Bukit Soeharto Jadi Lokasi Pembangunan Ibu Kota Baru
Menurutnya, lahan yang digunakan untuk pembangunan ibu kota pastinya memakai tanah hutan industri, bukan hutan lindung.
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memutuskan lokasi ibu kota baru di Kalimantan Timur.
Lokasi tersebut nantinya di kawasan Bukit Soeharto yang berada di antara Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara.
Gubernur Kalimantan Timur Isran Noor mengatakan, luas lahan yang ditawarkan ke pemerintah awalnya 250 ribu hektare di kawasan Bukit Soeharto, tetapi Presiden Jokowi mengumumkan tanah negara di kawasan tersebut sekitar 180 ribu hektare.
Baca: Bea Cukai dan Polres Dumai Musnahkan Sabu, Ganja, dan Ekstasi
"Kawasan Bukit Soeharto itu adalah bukit produksi, hutan lindung, dan sebagian digunakan untuk hutan riset. Kemudian di selatannya ada namanya kawasan konservasi yaitu pengembangan dan kepentingan orang utan," ujar Isran di komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (26/8/2019).
Menurutnya, lahan yang digunakan untuk pembangunan ibu kota pastinya memakai tanah hutan industri, bukan hutan lindung.
"Iya disitu (hutan produksi) dan tidak ada orang yang ditinggal di sana. Ini akan berdampak positif bukan untuk kepentingan Kaltim, namun semua yang ada provinsi di Kalimantan dan ini berbatasan langsung dengan Sulawesi bagian barat," ujar Isran.
Baca: Mulan Jameela Menang Gugatan Perdata Atas Partai Gerindra di PN Jaksel
Sementara Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brojonegoro mengatakan, pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur ditargetkan pada 2020 akan dirampungkan masterplan hingga undang-undang soal ibu kota baru.
"Pembangunan infrastruktur bisa dimulai akhir 2020 dan kami harap paling lambat 2024 proses pemindahan sudah dilakukan," ucap Isran Noor.
Baca: Rebutan Hak Asuh Anak dengan Sang Mantan Suami Selama Bertahun-tahun, Angelina Jolie Merasa Tak Kuat
Menurut Bambang, pada tahap awal pembangunan ibu kota menggunakan tanah seluas 40 ribu hektare dari total yang dikuasai pemerintah 180 ribu hektare.
"Separuhnya adalah ruang terbuka hijau, termasuk hutan lindung, hutan lindung tidak akan diganggu. Bahwa ada pihak pihak yang sedang mengerjakan sesuatu, pemerintah punya hak untuk menarik hak itu sewaktu-waktu sesuai kebutuhan. Kami akan meminimalkan ganti rugi lahan," ucap Bambang.