Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ini Rincian Masalah yang Jadi Pemicu Gejolak Politik di Papua Menurut Stafsus Istana

Insiden rasisme mahasiswa Papua jadi momentum bagi warga Papua menyampaikan kemarahannya terhadap layanan pemerintahan di Papua dan Papua Barat

Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Choirul Arifin
zoom-in Ini Rincian Masalah yang Jadi Pemicu Gejolak Politik di Papua Menurut Stafsus Istana
ISTIMEWA
Tampak sejumlah pertokoan di salah satu ruas jalan di Kota Jayapura pada Jumat (30/8/2019) masih ditutup warga. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Staf Khusus Presiden Kelompok Kerja Papua, Lenis Kogoya mengungkap ada persoalan lain yang membuat Papua dan Papua Barat masih bergejolak hingga saat ini. 

Awalnya, gejolak di Bumi Cenderawasih karena ada dugaan rasisme terhadap mahasiswa asal Papua di Surabaya, beberapa waktu lalu. 

Namun, persoalan tersebut dinilai Lenis sudah selesai. Namun Insiden rasisme terhadap mahasiswa Papua jadi momentum bagi warga Papua menyampaikan kemarahannya terhadap layanan pemerintahan di Papua dan Papua Barat.

"Masyarakat kenapa sekarang merontak marah, karena ada hal-hal yang mereka selama ini sakit hati. Karena ada hal-hal belum beres. Belum beresnya di mana? Orang Papua membutuhkan sekarang betul-betul pendekatan dengan hati, apa yang diharapkan pembangunan, khususnya Undang-Undang Otonomi Khusus (UU Otsus)," papar Lenis di Jakarta, Jumat (30/8/2019). 

Lenis mempertanyakan, bantuan afirmasi kepada kelompok perempuan, agam dan adat yang mendapatkan 6 persen dari alokasi dana otsus disalurkan kemana dan ini harus dipertangungjawabkan oleh Gubernur Papua. 

"Sampai hari ini Menteri Dalam Negeri kasih surat kepada gubernur untuk melaporkan dana afirmasi 6 persen, tapi sampai hari ini belum ada lapor. Berarti ini kan harus audit dulu, ada 6 persen itu siapa yang pakai, siapa yang gunakan dana itu," tutur Lenis. 

Berita Rekomendasi

Selain persoalan dana Otsus, kata Lenis, pemerintah Papua juga seakan tidak memperjuangkan nasib para honorer di Papua yang jumlahnya 12 ribu orang.

Hal ini ditandai tidak pernahnya Gubernur Papua Lukas Enembe berkirim surat kepada Presiden Jokowi maupun menteri.  

BAHAS INSIDEN - Staf Khusus Presiden untuk Papua Lenis Kogoya bersama Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa membawa makanan khas Papua, Papeda dalam pertemuan di Gedung Negara Grahadi, Selasa (20/8). Kedatangan Lenis Kogoya itu salah satunya untuk membahas insiden mahasiswa Papua di Surabaya dan Malang. SURYA/AHMAD ZAIMUL HAQ
BAHAS INSIDEN - Staf Khusus Presiden untuk Papua Lenis Kogoya bersama Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa membawa makanan khas Papua, Papeda dalam pertemuan di Gedung Negara Grahadi, Selasa (20/8). Kedatangan Lenis Kogoya itu salah satunya untuk membahas insiden mahasiswa Papua di Surabaya dan Malang. SURYA/AHMAD ZAIMUL HAQ (SURYA/AHMAD ZAIMUL HAQ)

Kemudian, persoalan pengangguran di Papua dan pembinaan kewirausahaan yang tidak berjalan, turut menjadi akar masalah masyarakat tanah Papua menjadi bergejolak. 

"Sekarang kami mempertanyakan Gubernur punya kewenangan untuk kepala dinas provinsi, kepala dinas pekerjaan umum, kabupaten, berapa orang asli Papua yang dia siapkan untuk pengusaha sukses? Tidak ada. Jadi ini akar masalah, memang menumpuk di tanah Papua," papar Lenis. 

Bentuk Satgas Khusus

Secara terpisah, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Mardani Ali Sera mendesak Presiden Jokowi segera membentuk satuan tugas (Satgas) khusus untuk menangani krisis politik di Papua yang berujung rusuh di sejumlah kota.

“Saya mendesak Pemerintah membentuk satuan tugas (satgas) khusus yang dipimpin langsung oleh Bapak Wakil Presiden,” ujar Mardani, kepada Tribunnews.com, Jumat (30/8/2019).

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas