KPK Tangkap Bupati Muara Enim Saat Transaksi Suap di Restoran Mie Ayam, Berikut Kronologisnya
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Bupati Muara Enim Ahmad Yani (AYN) sebagai tersangka.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Bupati Muara Enim Ahmad Yani (AYN) sebagai tersangka.
Ahmad Yani dijerat KPK dalam kasus dugaan suap terkait dengan 16 proyek peningkatan pembangunan jalan di Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan.
"Dalam perkara ini AYN kami jerat sebagai penerima suap," ujar Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (3/9/2019).
Selain Ahmad Yani, KPK menetapkan dua tersangka lainnya. Yakni sebagai penerima suap lainnya, Kepala Bidang pembangunan jalan dan PPK di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim Elfin Muhtar (EM).
Baca: KPK Tetapkan Bupati Muara Enim Sebagai Tersangka Korupsi 16 Proyek Peningkatan Jalan
Sedangkan sebagai pemberi suap, KPK menjerat pemilik PT Enra Sari bernama Robi Okta Fahlefi (ROF).
Penetapan tersangka ini bermula dari giat operasi tangkap tangan (OTT) di Palembang dan Kabupaten Muara Enim pada Senin (2/9/2019).
Saat itu, Tim Satgas KPK mengamankan 4 orang. Selain 3 orang yang telah dijerat KPK sebagai tersangka, lembaga antirasuah juga mengamankan staf Robi Okta Fahlefi, Edy Rahmadi (ERA).
Baca: KPK Kembali Lakukan OTT di Wilayah Jakarta Terkait Kasus Distribusi Gula
Namun, Edy tidak ditetapkan sebagai tersangka karena statusnya hanya terperiksa saat OTT digelar.
Untuk kronologi perkara ini, Basaria menjelaskan, KPK mendapat informasi akan ada penyerahan uang sebagai bagian dari komitmen fee 10% dari proyek yang didapatkan oleh Robi kepada Ahmad Yani melalui Elfin Muhtar.
"Pada 2 September 2019 sekitar pukul 15.30 tim melihat ROF bersama stafnya bertemu
EM yang didampingi stafnya duduk bersama di sebuah Restoran Mie Ayam di Palembang," jelasnya.
"Pukul 15.40, KPK melihat telah terjadi dugaan penyerahan uang dari ROF kepada EM
ditempat tersebut," sambungnya.
Setelah penyerahan uang terlaksana, imbuh Basaria, sekira pukul 17.00 WIB, tim mengamankan Elfin dan Robi beserta staf masing-masing dan mengamankan uang sejumlah USD35.000.
Secara paralel, pukul 17.31 WIB, tim KPK mengamankan Ahmad Yani di kantornya secara terpisah di Muara Enim dan mengamankan beberapa dokumen.
"Setelah melakukan pengamanan di rumah dan ruang kerja ROF, ruang kerja EM serta
ruang kerja Bupati, tim kemudian membawa tiga orang ke Jakarta sekitar pukul 20.00 dan
Bupati pada 3 September 2019 pukul 07.00 pagi," ujarnya.
"Tim kemudian melakukan pemeriksaan awal di Gedung Merah Putih KPK," imbuh Basaria.
Dalam kasus ini, KPK menjerat tiga orang tersebut sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait dengan 16 proyek peningkatan pembangunan jalan di Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan.
Untuk konstruksi perkaranya, Basaria menjelaskan, pada awal tahun 2019 Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim melaksanakan pengadaan pekerjaan fisik berupa pembangunan jalan untuk Tahun Anggaran 2019.
Dalam pelaksanaan pengadaan tersebut diduga terdapat syarat pemberian commitment
fee sebesar 10% sebagai syarat terpilihnya kontraktor pekerjaan.
"Diduga terdapat permintaan dari AYN selaku Bupati Muara Enim dengan para calon
pelaksana pekerjaan fisik di Dinas PUPR Muara Enim," jelas Basaria.
Lanjut Basaria, Ahmad Yani juga diduga meminta kegiatan terkait pengadaan dilakukan satu pintu melalui Elfin Muhtar.
Selanjutnya, Robi Okta Fahlefi yang merupakan pemilik PT Enra Sari, perusahaan kontraktor yang bersedia memberikan commitment fee 10% dan pada akhirnya mendapatkan 16 paket pekerjaan dengan nilai total sekitar Rp130 miliar.
"Pada tanggal 31 agustus 2019 EM meminta kepada ROF agar menyiapkan uang pada hari
senin dalam pecahan dolar sejumlah 'LIMA KOSONG KOSONG'," ungkap Basaria.
Pada tanggal 1 September 2019, imbuh Basaria, Elfin berkomunikasi dengan Robi membicarakan mengenai kesiapan uang sejumlah Rp500 juta dalam bentuk dolar.
"Uang Rp500 juta tersebut ditukar menjadi USD35.000," katanya.
Selain penyerahan uang USD35.000 ini, ujar Basaria, KPK juga mengidentifikasi dugaan penerimaan sudah terjadi sebelumnya dengan total Rp13,4 miliar sebagai fee yang diterima Ahmad Yani dari berbagai paket pekerjaan di lingkungan pemerintah Kabupaten Muara Enim.
"Sehingga, dalam OTT ini KPK mengamankan uang USD35.000 yang diduga sebagai bagian dari fee 10% yang diterima Bupati AYN dari ROF," ujarnya.
Sebagai pihak yang diduga pemberi, Robi Okta Fahlefi disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara sebagai pihak yang diduga penerima, Ahmad Yani dan Elfin Muhtar disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.