Peneliti LIPI: Tiada Maaf Kepada Koruptor
Artinya, dia menegaskan, jangan diberi celah lagi pada mantan koruptor untuk kembali menduduki jabatan.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Indria Samego mendukung usulan Bawaslu dan KPU terkait pelarangan pencalonan eks koruptor diatur dalam Undang-undang.
Untuk itu perlu segera pemerintah dan DPR RI merevisi UU No 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, khusus tentang pelarangan pencalonan eks koruptor.
"Kita sepakat agar zero tolerance, tiada maaf pada koruptor," tegas Indria Samego yang juga anggota dewan pakar The Habibie Center, Rabu (28/8/2019).
Artinya, dia menegaskan, jangan diberi celah lagi pada mantan koruptor untuk kembali menduduki jabatan.
Karena dia melihat, bila tidak dilarang, maka tindakan korupsi akan kembali terulang terjadi.
Baca: Cari Asisten Pribadi, Hotman Paris Tawarkan Barbie Kumalasari, Cocok Tidak?
Bawaslu dan KPU Harap Larangan Eks Koruptor Segera Disahkan dalam UU Pilkada
Ketua Bawaslu Abhan menghadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (28/8/2019).
Kedatangan Abhan untuk melaporkan kinerja Bawaslu dalam mengawasi Pemilu 2019 dan persiapan kontestasi Pilkada 2020.
Selain itu, kata Abhan, Bawaslu juga menyampaikan perlu dilakukan revisi terbatas.
Baca: DPR Tunggu RUU Ibu Kota Baru dari Pemerintah
Ia mencontohkan yang perlu diperbaiki, seperti syarat pelarangan calon peserta Pilkada bagi seseorang berstatus mantan terpidana kasus korupsi agar diperkuat di dalam undang-undang.
"Tidak cukup dengan PKPU (Peraturan KPU), karena kalau PKPU nanti, norma undang-undangnya masih membolehkan, nanti jadi masalah kembali," ujarnya.
"Seperti pengalaman saat di Pileg tahun 2019, ketika PKPU mengatur napi koruptor, kemudian diuji di Mahkamah Agung dan ditolak. Itu jangan sampai terulang," sambung Abhan.
Menurutnya, hal tersebut diusulkan ke Presiden, dimana undang-undang yang harus direvisi terbatas maupun meyeluluruh yaitu terkait syarat peserta Pilkada pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016.
"Tadi kami melakukan usulan itu kepada pemerintah, dan kami juga menyerahkan naskah akademik atas usulan revisi UU 10 tahun 2016," ujar Abhan.
Baca: Dihadiri Influencer Populer, PopStar Rayakan Ultah Pertama dengan Meriah
Di tempat berbeda, Komisi Pemilihan Umum (KPU) juga menyakini Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan segera mensahkan larangan eks koruptor maju dalam pilkada menjadi undang-undang.
Selain itu, Ketua KPU Arief Budiman berharap, baik pemerintah dan DPR juga dapat melakukan revisi dalam undang-undang pemilu.
Hal itu disampaikan, Arief usai bertemu wakil presiden RI, Jusuf Kalla, di kantor Wapres RI, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Rabu (28/8/2019).
"Untuk yang sekarang ya, untuk pilkada, kan kita belum pernah rapat resmi untuk membahas ini dengan DPR. Tetapi di dalam banyak forum kita diskusi mereka (DPR) setuju dengan substansi bahwa jangan lagi lah ada mantan terpidana korupsi untuk maju dalam pilkada," ujar Arief.
Meski demikian, ia menyerahkan kewenangan larangan itu dimasukan dalam UU sepenuhnya kepada Pemerintah dan DPR.
Baca: Asiknya Plesiran di Macao, Naik Bus dan Kereta Gantung Gratis
"Kewenangannya ada di Pemerintah dan DPR ya kita serahkan sepenuhnya kepada pemerintah dan DPR. Tapi KPU kan sudah pernah menyampaikan ini sebenarnya. Baik kepada pemerintah dan DPR," jelasnya.
Menurut dia, subtansi keinginan KPU agar larangan eks.koruptor diundangkan adalah untuk menghindari adanya judicial review di Mahkamah Agung.
"Jadi mudah-mudahan. Apa lagi ada kejadian yang terakhir itu, mudah-mudahan untuk pilkada ini tidak dijudicial review, tidak dichallenge oleh para pihak," harapnya.(*)