Diperkirakan 1,5 Juta Orang Ikut Pindah ke Ibu Kota Baru di Kaltim, Siapa Saja?
Dalam pemaparan Bappenas, asumsi jumlah penduduk yang akan ikut pindah ke ibu kota baru sekitar 1,5 juta orang.
Penulis: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemindahan Ibu Kota Baru telah resmi diumumkan oleh Presiden Joko Widodo.
Pemindahan Ibu Kota Baru ke Kalimantan Timur disampaikan lewat konferensi pers di Istana Negara, Jakarta, Senin (26/8/2019).
Lokasi yang dipilih adalah sebagian Kabupaten Penajem Paser Utara dan sebagian Kutai Kertanegara.
Kedua lokasi ini bertempat di Provinsi Kalimantan Timur.
"Lokasi ibu kota baru yang paling ideal adalah di sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian di Kabupaten Kutai Kertangera, Provinsi Kalimantan Timur," kata Jokowi.
Baca: Sebentar Lagi, Instagram Stories Akan Dibanjiri dengan Iklan
Baca: Pernah Berencana Meledakkan GBLA, Keluarga Terpidana Teroris Dapat Bantuan Mesin Jahit
Baca: Keluarga Tidak Menyangka AK Tega Membakar Hidup-hidup Suami dan Anaknya di Dalam Mobil
Dalam paparan Kementerian PPN/Bappenas untuk Acara Youth Talks, pekan lalu disebutkan asumsi jumlah penduduk yang akan ikut pindah ke ibu kota baru sekitar 1,5 juta orang.
Mereka terdiri dari ASN pada lembaga-lembaga Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif. Kemudian anggota TNI, Polri beserta keluarga, dan sejumlah pelaku ekonomi.
Sumber Dana
Bagaimana soal pembiayaannya? Presiden Joko Widodo memastikan hanya sebagian kecil Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang digunakan dalam pemindahan ibu kota. Dari total kebutuhan Rp 466 triliun, hanya 19% yang bersumber dari APBN.
Itu pun diakui Jokowi tidak bersumber dari APBN secara murni. "Nantinya 19% berasal dari APBN, itu pun berasal dari skema kerja sama pengelolaan aset di ibu kota baru dan DKI Jakarta," ujar Jokowi saat konferensi pers pemindahan ibu kota, Senin (26/8/2019).
Pemerintah menyiapkan sejumlah skema pembiayaan untuk menutupi sisanya.
Antara lain dengan Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) serta investasi langsung baik swasta maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Dipakainya skema tersebut juga dibenarkan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) Bambang Brodjonegoro.
Mengenai pengelolaan aset, Bambang menegaskan tidak perlu dengan skema tukar guling.
"Nggak harus tukar guling, gedung pemerintah yang ditinggalkan kemudian pemerintah dan swasta kerja sama, mereka boleh sewakan gedung itu 30 tahun, semua pemasukan buat dia, tapi kita dapat uangnya untuk bangun di ibu kota baru," terang Bambang.
Baca: Profil Lengkap Penajam Paser Utara, Ibukota Baru Republik Indonesia yang Diumumkan Jokowi
Bambang bilang pemerintah berfokus pada kerja sama pengelolaan aset sesuai aturan yang telah ada. Hal tersebut menyingkirkan opsi untuk penjualan aset.
Baca: Inilah Lima Kelebihan Samboja, Kecamatan di Kukar yang Akan Jadi Ibu Kota Baru RI
Pemerintah berharap aset di Jakarta bisa terus produktif. Real Estate Indonesia (REI) pun dikabarkan berminat untuk menyewakan aset pemerintah di Jakarta mengingat lokasi aset pemerintah yang strategis.
Jadi Pusat Ekonomi Dunia
Setelah Pemerintah pusat mengumumkan lokasi definitif untuk calon ibu kota baru Republik Indonesia di Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, hari ini, Senin (26/8/2019), Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan langsung memberikan tanggapan.
Anies memastikan pusat perekonomian dan bisnis Indonesia tetap akan berada di DKI Jakarta.
Ia bahkan menyebut, Jakarta ke depannya akan didorong menjadi pusat perekonomian global.
"Yang di Jakarta kita mendorong menjadi simpul kegiatan perekonomian global, jadi Jakarta tetap akan menjadi pusat kegiatan perekonomian tidak ada pergeseran disitu," ujar Anies saat ditemui usai pengumumkan lokasi pemindahan ibu kota baru di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Senin (26/8/2019).
Ia menuturkan, pembangunan Jakarta akan terus berlanjut bahkan sampai 10 tahun ke depan dengan biaya total mencapai Rp 571 triliun.
"Kita menargetkan sampai 2030. Pembangunan itu ada yang dari swasta, APBN,ABPD, ada yang KPBU itu sudah dibahas. Jakarta rencana pembangunan tetap jalan dengan atau tanpa pusat pemerintahan di Jakarta itu jalan terus," ujarnya.
Sebelumnya dalam pengumuman lokasi tepat ibu kota baru, Presiden Jokowi memastikan hanya pusat pemerintahan yang akan pindah ke Kalimantan Timur, di sebagaian kabupaten Kutai Kartanegara dan kabupaten Penajam Paser Utara.
Sementara, pusat keuangan, perdagangan, dan pusat bisnis tetap berada di DKI Jakarta.
"Rencana Pemprov DKI Jakarta yang dianggarkan Rp571 triliun, tetap terus dijalankan dan pembahasan sudah pada level teknis dan siap dieksekusi. Dilanjutkan," kata Jokowi.
Penjelasan Jokowi kepada warganet
Setelah menggelar jumpa pers pada Senin, (26/8/2019) siang, Presiden Jokowi kemudian mengunggah keputusan pemerintah memindahkan ibu kota di media sosial.
Seperti yang sudah diketahui, Presiden Jokowi ditemani Wakil Presiden, Jusuf Kalla mengumumkan ibu kota Republik Indonesia akan dipindahkan dari DKI Jakarta ke Kalimantan Timur.
Ibu kota nantinya akan berada di sebagian wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian di Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur.
"Sebagai bangsa besar yang sudah 74 tahun merdeka, Indonesia belum pernah menentukan dan merancang sendiri ibu kotanya.
Maka, pada siang yang berbahagia ini, saya menyampaikan bahwa pemerintah telah melakukan kajian-kajian mendalam, terutama dalam tiga tahun terakhir.
Hasil kajian-kajian tersebut menyimpulkan bahwa lokasi ibu kota baru yang paling ideal adalah di sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian di Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur," tulis akun @jokowi dalam keterangan foto peta ibu kota baru.
Selain menjelaskan tentang kajian yang telah disiapkan oleh pemerintahan Presiden Jokowi, dalam unggahan selanjutnya, @jokowi menuliskan tentang alasan mengapa ibu kota harus pindah ke Kalimantan Timur.
"Kenapa ibu kota harus pindah?
Jakarta saat ini menyangga beban yang sudah terlalu berat sebagai pusat pemerintahan, pusat bisnis, pusat keuangan, pusat perdagangan, dan pusat jasa. Bahkan, sebagai lokasi bandar udara dan pelabuhan laut terbesar di Indonesia.
Kemacetan lalu lintas yang sudah terlanjur parah, polusi udara dan air kota ini harus segera kita tangani.
Ini bukan kesalahan Pemprov DKI Jakarta. Bukan. Ini karena besarnya beban yang diberikan perekonomian Indonesia kepada Pulau Jawa dan kepada Jakarta. Kesenjangan ekonomi antara Jawa dan luar Jawa yang terus meningkat, meski sejak 2001 sudah dilakukan otonomi daerah.
Selain itu, beban Pulau Jawa juga semakin berat. Penduduknya sudah 150 juta atau 54 persen dari total penduduk Indonesia, dan 58 persen PDB ekonomi Indonesia itu ada di Pulau Jawa.
Kita tidak bisa terus menerus membiarkan beban Jakarta dan beban Pulau Jawa yang semakin berat itu," sambungnya.
Bappenas Republik Indonesia menyampaikan diharapkan pada tahun 2024, proses pemindahan ibu kota bisa dilakukan. Fase persiapannya akan dimulai pada tahun 2020.