IPW: KPK Butuh Pemimpin Baru yang Berkomitmen
Ketua Presedium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane mengapresisasi kerja keras Pansel KPK dalam melakukan seleksi para Capim
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Panitia seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Pansel Capim KPK) bakal memangkas 20 kandidat capim menjadi 10 kandidat terbaik.
Selanjutnya 10 nama kandidat ini akan diserahkan langsung oleh Pansel KPK ke Presiden Jokowi pada Selasa (2/9/2019) besok.
Baca: Koalisi Masyarakat Sipil Soroti 20 Nama Capim KPK, Komisi III: Seleksi Pansel Sudah Profesional
10 nama ini kemudian diteruskan ke DPR hingga nantinya akan terpilih Pimpinan KPK oleh Presiden RI dan disetujui oleh DPR-RI.
Ketua Presedium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane mengapresisasi kerja keras Pansel KPK dalam melakukan seleksi para Capim.
"Hal ini patut dihargai semua pihak. Selama ini banyak sekali masalah serius di KPK. Banyak hal yang tidak dikerjakan dalam menekan angka korupsi di negeri ini," ungkap Neta dalam keterangannya, Sabtu (31/8/2019).
Neta merasa selama ini KPK hanya asyik melakukan operasi tangkap tangan (OTT) yang jumlahnya tidak seberapa. Padahal fungsi pencegahan KPK sangat strategis untuk menekan korupsi.
Di sisi lain, dugaan korupsi di sektor pertambangan tidak pernah disentuh KPK, padahal di sektor ini harta negara banyak dikeruk orang-orang tak bertanggung jawab.
"Ke depan KPK harus tampil dengan paradigma baru dengan pimpinan baru yang berkomitmen," tegas dia.
IPW sendiri, kata Neta, mendukung penuh langkah Pansel KPK yang sudah mencoret dua petahana dalam proses seleksi capim KPK. Diharapkan dalam proses seleksi selanjutnya petahana yang ada juga harus dicoret.
Ada empat alasan kenapa petahana harus dicoret. Pertama, jangan jadikan tradisi petahana bisa dua periode.
Kedua, petahana tidak bisa menjaga soliditas KPK hingga terbelah menjadi "polisi India dan polisi Taliban".
Ketiga, petahana tidak mampu mewujudkan status audit keuangan KPK menjadi WTP, tapi hanya sebatas WDP.
“Status WDP bagi lembaga antirasua adalah sangat memalukan, karena menunjukkan lembaga antirasua itu tidak tertib keuangan atau anggaran dan berpotensi terjadi korupsi," tutur Neta.