Kisah Kapten Yaser, Nahkoda yang Nyaris Menjadi Korban Keganasan Gelombang di Selat Pakuafu
Hari itu adalah hari terakhir KPM Citra Mandala Bahari atau JM Ferry melaksanakan tugasnya berlayar menyeberang dari Pelabuhan Bolok
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, ROTE - Hujan turun sangat lebat membuat jarak pandang menjadi terbatas.
Laut di antara Pulau Timor, Pulau Rote, dan Pulau Semau sangat bergelora.
Gelombang tinggi berkejar-kejaran seakan hendak memangsa.
Setiap tahun sejak dulu kala, orang Rote tahu betul itulah karakter selat yang dinamai Pukuafu.
Kapten Yaser masih ingat kejadian malam itu pada 31 Januari 2006 malam.
"Saat itu langit gelap gulita. Angin bertiup kencang. Itu memang ombaknya besar sekali, sampai 5 meteran," tutur Yaser, Rabu (28/8/2019).
Hari itu adalah hari terakhir Kapal Motor Penyeberangan (KMP) Citra Mandala Bahari atau JM Ferry melaksanakan tugasnya berlayar menyeberang dari Pelabuhan Bolok, Kupang menuju pelabuhan Pantai Baru, Rote.
Baca: BPPT Kenalkan Inovasi Sistem Navigasi Baru untuk Keselamatan Transportasi Laut
Baca: Laga Terbaru Persija yang Tanpa Kemenangan, Ada Hujan Kartu Kuning
Baca: Pemadaman Listrik di Jakarta Akibat Gangguan Pembangkit Muara Karang
Baca: Pelaku Industri Keuangan, Pendorong Percepatan Ekonomi dan Keuangan Pasca-Pilpres
"Hari dimana Pukuafu sedang foti," ujar Yaser.
Yaser menjelaskan foti adalah tarian khas Rote yang menghentak-hentak kaki, seperti breakdance.
"JM Ferry memasuki arena fotinya," ujarnya.
Akibatnya, Selat Pukuafu menelan JM Fery beserta isinya.
Penumpang, kendaraan, dan barang yang berada di kapal pun tenggelam.
107 orang yang berada di kapal ikut tenggelam seiring karamnya kapal ke dasar lautan.