," ujar Sandi.

Baca: Gubernur Lukas Enembe: Kenapa Tak Terjunkan Banser untuk Bela Mahasiswa Papua yang Dipersekusi

Dalam pemeriksaan itu, Sandi menyiapkan sepuluh penyidik agar proses pemeriksaan tidak memakan waktu panjang.

Menurut dia, hanya ada satu mahasiswa yang tidak diperiksa lantaran tidak bisa berbahasa Indonesia.

Sehingga, polisi pun mengambil keterangan dari 42 mahasiswa asal Papua tersebut.

"Waktu kami periksa, semua dalam keadaan sehat walafiat dan kami kasih makan supaya bisa melihat bahwa kami mengedepankan hak asasi mahasiswa," tutur Sandi.

Pemeriksaan terhadap puluhan mahasiswa itu selesai pukul 23.00 WIB.

Usai diperiksa, 43 mahasiswa Papua itu langsung dipulangkan pada Minggu (18/8/2019) dinihari pukul 00.00 WIB.

"Intinya bahwa kami sudah mengerjakan upaya penegakan hukum untuk mengamankan teman-teman kita supaya tidak terjadi bentrokan massa dengan massa yang lainnya," ujar Sandi.

Seperti diberitakan, aksi solidaritas Papua muncul di berbagai kota di Provinsi Papua dan Papua Barat, seperti yang terjadi di Manokwari, Jayapura dan Sorong, Senin (19/8/2019).

Aksi unjuk rasa ini merupakan dampak dari perlakuan diskriminatif dan tidak adil yang dialami mahasiswa asal Papua di Surabaya, Malang dan Semarang, dalam beberapa waktu terakhir.

Sosok yang Diduga Dalang

Dikutip dari Tribunnews.com, Anggota Komisi I DPR RI, Effendi Simbolon, menyebutkan nama Benny Wenda sebagai tokoh di balik kerusuhan yang terjadi di Papua akhir-akhir ini.

Kader PDI-P itu beranggapan, kerusuhan di Papua berkaitan dengan pergerakan politik yang dilakukan kelompok Pembebasan Papua Barat (ULMWP) yang dipimpin Benny Wenda.

Effendi mengatakan, rangkaian insiden rusuh yang bermula dari tindakan represif polisi terhadap mahasiswa Papua di Surabaya, telah didesain untuk menciptakan kerusuhan.

Tokoh separatisme Papua, Benny Wenda
Tokoh separatisme Papua, Benny Wenda (RNZI/Korol Hawkins)

"Dugaan saja bahwa ini di bulan ini, di belahan dunia lainnya juga sedang mereka lakukan pergerakan," kata Effendi Simbolon di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (19/8/2019).

"Ada pergerakan politik mereka. Di belahan Melanesia sana sedang ada sebuah konferensi yang sifatnya dalam rangka memunculkan isu Papua Barat merdeka."

"(Mereka) kelompok masyarakat Papua, yang dikomandani oleh Benny Wenda yang sekarang ada di Oxford, Inggris," ungkapnya.

Menurutnya, ada tujuan yang akan dicapai jika kerusuhan terus berlangsung.

Isu Papua Barat merdeka akan terus digelorakan, bahkan hingga dunia internasional, melalui argumen pemerintah melakukan tindakan represif dan rasisme terhadap warga Papua.

Bisa saja, kelompok Benny Wenda membawa persoalan tersebut ke sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

"Saya menduga seperti itu, karena ini di bulan yang sama, ada benang merahnya itu, jadi dia proxy sekali, betul-betul didesain, model isu internasional seperti ini pengalangan opininya dan ini puncaknya di bulan Desember ketika mereka maju di General Assembly (Majelis Umum) di PBB," kata Effendi.

Effendi Simbolon
Effendi Simbolon (Tribunnews.com/Chaerul Umam)

Untuk itu, dirinya mengingatkan pemerintah agar tidak menganggap remeh persoalan tersebut.

"Saya ingatkan sekali lagi pemerintah jangan kecolongan. Kita adalah wakil tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Tapi hati-hati, justru media itu juga yang akan lakukan untuk menyudutkan posisi tawar kita," paparnya.

Penulis: Yudhi Maulana/TribunnewsBogor.com

Artikel ini tayang di Tribunnews Bogor dengan judul Ini Awal Mula Pengepungan Asrama Mahasiswa Papua di Surabaya Hingga Sosok Dalang di Balik Kerusuhan

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas