Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Sempat Bilang Tak Paham Pasal Suap Saat Uji Publik, Luthfi Jayadi Masuk Daftar 10 Nama Capim KPK

Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Pansel Capim KPK) menyerahkan 10 nama Capim KPK kepada Presiden Jokowi.

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Sempat Bilang Tak Paham Pasal Suap Saat Uji Publik, Luthfi Jayadi Masuk Daftar 10 Nama Capim KPK
Tribunnews.com/Seno Tri Sulistiyono
Panitia Seleksi Capim KPK di Kantor Presiden 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Pansel Capim KPK) menyerahkan 10 nama Capim KPK kepada Presiden Jokowi.

"Komposisi profesi satu orang KPK, satu orang polisi, satu jaksa, satu auditor, satu advokat, dua dosen, satu hakim, dua PNS," ujar Ketua Pansel Capim KPK Yenti Garnasih saat jumpa pers di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Senin (2/9/2019).

Yenti mengaku, nama-nama yang keluar tersebut sudah melalui banyak pertimbangan dan masukan masyarakat.

Nama yang lulus pun tidak dikoreksi saat bertemu dengan Jokowi.

Baca: Gelandang Persib Tampil Semakin Mantap Sejak Ada Omid Nazari

"Enggak ada istilah koreksi, mungkin sudah sesuai," kata Yenti.

Satu dari 10 nama Capim KPK tersebut di antaranya Luthfi Jayadi Kurniawan yang berprofesi sebagai dosen.

BERITA TERKAIT

Saat uji publik, Luthfi sempat diberikan pertanyaan soal pemahamannya tentang pasal suap, yakni Pasal 5 dan Pasal 12 UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Adalah Wakil Ketua Pansel Capim KPK Indriyanto Seno Adji yang bertanya soal perbedaan Pasal 5 dan Pasal 12.

Baca: Menteri PPPA: Banyak Anak-anak di Papua Takut Keluar Rumah Akibat Ada Aksi Massa

"Saya tidak paham," ujar Luthfi di hadapan Pansel Capim KPK di Gedung Sekretariat Negara, Jakarta Pusat, Rabu (28/8/2019).

Sebelum ditanya soal perbedaan Pasal 5 dan Pasal 12, Luthfi yang merupakan akademisi mengaku sudah menjadi pemerhati isu korupsi sejak 1998.

"Sejak 1998," katanya.

Namun sayang Luthfi malah tak paham perbedaan kedua pasal tersebut.

Hal ini membuat Luthfi tampak terdiam.

Begitu juga saat ditanya soal perampasan aset, Luthfi tak menjawab.

Hal ini sangat disayangkan Pansel.

Baca: KPU Warning Anggota DPR Terpilih yang Belum Setor LHKPN: Kami Tak Akan Berikan Nama Anda ke Presiden

Sebab, pasal 5 dan Pasal 12 kerap dipakai lembaga antirasuah saat menggelar ekspose sebelum menentukan status hukum mereka yang diduga terjerat korupsi.

"Kira-kira paham, enggak? Karena sebagai pimpinan disaat ekspose terbatas dan ekspose pleno pimpinan harus kasih pendapat, pak. Harus pahami hukum, Kalo enggak amburadul itu lembaga penegak hukum yang dipercaya masyarakat. Kalau bapak ikut ekspos bisa paham?" tanya Indriyanto.

"Saya akan berusaha untuk memahami," kata Luthfi.

Lantaran mengaku tak paham dan tak hafal Pasal yang ada di UU Tipikor, Indriyanto pun tak melanjutkan pertanyaaan.

"Sudah saya enggak usah tanya banyak-banyak Pak. Pimpinan harus tahu semua (Pasal) pak," kata Indriyanto menegaskan.

Pasal 5 sendiri biasanya dipakai KPK untuk menjerat para pemberi suap.

Sedangkan Pasal 12 untuk mereka yang diduga sebagai penerima suap.

Baca: Sosok Johanis Tanak, Jaksa yang Lolos dalam 10 Besar Capim KPK, Mengaku Pernah Ditawari Uang

Dalam pasal 5 ayat (1) huruf a UU Tipikor dijelaskan setiap orang yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.

Pasal 5 ayat (1) huruf b memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya, dijatuhi hukuman pidana maksimal lima tahun penjara.

Sedangkan pasal 12 huruf a pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.

Dan pasal 12 huruf b pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dijatuhi hukuman pidana penjara seumur hidup atau paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun.

10 nama

Sepuluh nama calon pimpinan KPK atau Capim KPK telah berada di tangan Presiden Jokowi.

Penyerakan 10 nama Capim KPK tersebut langsung dilakukan Panitia Seleksi Pansel Capim KPK kepada Presiden Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (2/9/2019).

Adapun 10 nama calon pimpinan KPK tersebut di antaranya

1. Alexander Marwata (Komisioner KPK).

2. Irjen Firli Bahuri (Anggota Polri).

3. I Nyoman Wara (Auditor BPK).

4. Johanis Tanak (Jaksa).

5. Lili Pintauli Siregar (‎Advokat).

6. Luthfi Jayadi Kurniawan (Dosen).

7. Nawawi Pamilango (Hakim).

8. Nurul Ghufron (Dosen).

9. Roby Arya (PNS Seskab).

10. Sigit Danang Joyo (PNS Kemenkeu)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas