KPK Dalami Proses Pencalonan Iwa Karniwa Dalam Ajang Pilkada Jawa Barat
Saksi tersebut adalah seorang swasta bernama James Yehezkeil yang diperiksa untuk tersangka Sekda Jabar nonaktif Iwa Karniwa.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memeriksa satu saksi terkait dengan penyidikan kasus dugaan suap perizinan proyek pembangunan kawasan hunian Meikarta di Kabupaten Bekasi, pada Senin (26/8/2019).
Saksi tersebut adalah seorang swasta bernama James Yehezkeil yang diperiksa untuk tersangka Sekda Jabar nonaktif Iwa Karniwa.
"Kami juga mulai mendalami terkait dengan informasi yang diketahui saksi tentang pencalonan tersangka dalam Pilkada di Provinsi Jawa Barat yang lalu," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (26/8/2019).
Iwa Karniwa sebelumnya memang sempat mencalonkan diri di Pilgub Jabar 2018 lalu. Namun, gagal pada saat penjaringan yang digelar partai PDIP. Adapun dalam perkara ini, diduga uang suap yang diterima Iwa digunakan untuk kampanye pencalonan seperti pembuatan baliho.
Baca: Persebaya Surabaya Bisa Mainkan David da Silva Kala Hadapi Bhayangkara FC
Baca: Usasi Kecelakaan, PT KAI DAOP I Jakarta Tutup Perlintasan Sebidang Liar Demi Keselamatan
Baca: Petinggi Ducati Beberkan Kondisi Dovizioso Usai Tabrakan di MotoGP Inggris 2019
"Jadi proses pencalonannya menjadi informasi yang kami dalami lebih lanjut," kata Febri.
Di sisi lain, lanjut Febri, saksi lain yang sebetulnya dipanggil KPK yaitu mantan Gubernur Jabar Ahmad Heryawan. Namun dia menghubungi KPK dan meminta penjadwalan ulang dengan alasan surat panggilan belum diterima.
Febri mengatakan pemeriksaan ulang terhadap pria yang akrab disapa Aher itu akan digelar pada Selasa (27/8/2019) besok.
Sebelumnya, Aher pada 9 Januari lalu sempat diperiksa KPK sebagai saksi untuk mantan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin. Ketika itu, dia mengaku didalami terkait keputusannya tentang perizinan proyek Meikarta.
Aher mengaku bahwa keputusannya saat itu sudah sesuai dengan aturan yakni dengan mengeluarkan keputusan gubernur berdasarkan Perpres Nomor 87 Tahun 2014.
Adapun berdasarkan surat dakwaan mantan Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro disebutkan, pada 23 November 2017, Aher mengeluarkan Keputusan nomor: 648/Kep.1069-DPMPTSP/2017 tentang Delegasi Pelayanan dan Penandatanganan Rekomendasi Pembangunan Komersial Area Proyek Meikarta di Kabupaten Bekasi.
Aher mendelegasikan pelayanan dan penandatanganan rekomendasi untuk pembangunan komersial area proyek Meikarta di daerah Kabupaten Bekasi kepada Kepala Dinas PMPTSP Provinsi Jawa Barat.
Berdasarkan Keputusan Gubernur tersebut, Dinas PMPTSP Provinsi Jawa Barat mengeluarkan surat nomor 503/5098/MSOS tanggal 24 November 2017 yang ditandatangani Kepala Dinas PMPTSP Dadang Mohamad yang ditujukan kepada Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin.
Dalam kasus ini, ada indikasi perubahan peraturan tata ruang untuk proyek Meikarta yang berada dalam kewenangan DPRD. Setidaknya ada kejanggalan dalam perubahan aturan tata ruang untuk pembangunan megaproyek itu.
Berdasarkan rekomendasi Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) Jawa Barat, Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT) proyek Meikarta hanya seluas 84,6 hektare.
Namun, Meikarta dengan pengembangnya PT Mahkota Sentosa Utama jor-joran mengiklankan dan berencana akan membangun proyeknya seluas 500 hektare.
Dari situ, KPK menduga ada pihak yang mengubah aturan Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) yang baru di Kabupaten Bekasi. Aturan itu diduga sengaja diubah untuk memuluskan kepentingan proyek Meikarta.
Sekda Jabar Iwa Karniwa dan mantan Presiden Direktur Lippo Cikarang Tbk., Bartholomeus Toto telah ditetapkan sebagai tersangka baru berdasarkan pengembangan kasus dugaan suap Meikarta.
Iwa Karniwa diduga telah menerima uang Rp900 juta melalui sejumlah perantara. Mulanya, Iwa meminta uang Rp1 miliar untuk menyelesaikan proses RDTR di provinsi.
Sementara Bartholomeus Toto, diduga berperan dalam mengalirkan uang suap senilai Rp10,5 miliar untuk mantan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin terkait dengan pengurusan perizinan proyek Meikarta.
Iwa Kurniwa dalam perbuatannya diduga melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU nomor 31 tahun 1999 mengenai tindak pemberantasan korupsi.
Sementara, Bartholomeus Toto selaku pemberi suap disangkakan dengan pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU nomor 31 tahun 1999 mengenai tindak pemberantasan korupsi.