Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Audit BPKP: Ada 2.348 Perusahaan Diduga Manipulasi Data Gaji Peserta BPJS Kesehatan

hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menyebut ada 2.348 perusahaan yang memanipulasi data gaji karyawan

Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Sanusi
zoom-in Audit BPKP: Ada 2.348 Perusahaan Diduga Manipulasi Data Gaji Peserta BPJS Kesehatan
TRIBUNNEWS.COM/Fransiskus Adhiyuda
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI memanggil sejumlah pihak untuk membahas defisit anggaran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan di ruang Komisi XI, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (2/9/2019). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR Ahmad Hatari mengatakan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menyebut ada 2.348 perusahaan yang memanipulasi data gaji karyawan kepada BPJS Kesehatan.

Dugaan manipulasi itu, kata Ahmad, yang diduga menjadi BPJS Kesehatan mengalami defisit keuangan sebesar Rp 32,84 triliun hingga akhir 2019.

Baca: Dirut BPJS Kesehatan: Iuran Tidak Naik, 2024 Defisit Bisa Tembus Rp 77,9 Triliun

Hal itu disampaikan Ahmad Hatari dalam rapat kerja bersama Komisi IX dan Komisi XI DPR RI dan pemerintah di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (2/9/2019).

"Siapa yang mau bantah ini? Manipulasi data, tata kelola yang kacau," kata Hatari.

Lebih lanjut, Hatari mengungkapkan, hasil audit BPKP menemukan masih ada 24,77 juta peserta BPJS Kesehatan yang bermasalah.

Dari data itu, 17,7 juta jiwa mengalami masalah NIK, 10 juta jiwa terdapat NIK ganda, dan kolom faskes yang kosong sekitar 21.000, dan sisanya sudah meninggal.

Sedangkan, dari hasil audit BPK, sebanyak 528.120 pekerja belum didaftarkan dari 8.314 perusahaan.

BERITA REKOMENDASI

Hasil itu ditemukan sebanyak 2.348 badan usaha tidak melaporkan gaji dengan benar.

"Temuan BPKP juga, badan usaha yang belum tertib dengan tidak didaftarkan secara penuh pesertanya adalah 500 ribuan peserta," ungkapnya.

Oleh karena itu, persoalan defisit keuangan BPJS Kesehatan harus diselesaikan secara bersama-sama khususnya antar pemerintah.

Mulai dari penyelesaian data hingga keputusan untuk menyesuaikan iuran.

"Karena, sulit menyelamatkan BPJS, satu tahun itu asumsi tagihannya pada 2019 sebesar Rp 32 triliun, estimasi defisit harus ditutup dulu dan iuran baru bisa membantu BPJS Kesehatan di 2020," jelasnya.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengusulkan, iuran BPJS Kesehatan kelas mandiri I naik 100 persen mulai 1 Januari 2020 mendatang.

Dengan kenaikan ini berarti, peserta yang tadinya membayar iuran Rp 80 ribu akan naik menjadi Rp 160 ribu per orang per bulan.

Untuk peserta kelas mandiri II, diusulkan agar iuran dinaikkan dari Rp 59 ribu per bulan menjadi Rp 110 ribu.

Sementara, peserta kelas mandiri III dinaikkan Rp 16.500 dari Rp 25.500 per bulan menjadi Rp 42 ribu per peserta.

Sri Mulyani beralasan kenaikan iuran ini akan membuat kinerja keuangan BPJS Kesehatan semakin sehat.

Hitungannya, kalau kenaikan iuran dilakukan sesuai usulan Kementerian Keuangan dan mulai diberlakukan 1 Januari 2020, kondisi keuangan BPJS Kesehatan yang selama ini defisit bisa berbalik menjadi surplus Rp 17,2 triliun.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas